22 :: Upset

30 23 0
                                    



Chenle tak bisa tidur malam ini. Pukul
0

2.00. Dia nggak bisa tidur. Wajah Areum bermainmain terus di benaknya. Terus sekelebat bayangan Renjun, yang bikin hati Chenle kembali panas. Api cemburu menari-nari di dalam dadanya. Benci. Jengkel. Marah. Cemburu. Semua itu seolah bergantian mengejeknya.

Arrrrggggghhhh!

Benaknya yang terperangkap sengatan cemburu menyeretnya kembali ke pertandingan bola sore tadi. Yang Berawal dengan manis. .

Chenle mengedarkan pandang, mencari-cari di antara kerumunan yang mengirimkan ragu itu ke benak Areum. Dan. Seperti yang diduga, dia melihat Renjun. Menatap sosok Areum, tanpa berkedip.

Dan, sepanjang sore itu lenyaplah ketenangan dari hati Chenle, bersamanya hilanglah juga rasa senang yang semula memenuhi seluruh keberadaannya.

Areum menghampiri Chenle dengan senyum lebar, sama sekali nggak curiga cuaca di dunia Chenle sudah berubah seratus delapan puluh derajat.

Dari jauh Areum melambai ke arah Chenle, tapi nggak dapat balasan. Hmmm, mungkin nggak lihat, pikirnya.

Areum mencoba melambai sekali lagi, kali ini dengan dua tangan dan sangat heboh. Tapi Chenle tetap nggak bereaksi. Melihat itu Areum mengangkat bahu dan mulai berlari kecil ke tepi lapangan.

”Nggak seru ya pertandingannya?” Wajah Areum masih bersinar-sinar saat menghampiri cowok tampan yang disayanginya itu.

Chenle mengangkat bahu. Wajahnya keruh. Tatapannya dingin dan menghindar.

”Ada apa, Chenle?” tanya Areum. Sebagian rasa senangnya mulai siap pindah alamat.

Cowok itu nggak bilang apa-apa, hanya berdiri terus mulai melangkah cepat dengan ranselnya di bahu kanan dan ransel Areum di bahu kiri.

Areum tahu sesuatu membuat cowok ini gusar. Tapi dia nggak tahu apa, dan menilik kejadian-kejadian sebelumnya,

Areum juga tahu percuma aja dia merongrong dengan pertanyaan jika Chenle belum mau ngomong. Karena itu, diiejerinya langkah-langkah panjang yang geram itu dengan langkah-langkahnya yang kecil. Ah, kini langitnya mendadak mendung.

Sebenarnya, Areum kepingin berhenti melangkah dan membiarkan Chenle pergi sendiri. Areum kepingin berteriak, ”Kamu kenapa?!” dan memaksa Chenle bicara. Areum kepingin menyambar ranselnya dan pulang aja. Ada apa lagi ini? Kenapa begini? Tapi dia tahu, dia nggak bakal melakukan semua itu. Sebab hati Areum selalu lemah kalau menghadapi Chenle.

”Lo lemah banget sih sama dia!” Areum ingat Seoyun berkata padanya kemarin sore, waktu sahabatnya itu menanyainya soal Renjun, dan Areum menjelaskan permintaan Chenle supaya mereka berhenti temenan. Tentu saja lengkap de' ngan latar belakang ceritanya segala.

”Apa-apa lo bujuk. Apa-apa lo mauin. Harus tegas juga kali, Reum. Nggak bagus kalau begini terus! Lama lama lo jadi kayak burung dalam sangkar emas!” ujarnya.

”Dia bilang, semua itu karena dia sayang banget sama gue.”

Huh! Langsung manyun aja si Seoyun. ”Sayang sih nggak kayak gitu, kali. Itu namanya posesif. Jauh sama sayang. Jangan percaya lo!” tukasnya galak.

Areum menghela napas dalam-dalam.

”Nggak tahu ah, yun. Pokoknya dia baik banget sama gue, dan gue nggak tega liat dia pas cemburu dan marah' marah. Jadi paling gampang ya ikutin aja mau dia.”

Puzzle Love | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang