24 :: Idiot

34 21 0
                                    


Sungguh mati, mestinya hari ini Areum nggak masuk sekolah aja sekalian! Kepalanya rasanya kayak batu kali seberat satu ton, dan pusingnya hadoooooh... belum pernah Areum merasa seperti ini.

Tadi pagi-pagi bangun tidur dia terus aja memuntahkan seluruh isi perutnya, dan sekarang rasanya dia hanya setengah sadar, kepingin tidur aja, kepingin mematikan matahari yang terang benderang dan menyakitkan itu..."

”Areum! Lo kenapa?” suara Seoyun seolah menusuk telinganya, Areum mencoba membuka mata.

”lo Sakit?” Seoyun meletakkan punggung tangannya di dahi Areum. ”Nggak demam tuh.” Seoyun  menggoyang goyangkan bahu Areum.

”Areum. Lo baik-baik aja? Mau gue anter pulang?”

”Kenapa dia?” Yura ikut-ikutan nanya dengan nada prihatin. ”Aku beliin jeruk hangat mau?”

Areum melek begitu mendengar jeruk hangat disebut sebut.

”Air mineral aja, ra. Tolong. Jangan yang dingin ya,” ujarnya lemas. Dia harus mengeluarkan sisa'sisa minuman entah apa yang ditenggaknya semalam.

Semalam. Duh.

Rasanya kok kayak udah bertahun tahun yang lalu. jauhnya. Dia ingat Chenle mengajaknya ke salah satu pesta yang diadakan teman lamanya. Lagi jutek, katanya. Areum ingat bilang; kalau memang itu alasannya, berarti udah dua minggu ini Chenle jutek terus. Soalnya selama itulah Chenle terus-menerus ngajak Areum pergi dari satu pesta ke pesta lainnya, dan mereka selalu pulang hampir tengah malam.

Terus Chenle bilang, kali ini sebenarnya bukan pesta. Cuma kumpul bareng beberapa teman karena ortu teman yang jadi tuan rumah kebetulan lagi ke luar kota dan di rumahnya ada berbagai jenis alkohol.

Tentu saja potongan info terakhir nggak disampaikan Chenle ke ceweknya. Areum baru tahu setelah tiba di sana. Itu pun setelah lewat bujuk rayu cukup alot dan diakhiri ucapan Chenle,

”Terserah deh kamu mau ikut apa nggak. Aku ngajak karena kamu cewek aku, Areum. Karena aku pikir kamu sayang sama aku, jadi kamu pasti kepingin ikut ke mana aja aku pergi.”

Areum tahu banget Chenle ngambek. Tapi...

”Nilai-nilaiku jeblok lagi, Chenle. Kalau aku nggak buru buru benerin bisa-bisa nggak naik kelas...”

Mendengar itu, Chenle malah cuma ketawa mengejek.

Mendengar terdiam. Entah mengapa tawa Chenle terasa menyakitkan di telinga. Dan hatinya.

”Halah! Nilai lagi yang dipikirin. Hidup cuma sekali, Mendengar. Dan hidup nggak mentingin nilai ulangan, tahu!”

Mungkin kamu bener... tapi kalau nilaiku jeblok dan aku nggak naik kelas, gimana tanggung jawabnya ke Appa? kepingin rasanya Areum berteriak begitu. Terus aku sendiri gimana?

”Aku nggak pengin tinggal kelas terus jadi veteran, le!”

”Ah, lebay banget! Nggak mungkin kamu nggak naik kelas cuma karena nilai yang kepeleset sedikit. Pokoknya putusin deh. Ikut apa nggak. Terserah. Kalo kamu nggak ikut terus aku mabok, ya itu karena kamu nggak ada untuk jagain aku.” Dan kalimat itulah yang bikin Areum memutuskan ikut. Untuk jagain Chenle.

Seminggu lalu, waktu Areum menolak ikut, Chenle nggak cuma minum. Padahal belum pernah Chenle menyentuh barang haram itu sejak dia kenal Areum. Dan yang bikin hati tambah ketar-ketir, dari salah satu

Minuman itu terasa pahit dan mengirimkan panas ke kerongkongan dan hidungnya. Areum nggak suka rasa minuman itu. Dia mencecapnya sedikit, lalu mendorong gelas minuman itu menjauh.

Puzzle Love | ENDWhere stories live. Discover now