”Kasih pengertian dong!” tukas Seoyun.

”Cemburu sih boleh, tapi ada porsinya. Yang kebanyakan mah enaknya dimuntahin daripada ditelen.”

Areum terdiam.

”Itu namanya lo bukan pacar dia. Tapi sandera. Tawanan. Ih. Mana enak! Sampai kapan lo bisa kuat mauin permintaannya?”

Seoyun menatap Areum lekat-lekat. ”Gue tahu elo, Reum. Gue kenal elo banget. Lo bisa nggak bernapas kalo begini terus. Nah, kalo itu terjadi, memangnya apa akibatnya kalo bukan lo berdua ujung-ujungnya bubaran juga? Jadi saran gue, mending lo ngomong tegas. Kasih pengertian...”

”Kalo dia nggak mau ngerti juga?” potong Areum.

Seoyun menatap Areum dengan dahi dikerutkan. ”Lah, dulu kalo si Felix atau Hyunjin atau Beomgyu, atau Soobin, atau siapa itu mantan 10 yang kayak pemadat itu nggak mau ngerti, biasanya terus gimana?”

Areum membisu. Putus, bisiknya. Tapi hanya dalam hati.

Arrrgh! Tapi ini kan Chenle! pikir Areum keras kepala.

Sekarang Chenle sudah mengeluarkan kunci mobilnya dan menekan remote.

Klik.

Empat ujung kenop pintu melompat kaget.

Areum memutar dari belakang dan masuk ke jok penumpang. Mesin mobil dinyalakan, sepasang bibir di kanan Areum masih menolak menyemburkan isi kepalanya. Areum diam aja. Dia capek. Dan sedang nggak kepingin membtIjuk.

Akhirnya mereka tiba di depan gerbang rumah Areum tanpa sepatah kata pun. Chenle mematikan mesin, lalu meletakkan keningnya di atas kemudi.

”Kamu beneran nggak mau ngomong ada apa, Chenle?”

Chenle tetap bergeming.

Sekali lagi Areum menahan diri untuk tidak membujuk. Untuk terus berpegang pada nasihat Seoyun agar bersikap tegas.

Tegas. Tegas. Tegas.

Dengan berat hati dia mengangkat bahu, lalu mengulurkan tangan untuk membuka pintu mobil.

Chenle menahannya.

”Aku nggak suka cara dia menatap kamu. Aku nggak suka dia masih aja nonton kamu main bola. Aku nggak suka dia menyapa kamu...”

Areum langsung mengerti siapa ”dia” yang dimaksud Chenle.

”Dia nggak nyapa aku, le,” potong Areum, ditatapnya wajah keruh itu lekat-lekat.

Cowok di depannya mengernyit. ”Kamu noleh ke arah dia!” protesnya.

Areum menunduk. ”Itu kebetulan,” bisiknya, suaranya mulai pecah. Meskipun di dalam hati dia kepingin bilang, Aku juga nggak tahu. Yang aku tahu, aku merasa seseorang terus menatap dan memanggilku. Ternyata dia.

Kini, berjam jam setelah peristiwa itu, api yang menghancurkan segenap kebahagiaan Chenle belum sirna juga. Mereka akhirnya bertengkar malam itu, kali ini Areum menangis sesenggukan. Dan meskipun tidak ingin, hati Chenle toh bagai diremas-remas menyaksikan Areum seperti itu. Sedih rasanya.

Maka Chenle pun menghela napas dalam-dalam, dengan enggan menyisihkan amarahnya sendiri, lalu memeluk cewek di sebelahnya. Teruuus... sampai tangis Areum reda.

Chenle nggak bilang apa-apa. Areum juga. Pelukan mereka mengatakan segalanya. Segalanya. Termasuk kesadaran baru yang perlahan merasuk masuk jauh ke benak Chenle. Bahwa dia mencintai Areum. Cinta. Dan cintanya sangat Posesif. Menggila. Rawan. Tapi toh tetap cinta.

Deg.

Cinta.

Padahal cinta adalah hal terakhir yang ingin dirasakan Chenle terhadap Areum. Tidak setelah ucapan Renjun di samping kolam renang rumahnya beberapa minggu yang lalu, dengan suaranya yang angkuh dan penuh ancaman,

”Dan inget, lo akan sayang dia sepenuh hati. Lo akan bikin dia bahagia. ”

****

Sialan! Chenle sekali lagi memgumpat dalam hati.

Jantung Chenle berdegup kencang, tubuhnya panas-dingin, napasnya memburu. Ah. Nggak boleh nggak boleh, ini nggak boleh terjadi.

Chenle harus menjaga hatinya mulai sekarang. Memagarinya. Menutupnya rapat'rapat. Menguncinya. Lalu membuang kuncinya jauh-jauh.

Chenle sadar benar jika dia tidak pandai menjaga hatinya, seperti bumerang, permainan ini akan balik menyakiti dirinya sendiri. Dan untuk memastikan itu tidak terjadi, Chenle tidak boleh. Tidak. Boleh. Jatuh cinta pada Areum. Tidak boleh. Kalau dia sampai jatuh cinta kepada cewek itu, dia bakal kalah. Karena dengan begitu dia sama saja tunduk kepada ancaman Renjun untuk menyayangi Areum

Sialan. Sialan.

Mulai sekarang dia nggak boleh lengah dengan Hatinya.

Sialan. Sialan.

Kenapa Areum? Kenapa? Kenapa begini jadinya? Ini sama sekali di luar rencananya.

Puzzle Love | ENDWhere stories live. Discover now