Areum mencoba dan mencoba dan mencoba, tapi tanpa hasil. Sempat terpikir sih untuk minta tolong Renjun nganterin dia ke rumah Chenle. Tapi nggak jadi. Meskipun nggak pernah benarbenar mengatakannya, dia tahu kok Chenle dan Renjun saling nggak suka.

”Lagi berantem?” tanya Renjun sambil lalu.

Areum diam saja. Tepekur. Satu menit. Dua menit.

”Tapi sekarang udah baikan, kan?” ujar Renjun.

”Jun! Jujur nih. Ngomong ngomong soal berantem, lo sama Chenle, ada apa sih di antara kalian?” sembur cewek itu akhirnya. Sekarang dia pindah duduk di meja kayu, bersedekap menghadap Renjun.

Renjun menatapnya. Menelan ludah. Wajahnya dipasang ekspresi lempeng, datar.

”Kalo gue sih, nggak ada apa-apa. Coba lo tanya Chenle gih.”

”Lo tuh aneh. Katanya kita temenan. Tapi ditanya yang begini aja lo nggak mau terbuka. Temenan apaan tuh namanya!” tukas Areum ketus.

Renjun tahu Areum marah. Wajah yang biasanya ceria dan penuh tawa itu sekarang cemberut.

Renjun menatapnya dalam-dalam. Ingin rasanya dia bercerita tentang Chenle, tentang sepak terjangnya selama ini, tentang alasannya dipindahkan dari sekolahnya yang lama, supaya Areum jangan lekas terbuai oleh pesonanya...

tapi

Ah. Dia nggak mungkin menceritakan semua itu pada cewek yang jelas-jelas suka Chenle, kan? Apalagi mengingat Renjun sendiri juga pernah melakukan kesalahan besar terhadap sepupunya itu. Kesalahan yang terpaksa dibayarnya dengan mahal. Kesalahan yang dilakukannya dulu... waktu mereka masih umur tiga belas tahun.

”Areum...”

Areum mengambil ransel, dan menyampirkan talinya di kedua pundak.

”Gue pulang dulu, jun,” kata Areum tanpa tersenyum Dia mengenakan sepatu ketsnya.

”BTW, cewek yang jatuh cinta sama lo itu, namanya...”

”Yura,” ujar Renjun tenang. Sejak awal pun Renjun udah tahu. Yura suka salah tingkah kalau Renjun kebetulan ada di dekatnya. Dan Renjun sangat mengenal Areum. Kalau Areum sampai mau repot-repot jadi makcomblang, orang yang dijodohkannya itu pasti dekat dengannya.

Areum tampak terkejut sebentar, tapi kemudian hanya mengangkat bahu, terus berbalik menuju pintu muka. ”Gue pulang dulu,” ujarnya pelan.

Hati-hati. Nggak usah ngebut naik motornya, begitu sahut Renjun. Tapi hanya dalam hati.

*****

Semula Renjun kira Oom Siwon minta Eomma dan Appa pindah ke Seoul demi pendidikan dan masa depannya. Setidaknya, awalnya memang begitulah yang diceritakan Eomma dan Appa. Renjun nggak pernah tahu bahwa alasan sebenarnya adalah karena Oom Siwon dan istrinya sudah pusing tujuh keliling menghadapi Chenle, putra tunggal mereka.

Chemle telanjur dimanja dan selalu mendapatkan apa pun yang diinginkannya, jadi dia perlu ”diarahkan”. Dengan kata lain, Renjun perlu didatangkan untuk menjadi ”saingan” Chenle sehingga anak itu termotivasi untuk maju. Hanya saja, kedua orangtua Chenle lupa memberikan pengertian serta perhatian pada anaknya, mereka hanya sibuk membanding-
bandingkan Chenle dengan Renjun. Akibatnya, rasa iri tumbuh subur di dada Chenle.

Iri yang kemudian berkembang menjadi benci. Dan dendam.

Chenle mencoba apa saja untuk menjegal sepupunya, Bukan itu saja. Dia menghalalkan segala cara untuk mempermalukan dan menjatuhkan harga diri Renjun. Apalagi dia tahu orangtua Renjun, yang merasa berutang budi karena diongkosi ke Seoul dan diberi tumpangan di paviliun keluarga Chenle, selalu melarang Renjun untuk menentang, apalagi melawan. Sehingga makin semenamenalah perlakuan Chnele terhadap sepupunya. Hingga suatu ketika Renjun nggak tahan lagi, karena baginya kali ini Chenle amat keterlaluan!

Puzzle Love | ENDWhere stories live. Discover now