28. Strategi Akhir

86 7 0
                                    

"Dibanding Kak Gibran, orang berhoodie itu jauh lebih berbahaya. Dia yang selama ini jadiin gue sama Kak Gibran boneka pesuruhnya" kata Kintan.

"Jadi Kak Gibran cuma disuruh?" tanya Zaron.

Kintan mengangguk.

"Tadi, gue ke gedung karena mau hentiin mereka bunuh Nath. Tapi gue telat, dan orang itu ngeliat gue. Dia tarik gue, begitu pula Pak Soleh yang ketauan ngikutin gue"

"Dan dia pukul gue sama Pak Soleh." kata Kintan.

Semesta memeluk Kintan dan meminta maaf berkali-kali, mencoba menenangkan.

"Besok, kita balik jebak mereka" kata Om Rahmat.

Kami semua kaget dan takut.

"Rencananya kita susun di tempat lain. Sebaiknya kita pergi dari sini" ajak Pak Soleh.

Kami menuruti. Semesta memapah Kintan, Jeff dan Aksen memapah Pak Soleh. Kami semua segera meninggalkan sekolah ini.

"Kalian semua menginap di rumah saya. Termasuk kamu Soleh" kata Ok Rahmat tiba-tiba.

Kami terpaksa menuruti dan pulang ke rumah terlebih dahulu untuk mengambil keperluan masing masing.

____________________________________

Sekarang pukul 21.35

Kami semua berkumpul  di ruang keluarga rumah besar milik Om Rahmat, kepsek kami.

Kami sudah membawa keperluan kami.

"Kita atur strategi akhir, malam ini" kata Om Rahmat mulai memimpin.

"Sebelumnya saya tanya dulu kepada Kintan. Apa benar kamu tidak mengenal orang berhoodie itu?" tanya Om Rahmat.

"Tidak Pak, dari saat pertama saya bertemu sampai tadi sore dia tetap menggunakan hoodie, topi dan masker" kata Kintan.

"Kamu berani bersumpah?" tanya Pak Soleh.

"Sumpah Pak" kata Kintan mantap.

"Kita semua masih belum tau orang berhoodie itu siapa. Tapi Gibran, dia kelas 12 Sastra 2." kata Om Rahmat.

"Sebentar, apa kita akan lakukan penangkapan saat jam mapel saja?" saran Pak Soleh.

"Iya, tidak apa-apa. Jelas mereka berdua sedang mengikuti mapel juga." kata Om Rahmat.

"Gimana kalau kita pake Kintan buat jebak Kak Gibran" kata Franda.

"Caranya?" tanya Kintan.

"Kalian kan notabennya sekongkol, kita buat Kintan seolah pengen ketemu Kak Gibran. Bilang aja ada hal perlu dibicarain" kata Franda.

"Bagus juga ide lo. Terus?" tanya Kintan.

"Lo ajak Kak Gibran ketemu di jam mapel aja. Di taman belakang." sambung Franda.

"Sebaiknya kita tangkep mereka bersamaan." kata Zaron.

"Iya juga. Dengan itu mereka ngga bisa saling menolong" kata William.

"Gimana strategi penangkapan si hoodie itu kalo kita sendiri ngga tau dia siapa dan kelas apa." kata Jeff.

"Biar gue yang pancing" kata Semesta.

"Gimana caranya?" tanya Jeff.

"Gue telfon dia kalo ngga diangkat gue SMS. Gue ajak ketemuan. Gimana?" tanya Semesta.

"Emang segampang itu dia mau?" tanya Neska.

"Iya juga ya" kata Semesta bimbang.

"Kintan, apa kamu tau apalagi yang akan mereka rencanakan?" tanya Pak Soleh.

"Emm, ah tau Pak. Mereka bakal bunuh Pak Soleh" kata Kintan.

"Hah! Saya?" tanya Pak Soleh kaget menunjuk dirinya sendiri.

"Iya Pak. Karena Pak Soleh ngga mau bongkar tembok itu" kata Kintan.

"Kamu tau isi tembok itu apa?" tanya Om Rahmat.

"Engga Om. Saya ngga tau. Yang tau cuma si hoodie itu. Kak Gibran juga ngga tau" kata Kintan.

"Kalau memang saya target mereka selanjutnya, maka saya yang akan pancing si hoodie ini" kata Pak Soleh.

"Kamu yakin?" tanya Om Rahmat.

"Yakin" jawab Pak Soleh.

"Dimana mereka akan bunuh saya?" tanya Pak Soleh pada Kintan.

"Di ruang teater, tapi yang bunuh kali ini saya ngga tau siapa." kata Kintan.

"Maksud lo, mereka selama ini bunuh bergantian?" tanya Aksen.

"Engga tau juga gue soal ini." kata Kintan.

"Gue punya rencana" kata Neska.

"Apa?" tanya Kintan.

"Kira-kira lo bakal temuin Kak Gibran di jam berapa?" tanya Neska.

"09.15 kelas gue free jam segitu" kata Kintan.

"Oke, Pak Soleh jam segitu ngajar di kelas mana?" tanya Neska.

"Kelas Franda" kata Pak Soleh.

"Strateginya, jam segitu Pak Soleh izin ke toilet yang dekat ruang teater." kata Neska.

"Sebaiknya saya perlu bantuan polisi" kata Om Rahmat.

Kami menyetujui.

"Om Rahmat bisa ambil kendali ruang cctv kali ini?" tanya Neska.

"Bisa. Nanti biar Bayu saya suruh melakukan sesuatu" kata Om Rahmat.

"Kita juga perlu bantuan Pak Barjo" kata Jeff

"Buat apa?" tanya William.

"Buat jaga-jaga di dekat ruang teater" kata Jeff.

"Kita semua ngga mungkin bolos di jam mapel itu, apalagi gue, Aksen, William sama Semesta kan sekelas. Bakal mencurigakan" kata Jeff melanjutkan.

"Hmm, benar juga. Saya setuju" kata Pak Soleh.

"Terus yang jagain gue siapa?" tanya Kintan.

"Gue aja. Nanti setelah Pak Soleh izin ke toilet gue juga pergi izin ke toilet. Biar gue jaga-jaga kalo nanti Kak Gibran apa-apain lo" kata Franda.

"Kali ini juga sama. Handphone kalian harus tetap aktif. Malam ini kita save semua nomor-nomor. Saya jug akan berikan nomor Pak Barjo ke kalian" kata Om Rahmat.

Kami semua mengangguk.

"Nanti, Kintan pancing emosi Kak Gibran. Setelah Kak Gibran berhasil terpancing. Baru kita bertindak. Begitu pula Pak Soleh ke si hoodie itu" kata Neska.

"Setelah semua berjalan, saya akan bunyikan bel kebakaran. Agar semua berkumpul di gedung pertemuan" kata Om Rahmat.

"Sekarang kalian semua istirahat. Berdoa supaya diberi kelancaran dan perlindungan" kata Om Rahmat lagi.

Kami mengangguk dengan jantung berdebar.
Apalagi Pak Soleh yang kematiannya sedang ada diujung tanduk.

Semoga tidak terjadi sesuatu pada kami semua.

Anonymous Letter ✔ endHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin