3. Citra Valerie

83 12 0
                                    

"Sialan, sakit juga nih pipi." ucap Aksen memegangi pipinya yang membiru di sepanjang koridor.

Sembari menuju kelasnya, ia masih memikirkan ucapan Semesta tadi.
Menjadi 7Rich? Cih, tidak!

Semesta Mandaja Hans

Dari awal masuk pendaftaran ia sudah bermusuhan dengannya. Teman-temannya sampai malas melihat keributan mereka.

Sebenarnya Semesta  yang selalu memancing amarahnya. Apa alasannya? Entah. Aksen belum berhasil menemukannya.

Ceklek

Aksen membuka pintu kelasnya. Semua arah pandangan seisi kelas menuju ke arahnya. Ia memasuki kelas dengan santai.

" Sudah diobati Sen?" tanya Pak Soleh guru sejarah.

"Sudah, saya boleh duduk?" tanya Aksen.

"Silahkan. Jangan diulang lagi ya Sen, Semesta juga" kata Pak Soleh memperingati.

"Iya" jawab Aksen singkat.

"Halah Pak, paling dua hari bonyok lagi mereka" ledek Wiliam.

"Hahahha" tawa seisi kelas.

"Sudah, sudah mari lanjutkan" kata Pak Soleh.

"Aaaaaaaaaaaa"

Terdengar suara perempuan berteriak nyaring sekali. Setelahnya, beberapa murid kelas lain berlarian di koridor.

"Apaan noh?" tanya Wiliam sontak keluar kelas tanpa izin Pak Soleh. Jeff, Pak Soleh dan anak kelas lainnya ikut menyusul, begitu pula Aksen.

Rupanya keributan itu berasal dari taman sekolah.
Terlihat sudah ramai dan banyak kerumunan murid maupun guru berdesakan disana.

"Wil, apaan wil?" tanya Jeff terengah-engah.

Sedangkan Wiliam yang ditanya hanya diam mematung menatap depan. Lebih tepatnya pada arah yang kerumuni.

"Wil, jawab!" bentak Aksen menyadarkan Wiliam. Karena Jeff dan Aksen terhalang oleh orang lain, hanya Wiliam yang dapat melihat kerumunan itu.

Wiliam mengangkat tangan kanannya bergetar dan mengacungkan jari telunjuknya perlahan.

Pertanyaan semakin muncul di benak Aksen dan Jeff saat melihat setetes air mata lolos dari pelupuk mata Wiliam.

Jeff tak sabar lalu menggeser tubuh Wiliam ke samping, dia dan Aksen menggenggam tangan Wiliam mencoba menyeruak kerumunan itu.

Damn! Apa lagi ini!?

Rumput hias di taman yang sehari-hari mereka lihat berwarna hijau segar, kini berubah menjadi merah darah.

Kursi taman tempat siswa-siswi duduk bersantai, kini sebagai tempat mengembuskan nafas terakhirnya.

Apa-apaan ini! Kepalanya pecah terbalik, seluruh rambut lebatnya lepek karena darahnya sendiri. Pisau itu! Siapa yang berani menancapkannya.

"Kamu tenang dulu, saya tanya bagaimana kamu melihat kronologi kejadian ini!?" tanya Bu Vinka, guru BK kami pada salah satu siswa yang diduga sebagai saksi.

Aksen,Wiliam dan Jeff masih mematung disana, menunggu jawaban dari kesaksian siswa  tadi.

"Gu-gue, eh sa-saya tadi mau ke toilet bu, tapi ke toliet deket koperasi. Otomatis saya lewat taman biar lebih deket. Saya denger perempuan teriak, saya cari ternyata dari lab komputer atas. Ada dua orang bu, tapi saya liat samar-samar." ucap siswi itu mulai bercerita.

"Kejadiannya cepet bu, tiba-tiba ada yang jatuh dari atas, ke-kepalanya kebentur kursi taman ini bu. Saya kaget waktu ada pisau nancap juga" ucap siswa itu.

Anonymous Letter ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang