12. Bantuan Kepsek

49 11 0
                                    

Kami semua sedang menunggu di ruangan Om Rahmat atau Pak Rahmat, kepsek kami.
Jam pelajaran sudah berakhir lima belas menit yang lalu. Kami masih menunggu Om Rahmat yang sedang rapat bersama guru.

Disini setiap pulang sekolah akan diadakan rapat bagi guru. Setiap hari.
Membahas apa? Entahlah. Tidak ingin tau juga.

"Aduh maaf ya menunggu lama" ucap Om Rahmat langsung duduk di kursinya.

"Ngga papa Pak" ucap kami.

"Ada apa ini? Rame-rame sekali? Loh tumben ada Semesta" ucap Om Rahmat terkejut.

"Hehe iya Pak" jawab Semesta seadanya.

"Jadi maksud kami semua kemari karena ada hal yang harus kami bicarakan dengan Bapak" ucap Jeff memulai, secara dia kan ketua osis jadi sudah pandai basa-basi.

"Jeff, sudah jam pulang. Bicara santai saja , sebagai Ayah Putra" kata Om Rahmat.

Hah! Lega kami. Setidaknya ruangan sedikit tidak tegang.

"Jadi begini" Jeff mulai menceritakan semuanya secara rinci.
Tak ada yang di tutupi sama sekali.

Om Rahmat sempat menyela dan mengatakan kepada kami itu hanya omong kosong. Namun, lagi-lagi dia kalah dengan bukti yang berhasil kami bawa.

Dua surat dari Anonymous milik Zaron dan Semesta, juga foto tulisan darah di rooftop dan foto Kak Gibran.

"Apa-apaan semua ini" ucapnya terdengar kelu.

"Kalian, kenapa bisa kalian mendapatkan semua ini. Zaron, Semesta, jelaskan kepada saya" pinta Om Rahmat.

"Persis seperti yang dikatakan Jeff Om. Kami tidak bohong sama sekali. Om bisa cek rekaman cctv" kata Zaron.

Om Rahmat memijat pangkal hidungnya sembari melepas kaca matanya.

"Om, om ngga papa kan?"  tanya Aksen khawatir.

"Ngga papa Sen. Om masih tidak menyangka semuanya akan jadi serumit ini" ucapnya.

"Pak, saya boleh tanya?" tanya Semesta.

"Iya silahkan" jawab Om Rahmat.

"Apa selain Bapak ada lagi yang memegang seluruh kunci loker siswa?" tanya Semesta.

Ya, kami semua juga menanyakan hal itu dalam hati.

"Hmm. Ada, Pak Barjo" jawab Om Rahmat.

"Tukang kebun itu" ucap Wiliam.

"Yaa. Hanya saya dan dia yang pegang" jawab Om Rahmat.

"Sepertinya misi kalian bukan hanya melibatkan saya saja. Pak Barjo juga terlibat. Apa kalian bersedia melibatkan dia?" tanya Om Rahmat.

Kami menimbang-nimbang, bertambah lagi orang yang mengetahui masalah ini.

"Kalian jangan takut, dia orang kepercayaan saya. Dia juga sudah lama sekali menjaga sekolah ini, jadi mungkin dia bisa membantu kita" kata Om Rahmat.

Alhasil, kami menyetujuinya.

Sebelumnya memang kami sudah membicarakan misi kami, yaitu Pencarian mayat korban ketiga.

"Jadi kapan misi ini berjalan?" tanya Om Rahmat.

"Lebih cepat lebih baik om" ucap Aksen.

"Yaudah. Saya putuskan MALAM INI." ucapnya.

Jantung kami hampir terpelas dari serambi dan biliknya. Kami semua saling bertatapan.
Kami tak akan menyangkal jika kami semua takut. Sangat takut!

"Kalian kesini jam 8 malam. Pakai pakaian hitam atau apapun yang bisa menutupi identitas kalian dari cctv, karena jika saya mematikan cctv, guru operator akan curiga. Setelah ini saya akan berbicara dengan Pak Barjo. Kalian pulang, sudah sore. " terang Om Rahmat.

Kami setuju dengan usulannya.
Kami segera pulang ke rumah dengan hati berdebar. Ini lebih menyeramkan dari ulangan Biologi.

Anonymous Letter ✔ endNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ