45 | anti downgrade-downgrade club

Start from the beginning
                                    

Kemudian mengeluarkan ponsel dari saku, mengetik pesan untuk Rachel.


Zane Abram
Nanti bawain Americano
sekalian.


~


"Kenape, tuh?" Karen keluar dari pantry sambil menenteng setoples keripik. Mukanya penuh selidik, mirip presenter gosip di salah satu acara infotainment.

"Kangen ama calon istri kedua." Timothy menjawab asal, masih kesal.

Dia oke saja ditegur oleh bos, asal dianya memang bersalah. Tapi kalau ditegur cuma karena modus si bos, please deh, pengen nabok mukanya pakek parut!

Karen ngakak. "Maruk. Rachel ditempel, Sabrina nggak boleh jauh. Gue doain lolos dua-duanya, biar jadi bujang lapuk tuh si Zane!"

Timothy ikut ngakak jahat. "Sumpah, gue penasaran Sabrina dikurung di kamarnya dua minggu gimana, ya? Sebentar aja gue udah pengen makan jus melon, takut tensi gue makin naik."

Karen segera menghentikan tawanya saat dilihatnya Rachel sedang melirik ke dalam kantor mereka dari tempat duduknya.

"Ntar lah gue bujuk-bujuk si Juned biar mau cerita," katanya kemudian dengan suara pelan.


~


Sabrina tiba di kantor pukul dua lewat diantar Bimo. Bimo pula yang membantu membawakan kardus-kardus berisi block note dan goodie bag ke lobby kantor.

Timothy yang pilih sok sibuk di mejanya cuma memperhatikan sampai Bimo pamit.

"Siape tuh? Jangan bilamg klien lo seganteng dan sebaik itu?" tanyanya sambil bangkit dari kursi begitu dilihatnya mobil Bimo bergerak meninggalkan halaman. "Sayang udah taken. Udah mau kawin, malah."

Sabrina tersenyum miring. "Fyi, dia bukan Bang Faiz, dan dia belum taken. Masih available."

"Bagus, lah, gebet sono. Biar Zane kampret nggak bisa coba-coba gangguin lo."

"That's the plan."

"Pinter. Seneng gue punya temen kayak lo." Timothy ngakak jahat lagi.

Tak lama kemudian Karen turun membawa stoples kosong.

"Gilaaak, akhirnya dateng juga lo! Di atas hampa banget, kayak hatinya Zane."

Timothy dan Sabrina cuma berjengit jijik.

"Lo buruan setor muka ke paduka raja, deh. Kayaknya doi udah kangen berat. Timbang mau nyuruh lo cepet balik aja, pake ngomong sengak ke Timothy."

"Stress lo!" Sabrina makin jijik.

"Ciyus. Korbannya masih idup tuh, tanyain aja."

Timothy berlagak mau muntah dan segera mendorong bahu Sabrina ke arah tangga. "Buruan samperin, dan pastiin dia tersiksa ngelihat muka lo. Gue sama Karen mau ngegosipin gebetan baru lo dulu!"

"Jangan lupa tekankan bahwa dia seganteng Dylam Sprouse." Sabrina menambahkan.

Timothy mengiyakan biar itu cewek cepat pergi.


~


Sabrina mengetuk pintu Zane tiga kali dan segera menjulurkan mukanya ke dalam.

Zane sedang sok sibuk membaca-baca sesuatu di PC.

"Paduka nyari hamba? Ada apa?" tanya Sabrina kalem. Dia sudah bertekad tidak akan membuat keributan. Biarlah Zane bermain-main sepuasnya dengan Rachel tercintanya. Sabrina sudah memutuskan ganti haluan.

Lagian bisa abis dibully Akmal kalau sampai dia benar-benar jadi bucin pada Zane setelah memutuskan Bimo. Kayak nggak ada cowok lain aja!

Menyukai dua cowok satu geng itu nista banget! Apalagi kalau cowok kedua downgrade!

Zane mengalihkan pandangan dari layar PC.

"Lo sama Gusti gue rolling. Lo yang bantuin Timothy, Gusti ke tempat si Akmal."

Sabrina menaikkan kedua alis tinggi-tinggi.

Dia tahu Zane menyebalkan. Tapi nggak soal kerjaan juga kali! "Cewek sama cewek gitu timnya?" tanyanya, sinis.

Zane ikut menaikkan alis. "Nggak mampu?"

Sabrina kontan mendengus. Itu pertanyaan paling tidak sensitif di kupingnya sejak zaman aktif di BEM Universitas dulu. "Mampu, lah."

"Oke. Beresin semuanya ntar malem. Biar besok nggak kelimpungan."

"Nggak perlu didikte. Biasanya juga gitu. H-2 udah beres semua."

Sabrina membanting pintu dengan kesal, kemudian menyeret kakinya yang jadi makin sakit berjalan menuruni tangga.

Kayaknya cuti sakit enak, nih, batinnya, tapi segera diralat.

Kasihan Timothy kalau nggak ada yang bantuin.



... to be continued


Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now