16.2 :: (Remember) Areum

Mulai dari awal
                                    

”Nunggu apa lagi sih, ra?”

”Nunggu tanggal baik hari bagus, Areum,” ujar Yura asal.

”Hah, ngarang aja lo!” seruduk Areum dengan tampang cemberut.

”Areum...” ujar yura beberapa menit kemudian.

Hmmm?

”lo sama Chenle... nggak pacaran, kan?”

Areum menangkap perasaan waswas dalam pertanyaan Yura itu. Bibir Areum tersenyum.

Ah. Chenle. Chenle. Chenle.

Dia itu... Areum dalam bentuk cowok. Kayak angin, yang terus bergerak dan berputar dan bikin rambut berkibar-kibar. Dia menyeret Areum ke segala penjuru, dengan segala daya pikatnya, pemberontakannya, kenakalannya, kegelisahannya, dan emosinya yang kerap meletup-letup.

Sejak pesta Hana tempo hari, Chenle terus mengejar dan memburu Areum ke mana saja. Setiap kali Areum muncul di rumah. Renjun, dia selalu muncul di sana juga, mengajak nya ke berbagai tempat lain, atau memaksa menjemput dan mengantarnya pulang.

Meskipun ini bukan pertama kalinya ada cowok yang naksir Areum, belum pernah ada cowok yang membuat Areum merasa seperti ini. Dipuja. Diinginkan. Dianggap paling istimewa. Perasaan ini bikin Areum melayang-layang dan kepingin terus tersenyum. Apalagi Chenle jenis cowok yang nggak pernah segan memuji.

”Kamu cantik, Areum.”

”Pakai baju yang kemarin lagi dong, kamu kelihatan tambah imut dan manis. Aku suka lihatnya Areum tahu wajahnya nggak jelek, tapi dipuji kayak gitu kan menyenangkan...

”Kok nanya begitu?” Areum akhirnya balas bertanya.

Yura berbaring telungkup, kedua tangannya menyangga dagu. ”Pertama, sejak pesta si hana itu kalian berdua 'aku-kamu' an gitu. Kedua, kalian sering banget pergi berduaan. Ketiga, setiap kali kamu denger nama Chenle, kayak barusan tadi itu, kamu langsung tersenyum maniiiis Banget.”  Areum cuma bisa ketawa pelan.

”Areum...”

Areum bangkit dan duduk bersila di hadapan Yura Matanya berkilat-kilat dan wajahnya cerah. ”Gue belun; tahu ada apa antara gue sama dia. Tapi... ”

”lo suka sama dia? Lo sayang?” selidik Yura hati-hati.

Areum menghela napas. Sekelebat bayangan Renjun yang menatap tajam saat Chenle datang ke rumahnya untuk menemui Areum sekonyong-konyong muncul di benak Areum. Dipandanginya Yura.

” Gue belum yakin. Dia bikin gue seneng aja. Gue belum pernah ketemu orang kayak dia... Kenapa sih?!”

”Nggak...” Yura mengelak.

”Woi, Ra! Ada apa?” desak Areum.

”Denger-denger dia suka bolos...”

”Semua orang juga pernah bolos kan. Itu nggak bikin mereka jadi jahat,” sela Areum.

Tahu-tahu dia merasa geli sendiri, karena tadi waktu jam istirahat pertama dia melihat Chenle dijemur di tengah lapangan karena ketahuan membolos kemarin. Tampangnya konyol banget waktu melihat Areum lewat di koridor di dekat situ.

”Beliin teh botol dingin dong, Areum! Bentar lagi aku bisa mati nih!” ujarnya memelas.

”Ntar aku kena skors gara-gara ketahuan bantuin napi,” sahut Areum asal.

”Huuu! Nggak sayang nih sama aku! Ayo doong… beliin. Haus niiih...” Chenle terus merengek, sampai akhir' nya Areum nekat ke kantin dan membelikan seplastik teh botol yang diselundupkannya ke tangan Chenle setelah celingukan ke kanan-kiri.

”Dia emang aneh, gue akuin. Bolos cuma karena iseng. Tapi dia nggak jahat,” tandas Areum kepada Yura.

”...dan ikut party'party kelas atas yang gila gilaan itu. Dia pernah cerita kenapa dia pindah kemari padahal ting' gal satu semester sebelum lulus-lulusan?”

Areum tercenung. Belum. Mereka nggak pernah ngomong serius, karena obrolan mereka isinya cuma segala sesuatu yang konyol dan nggak penting.

”Coba kamu tanya. Atau kamu lihat deh dia gimana. Janji kamu nggak terbuai cuma gara-gara dia bisa bikin kamu terbang ke pelukan langit ya, ,” ucap Yura. Ditatapnya wajah Areum dengan serius.

”Jangan bikin kesalahan yang sama seperti yang selama ini kamu lakukan dengan mantan-mantan cowokmu itu,. Ntar nyungsep lagi...”

Tapi janji tinggal janji bulan madu hanya mimpi... karena setiap kali si angin ribut datang seperti anak kecil dengan balon matahari dan rencana-rencana gila penuh petualangan, Areum selalu silau dan lupa pada janjinya.

Dia langsung terseret masuk ke dalam pusat keributan itu, pusat yang membuainya, yang membuatnya lupa berpikir, membuat dadanya membuncah entah oleh apa.

Puzzle Love | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang