Jaemin
Ok. Di koridor lab ya. Biar sepi.
Read

Bahkan waktu chatting mereka selese, Seoyun masih aja mengerutkan kening. Pertama, dia nggak bener-bener kenal cowok yang namanya Jaemin ini. Murni cuma temen di Line. Nggak pernah kopdar kecuali dadah-dadahan berhadiah pelototon Hana, Hyeon dan Sojun.

Dia menatap nyalang dalam kegelapan. Ketika sendirian dengan dirinya seperti sekarang ini, Seoyun harus mengakui, dia kehilangan si pengirim Chat karbitan itu. Dan ya, dia mulai menyukai perasaan-perasaan yang diterbitkan Chat itu.

Pikirannya berhenti berdesing. Diam. Namun waspada seolah tahu apa yang bakal muncul setelahnya kebenaran. Suara hati kecilnya. Yang kerap mengingatkan Seoyun pada janjinya.

Sebelum ini, Seoyun nggak pernah menyesal bikin janji itu pada Eomma dan Appa. Dia bahkan nggak pernah menganggap janjinya sebagai beban, meskipun saat itu dia terpaksa melepaskan Winwin, cowok pertamanya. Cinta monyetnya dulu.

”Kami berdua hanya ingin kamu janji satu hal, Seoyun. Jangan membuka hati kepada anak laki-laki, setidaknya sampai usiamu matang. Sampai kamu selesai studi. Sampai kamu siap. Tidak perlu bergaul dengan mereka. Jauhi dulu. Itu saja. Maukah kamu berjanji?” Papa berkata hampir empat tahun yang lalu.

Waktu itu Seoyun baru duduk di kelas tujuh. Dia menatap wajah ayahnya yang sarat kesedihan. Papa balas menatapnya, dan mungkin dia juga menemukan kesedihan di wajah Seoyun

Mungkin bagi sebagian orang cerita SMA tanpa bucin itu gk indah. Tapi, Seoyun mengakui itu.

Dirinya harus disibukan dengan pelajaran.
Dia tak bisa melawan kedua orang tua nya, baginya mereka adalah segalanya. Dia sudah janji.

Seoyun menarik napas dalam-dalam.

Tapi... mengapa sekarang janji itu terasa seperti beban? Mengapa sekarang janji itu seolah memisahkan diri darinya, atau tepatnya, mengapa sekarang dia seolah memisahkan diri dari janji itu? Seolah janji itu nggak lagi satu pikiran, satu tujuan, satu hati dengan dirinya?

Seoyun sungguh nggak ngerti. Dan tersiksa. Hati Seoyun untuk memegang janjinya tak sekuat dulu. Ah, sedahsyat itukah dampak chat gelap? Ironis!

Sekali lagi dia menghela napas dalam-dalam, lalu menjauh dari jendela dan kembali ke tempat tidurnya. Seoyun tahu dia harus mengambil keputusan tegas. Demi kebaikannya sendiri.

Tadi pagi Seoyun terbangun dengan tubuh dan pikiran lelah. Dan konyol banget kalau dia sampai terpengaruh dan sedih hanya karena Chat itu nggak muncul. Apalagi terus sampai nggak bisa belajar.

****


”Gimana cuaca hari ini, Seoyun yang cantik menawan?” ujar Areum sambil menepuk bahu Seoyun dari belakang, membuat Seoyun terkejut bukan buatan.

”Jelek. Hari ini ada ulangan fisika, dan gue nggak bisa belajar karena otak gue bolong-bolong kayak saringan, rusak mikirin chat yang nggak jelas juntrungannya.”

”Halah! Nggak usah kelewat galak sama diri sendiri gitu ah! Kalo aku yang dapet Chat so sweet kayak Lo gitu, gue juga pasti serasa melayang-layang. Wajar, tahu! Terus?”

”Sekarang gue mau ke Jaemin dulu. Belajar.”

”Jaemin yang mana? Emangnya kita kenal cowok yang namanya Jaemin?”

”Ada. Anak kelas dua belas. Tutor B-M juga,” sahut Seoyun.

”Nggak mau ke Renjun aja? Gue anterin deh.”

” Buat gue mendingan ngadepin playboy daripada robot, Reum. Paling nggak gue udah tahu cara ngadepin playboy,  jangan percaya sepatah kata pun omongan mereka. Plus jangan ge-er kalo mereka kayaknya istimewain kita, karena mereka juga bersikap kayak begitu sama cewek cewek lain,” ujar Seoyun seraya melangkah menjauh.

”Mission kita gimana? Kapan mau dimulai?” teriak Areum.

Kemarin siang dia sempat ngingetin Seoyun untuk mulai mencari si pengirim chat gelap. Tadinya Areum ngira Seoyun bakal ngasih lampu hijau.

Tapi sekarang Seoyun hanya mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi lalu menggerak-gerakkannya ke kanan dan kiri tanpa menoleh. .

YAH! BATAL!

Areum mengangkat bahu. Ya udah.

”Reum! Ngapain bengong pagi-pagi? Atau main detektif detektifannya udah dimulai nih?” sapa Yura sambil ggunyah roti. Tadi dia nggak sempat makan di rumah.

Lagi musim ulangan, jadi terpaksa cepet-cepet ke sekolah biar bisa ngintip buku lagi.

”lo nggak ada ulangan?” tanya Yura seraya berjalan mundur.

”Udah sakti gue sekarang. Nggak usah pake jungkirbalik belajar di kelas pagi-pagi! Bhuahahahaha!” ujar Areum, 

Dia berhenti begitu berasa ada yang menohok bahunya dengan telunjuk.

Areum berbalik. Lalu memandang cowok jangkung di depannya dengan penuh tanda tanya.

”Lo siapa?”

”Jaemin. Liat Seoyun?” tanyanya.

”Udah dari tadi dia nyariin lo.”

”Boleh pinjem HP? HP gue ngadat,” kata cowok itu.

Jaemin mengangguk. ”Bentar ya,” ujarnya, lalu mulai merogoh-rogoh ransel.

Hhh, ke mana nyelipnya sih itu HP? Akhirnya ditunggingkannya ranselnya sampai semua isinya berserakan di lantai koridor. Jaemin sampai syok menyaksikan tingkah cewek itu. Aneh.

”Nih,” ujar Areum.

Cowok itu segera sibuk mencet-mencet. Terus, ”Seoyun ini Jaemin. Lo di mana?” Mendengarkan sebentar.

”Ya. Bentar. Gue ke situ.” Terus dia mengembalikan HP itu ke Areum.

”Makasih ya. Areum, kan?” ujarnya sambil tersenyum basa-basi, lalu pergi setelah Areum mengangguk sekali.

Cowok. Yang. Sungguh. Aneh. Ganteng. Tapi. Aneh.

Dan cowok aneh itu hafal nomor Seoyun!

Seoyun mulai menyesali keputusannya meminta bantuan Jaemin buat ngajarin fisika ketika tahu-tahu HP-nya berbunyi. Areum. Tapi anehnya malah suara cowok yang terdengar menyebut namanya.

Jaemin?

”Kok pake HP Areum?”

Jaemin menjelaskan sebentar. Seoyun tersenyum. Berarti sangkaannya semula tentang cowok itu keliru. Kirain si Jaemin ini model yang janji surga begitu. Mulut bilang ya, tapi nggak pake tindakan. Biasanya cowok-cowok cakep suka begitu tuh. Susah dipegang omongannya.

Tapi harus Seoyun akui, dia nggak percaya juga sama kenekatannya sendiri: menerima tawaran bantuan cowok itu. Tapi akhir-akhir ini logikanya memang lagi error: Pertama, kecanduan Chat. Kedua, tanpa pikir panjang mengiyakan tawaran cowok yang nyaris asing untuk belajar bareng.

Ck. Habis ini apa lagi yang akan dilakukannya? Minta dicomblangin entah sama siapa?

Tapi mau gimana lagi? Semalam dia benar benar putus asa karena ada beberapa soal yang udah dikotak-katik, dibolak-balik, ditunggingin, ditelentangin, tapi nggak bisa juga dia pecahin. Padahal hari ini ada ulangan.

”Seoyun?” sebuah suara menyentakkan Seoyun dari lamunannya.

Dia tersenyum. Canggung. Tapi tersenyum. ”Jaemin? Sori, ngerepotin elo begini. Gue...”

Wajah tampan itu balas tersenyum menenangkan seraya duduk di sebelah Seoyun di depan lab Kimia. ”Nggak pa-pa. Ayo, yang mana yang nggak ngerti. Masih ada setengah jam sebelum bel masuk.”

Seoyun menunjukkan tiga soal yang membuat hidupnya nyaris kiamat semalam.

Perlahan-lahan Seoyun seperti mendapatkan kembali dirinya yang dikenalnya selama ini: tenang, fokus, dan percaya diri.

Puzzle Love | ENDWhere stories live. Discover now