3.7 || Pertemuan

828 89 3
                                    

Jangan lupa menyalakan lagunya....

=====================================

Malam itu keduanya sedang berada di rumah Senja. Setelah meninggalkan Dewi di rumah sepupunya, Fana menemani Senja di rumah gadis itu. Senja meringkuk dalam dekapan Fana.

Ditatapnya Fana sendu. "Fana, ini udah hampir satu minggu sejak Papa hilang dan kita sama sekali belum nemuin Papa di mana. Gue takut Papa kenapa-kenapa."

"Ini out of topic, tapi Fana gak seneng nih denger Senja mulai pake lo-gue gini. Biasanya manggil nama jugaan."

"Fana ... Senja gak pingin bercanda nih, udah lama banget Papa hilang. Dan Bima juga kata Fana sejak tadi sore gak bisa dihubungin," Netra Senja menatap lekat Fana, "mereka semua gak bakalan kenapa-kenapa kan?"

Fana mengerutkan dahi. "Kenapa Senja mikir kalo Bima kenapa-kenapa?"

"Gak tau, Fana. Firasat Senja gak enak banget."

"Emangnya Senja lagi mikirin apa selain Papa?"

"Fana, Eltra, Gara, Bima, semuanya..." Senja terdiam.

Fana merogoh ponselnya. Ponselnya tersambung menghubungi Eltra, namun sampai dua kali sambungan, belum ada jawaban dari Eltra. Lalu Fana beralih menelpon Gara, mungkin saja temannya itu sedang sibuk.

Dua-duanya tidak menjawab. Seketika saat itu, firasat Fana juga sama seperti Senja.

Belum pernah dua manusia itu tidak bersama ponsel mereka sedetik saja.

"Kenapa, Fana? Mereka gak ngangkat teleponnya?" tanya Senja, gadis itu menegakkan tubuhnya.

Fana menggeleng, berusaha tidak terlihat panik. "Mungkin lagi pada mandi."

"Kompakan banget mandi jam segini."

"Ya, mungkin mereka baik-baik aja," ucapnya lirih.

Fana mengecek lokasi keduanya yang terpasang di ponsel Fana. Keduanya masih berada di markas Bima, mungkin mereka masih sibuk mengurus sesuatu.

Mungkin juga ada hal lain, Fana.

"Fana..."

Lelaki itu langsung tersadar, diusapnya rambut gadisnya perlahan. "Kenapa, Nja?"

"Semoga semua firasat Senja ini gak bener."

"Ya ... Fana juga gak mau kalau Eltra, Gara, Bima, semuanya kenapa-kenapa. Jadi—"

"Bukan itu."

Gadis itu memandangi Fana lama sekali. Kemudian digenggam erat tangan Fana.

"Dari dulu firasat Senja gak pernah melenceng, semoga kali ini cuma ngerasa aneh aja."

"Firasat Senja soal?"

Gadis itu menunduk. "Fana bakalan ninggalin Senja."

Seketika Fana menatap gadis itu lekat. "Ngapain sih mikirin kayak gitu? Senja, dengerin Fana ya. Fana gak mungkin ninggalin Senja. Kenapa Fana harus ninggalin Senja kalau Fana segitu terikatnya sama Senja?"

"Itu firasat Senja, Fanathan! Senja juga berharap firasat itu gak bener! Senja juga gak mau kalo Fana ninggalin Senja!"

Fana menenangkan pikirannya. "Alasan Fana ninggalin Senja apa?!"

Gadis itu berkaca-kaca. "Fana hilang dari semesta! Fana gak ada dipandangan Senja lagi! Fana gak bisa terlihat sama Senja bahkan di ujung dunia sekalipun!"

"Maksudnya?!"

"Fana musnah. Fana jadi debu! Fana selamanya jadi ilusi buat Senja!"

— Ruang Rindu —

Ruang Rindu [Completed]Where stories live. Discover now