0.1 || Melawan

12.3K 535 10
                                    

"Lo bagian basket aja deh, Ja."

Gadis yang merasa namanya disebut itu langsung mendongak. Mengernyitkan dahi. "Gue? Sendirian?"

"Sama Nalda berdua, full ngawasin satu minggu. Lo dapet dispen penuh, jadi gak udah khawatir."

Gadis itu mengangguk. Lalu tersenyum senang, di dalam hati ia bergumam, "Yes! Dapet lihat cogan!"

"Langsung habis ini cari pelatihnya. Bilang kalau lo berdua yang ngurusin basket," ujar Wira selaku ketua osis yang menjabat di SMA Harapan Nusantara.

Gadis itu mengangguk dan ia langsung berlari keluar bersama Nalda untuk menemui pelatih basket yang tidak kalah tampan dengan cowo-cowo basket sendiri.

"Akhirnya kita bagian enak! Gila gak lo, satu minggu cuy!" teriak Nalda yang begitu bersemangat mengekspresikan perasaannya itu.

"Iya astaga! Gue cinta banget sama Wira jadinya..."

Nalda berhenti melangkah. "Senja, gak boleh ada rasa suka antara anggota dalam organisasi."

Senja menoleh. Ia mengernyitkan dahi. "Terus? Dulu gue sama Regha pernah deket lagi kan waktu udah masuk osis?"

"Iya gue tahu, cuma... ya udah deh, terserah lo."

Senja menggelengkan kepalanya sambil menatap punggung Nalda yang mulai menjauh. Gadis itu terkekeh pelan. "Lagian gue gak suka sama Wira kali."

— Ruang Rindu — 

"Ayoo dong yang semangat latihannya! Sebentar lagi akan mulai pertandingannya!" teriak seorang pria paruh baya dengan nada yang cukup tegas.

Sementara para lelaki yang sibuk membenarkan tali sepatu mereka itu langsung bangkit. Mereka seperti entah berantah berlari dalam hitungan kesekian kalinya.

Matahari yang terik itu seolah sudah menjadi teman bermain bagi para anggota tim basket. Mereka selalu berlatih siang dan malam menjelang pertandingan.

Lalu instruksi dari pelatih mereka, Devo, membuat mereka berhenti berlari. "Sekarang kalian main one by one!"

"Nathan!"

Lelaki yang merasa terpanggil itu langsung menoleh. "Yes? What?"

"Sana main sama Radha!"

Lelaki yang dipanggil Nathan itu langsung mengangguk dan menatap tajam Radha yang akan diajaknya bertanding.

Lelaki yang sudah berlari menghampiri Radha, menghentikan langkahnya dan berlari lagi menuju Devo. Sementara pelatihnya itu langsung berkacak pinggang.

"Iya, Kak Devo tahu kalau lo lebih suka dipanggil Fana daripada Nathan. Tapi bagusan Nathan!"

Fana menyengir. Sudah sekian kalinya hal itu menjadi permasalahan baginya. Seenaknya saja mengubah nama panggilan orang. Kata bunda, tidak boleh seperti itu.

"Ya sip."

Devo menggelengkan kepalanya. Lelaki barusan itu salah satu jagoannya dalam tim basket inti. Fanathan namanya. Bundanya memanggil Fana, tetapi oleh teman sekolahnya lebih sering dipanggil Nathan.

Katanya lebih ada kharismanya. Padahal sama saja sebenarnya.

"Nath! Cepet dribble bolanya!" Teriakan Radha membuat Fana tersadar. Lalu ia langsung saja memainkan bola basket itu dengan lincah, dan dalam sekejap ia mencetak sepuluh poin.

Memang, tidak salah Devo menjagokan Fana.

"Permisi, Kak..."

Suara itu membuat Devo yang sedang fokus memerhatikan Radha dan Fana bermain langsung menoleh. Ia melihat seorang gadis cantik dengan mata yang dilapisi kacamata itu.

"Iya? Ada perlu apa?"

"Perkenalkan, saya Senja, saya mau menyampaikan kalau perwakilan dari osis yang akan mengawasi pertandingan basket adalah saya dan teman saya, Nalda."

Senja menunjuk Nalda yang berdiri di sampingnya.

Devo mengangguk pelan. "Oke, besok setelah pulang sekolah, kalian ke lapangan ini, saya akan ajak melihat jadwal pertandingan dan kebutuhan apa saja yang diperlukan."

Senja mengangguk dan dengan sopan ia membungkukkan badan sebelum pergi.

Setelah kedua gadis itu melenggang, Fana menghampiri Devo dengan raut wajah kebingungan. "Siapa tuh cewe?"

"Anak osis, yang bakalan ngawasin lo semua waktu tanding."

Pandangan Fana tertuju kepada punggung gadis yang berjalan di sebelah kiri yang masih bisa terlihat sebelum akhirnya menghilang setelah berbelok di koridor.

Sementara itu, Devo mengikuti arah pandang Fana, ia tersenyum. "Cantik ya, Nath?"

"Mana kelihatan! Orang ngelihat punggung doang!" sahut Fana keras.

"Ya ya ya, sekarang lo sama yang lain boleh bubar. Besok latihan seperti biasa di sini."

Fana mengangguk dan ia langsung menyampaikan kabar biasa itu ke teman-temannya yang sepertinya sudah terlihat tidak bernyawa.

Pikiran Fana masih tertuju kepada gadis yang tadi datang itu, caranya berjalan membuat Fana tersenyum tipis tadi.

Lucu melihatnya dari belakang.

Teman-temannya yang sudah pergi pulang meninggalkan Fana sendirian di lapangan. Lelaki itu menengadahkan kepalanya, melihat matahari yang sudah mulai berwarna kemerahan.

Fana kembali menundukkan kepalanya. "Ini saatnya gue berusaha melawan."

***

Hai, semuanya!

Me miss you banget:( Sudah hampir empat bulan menghilang dan kembali dengan cerita baru. Astungkara berjalan dengan lancar. Dan maaf baru bisa di publish sekarang, karena sibuknya minta ampunn banget😭

Kali ini, Kei buat cerita yang semoga kalian bisa nikmati. Jangan lupa terus vote dan komentarnya, ya!❤️❤️ Dan hehe Kei belum ketemu nih visualnya.. ada saran gak?😂

Ya udah, segitu aja. Jangan lupa belajar kalau besok ada ulangan.

Salam sayang, Kei.

Denpasar, 14 November 2018.
(6.09 PM)

Ruang Rindu [Completed]Where stories live. Discover now