3.3 || Penyadap dan Tangki

1.2K 125 5
                                    

"Gue yakin dia ada di sini. Gue yakin dia tau kita ada di tempat itu."

Eltra bangkit dari tempat duduknya. "Nath, gak ada siapa-siapa di sini. Gak ada suara apa-apa kayak lo bilang. Mungkin itu halusinasi lo aja."

Fana terdiam. Ia yakin itu bukan halusinasinya. Ia yakin pria itu ada di sini. Lelaki itu yakin pria itu mengikuti mereka. Namun, sesaat berikutnya Fana tersadar. Senja belum sampai di rumah sakit ini.

"Bim, Gar, Senja manaa?!" tanyanya dengan panik. "Masih di jalan katanya, macet hari ini," sahut Gara.

Biarpun Gara mengatakan hal itu, perasaan Fana tetap resah. Ia merasa panik, padahal tidak tahu penyebabnya. Lelaki itu merasa memang pria itu ada di sekitarnya, dan salah satu kemungkinan yang sangat mungkin terjadi detik ini adalah...

"Bim, lacak ponsel Senja sekarang!!"

Bima kebingungan. "Ngapain? Kita di sini harus nunggu hasil dari kepolisian, identifikasi jasadnya belum dikeluarin. Setelah jasadnya diidentifikasi, gue bakal cari tau apa hubungannya dia sama orang itu. Gue yakin gue bis—"

"Lacak ponselnya Senja sekarang, Bima!!" teriak Fana sekali lagi yang membuat ketiga orang di ruangan itu langsung terlonjak kaget. "Firasat gue bener-bener gak enak!"

"Turutin Bim, gue juga ngerasa ada firasat aneh," sahut Eltra yang akhirnya mendukung perkataan Fana. "Gue yakin dia bener-bener ngerasain sesuatu."

Bima mengangguk dan ia langsung mengambil tas berisi peralatannya di kursi ruang tamu kamar Fana itu. Lelaki itu sudah tidak sakit lagi sepertinya, biarpun lengannya di perban, ia tidak terlihat kesakitan. Padahal yakin sekali kalau luka itu sangat perih.

Namun saat ini, fokusnya hanya kepada gadisnya. Firasatnya benar-benar tidak enak.

"Gimana?! Di mana lokasinya Senjaa?!" teriak Fana lagi sambil mengacak rambutnya kasar. "Gue berharap dia masih di rumah Bunda."

"Ohh!" Bima berteriak heboh membuat ketiganya menoleh. "Apa? Di mana Senja sekarang?"

"Ashh... Aneh. Ini ponsel dia ada di rumah lo, cuma dia bukan ada di rumah lo," jelas Bima. Seolah mengerti isi pikiran teman-temannya itu, Bima berkata, "Gue pasangin penyadap suara di baju Senja yang kayak stiker, gue juga masukin alat lacak lokasi."

"Di mana Senja sekarang?" tanya Gara yang juga mulai ikut khawatir.

"Ssh... Kok tempatnya di sini warna biru ya? Terus ada hijaunya sedikit di sini..." Bima berpikir sejenak. Ia menjambak rambutnya sendiri. "Gue rasanya pernah ngeliat daerah di sini, ini—lokasi kejadian kedua!! Senja ada di sana sekarang!!"

Lokasi kejadian kedua yang Bima maksud adalah lokasi di mana Prasetya dan orang itu sering bertemu tiga tahun lalu. Bima mengetahui bahwa itu adalah lokasi taman bermain yang berada di dekat pabrik terbengkalai, tidak banyak orang yang tau mengenai taman bermain itu karena dihalangi oleh hancurnya gedung pabrik itu.

Sementara Fana langsung mencabut infus yang menempel di tangannya. Ia langsung berlari ke kamar ganti untuk mengganti pakaiannya. "Kita cabut, gue udah baik-baik aja. Gak usah peduliin keadaan gue sekarang!"

Ketiganya langsung mengangguk dan mereka juga berlarian menuju mobil untuk mencari Senja. Firasat Fana memang benar.

"Gue yakin dia sengaja dateng ke rumah sakit," ucap Fana.

"Biar apa? Biar bikin lo jadi panik dan kepikiran terus?" tanya Gara penasaran.

"Bukan." Fana berbalik badan menghadap jok belakang yang Eltra dan Gara duduki. "Dia sengaja buat ngulur waktu kita buat nyelidikin tempat pertama dengan ngebawa Senja ke tempat kedua. Strategi kasar dia, dia mau buat kita nyelamatin Senja dulu dan ngulur waktu buat ngungkapin siapa dia sebenernya."

Ruang Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang