1.7 || Hilang

2.1K 208 9
                                    

Sebelum baca, tarik napas.... hembuskan, siapkan nyali sebelum merinding dan deg-deg an sendiri!






Senja sudah selesai membersihkan kamar papanya dan ia membiarkan amplop itu tetap berada di tempatnya. Mungkin ia harus menanyakan sedikit sesuatu dengan Prasetya.

Gadis itu mulai menyiapkan piring sambil menunggu papanya itu turun. Pikirannya terus bersarang terhadap foto itu, padahal itu hanya sebuah taman, tapi mengapa rasanya itu tidak asing?

Maksudnya, sejak merasa pernah melihat dan sepertinya ia pernah berada di sana untuk waktu yang lama. Tapi, Senja tidak mengingat apapun.

"Senja, Papa nasinya sedikit aja. Buru-buru soalnya."

Mata Senja beralih menatap papanya yang terlihat masih sibuk dengan jas kantornya. Ia menggelengkan kepala lalu duduk berhadapan dengan papanya itu.

"Berarti Senja gak jadi dianterin ke sekolah?" tanyanya.

Prasetya yang sedang melahap makanannya langsung menatap anak gadis kesayangannya itu. "Maaf, Sayang. Papa baru inget kalau hari ini ada meeting sama klien," jawab Prasetya.

Tidak bisa disembunyikan bahwa Senja kecewa mendengar pernyataan papanya itu. Kalau tau akan buru-buru, harusnya tadi papanya itu bangun lebih pagi 'kan?

"Iya deh nanti Senja berangkat sendiri aja."

Prasetya mengangguk lalu ia meneguk air minumnya dan langsung mengecup singkat kepala Senja.

"Papa berangkat dulu ya, pulangnya nanti agak malem. Senja hati-hati di sekolah! Belajar yang bener!" ucap Prasetya sambil berlari menuju pintu utama.

Senja meletakkan sendok garpunya. Ia menampilkan raut wajah aneh. "Gak biasanya Papa buru-buru sampe kayak gini. Kalo pun ada klien, bukannya biasanya Papa bisa mundurin waktu meetingnya?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya. Aneh sekali hari ini. Ah, Senja tidak mengerti sama sekali.

Namun, sekarang ia harus berangkat dengan ojek online? Tidak berani. Sama Fana? Ah, tadi dia bilang gak bisa. Telepon Regha minta jemput? Ah, nanti malah bikin tawuran antar pelajar.

"Aish.. naik bus umum aja deh. Deket juga kan ya dari rumah?"

Senja mengangguk menjawab pertanyaannya sendiri lalu bersiap dengan tas sekolahnya dan sebelum ia pergi tentunya ia tidak lupa mengunci pintu rumahnya.

"Eh, hari ini bakalan hujan gak ya?" Senja berpikir sejenak. "Ya udah deh bawa hoodie aja buat jaga-jaga."

— Ruang Rindu —

Fana melempar tasnya ke sembarang arah lalu ia langsung merebahkan tubuhnya di kursi panjang yang berada di pinggir lapangan itu.

"Aduh..." Seseorang tiba-tiba mengaduh kesakitan dan tanpa beranjak, Fana bisa tahu pemilik suara jahanam itu. "Udah ah drama banget lo, Gar!"

"Woy!" Lelaki itu bergerak menuju ke arah Fana dan memukulnya balik menggunakan tas milik Fana. "Sembarangan lo ngatain Gar!"

Fana menyipitkan mata, tangan yang menutupi matanya itu mengintip sekilas lalu ia kembali menutupnya. "Ah, elo ternyata. Ya lagian ngapain diem di sana."

Lelaki itu berkacak pinggang. "Bacot lo. Ini udah jam delapan lebih lima."

Fana mengembuskan napasnya lalu ia terpaksa membangkitkan diri untuk bertatap muka dengan lelaki yang paling memuakkan di dunia ini.

Ruang Rindu [Completed]Where stories live. Discover now