0.3 || Kelakuan Papa

3.7K 337 3
                                    

"Tunggu sebentar, Kak. Gue mau ngabarin Papa dulu."

Senja langsung merogoh sakunya. Tangannya mencari-cari keberadaan ponselnya. Seketika matanya membulat. "Loh, handphone gue di mana?"

Senja kebingugan mencari ponselnya. Begitupun dengan Radha yang tidak tau apa-apa. Radha masih sibuk melihat papan jadwal pertandingan.

Radha terlihat fokus sekali sampai ia tidak sadar sudah berjalan memasuki area tanding dan meninggalkan Senja di koridor gedung olahraga itu.

"Ssshh gue taroh di mana sih?!" Senja menggeledah tasnya, ia memilih duduk dan benar-benar membongkar tasnya.

"Kayaknya gue masukin kantong. Terus kapan hilangnya?" gumamnya sendiri.

"Aduh si Papa kalo gak dikabarin bisa ngamuk dia, ck, lagian hilang di mana sih. Gue inget—"

Ucapan Senja terhenti ketika sebuah benda pipih muncul di depannya, ia menoleh ke samping. Ada seorang lelaki yang memberi ponselnya itu.

"Makanya, kalo bawa barang hati-hati."

Senja bangkit dari duduknya. Lalu tersenyum dan mengambil ponselnya dari tangan lelaki itu. "Makasih."

Senja langsung saja menelpon Prasetya, papanya, untuk sekedar memberi tahu keberadaan dirinya.

"Apa?!" Senja menoleh ke arah lelaki itu. Lalu berbalik lagi dan berkata, "Papa gila?!"

Senja mengembuskan napasnya. "Ya ya... Senja ikutin kata Papa aja."

Gadis itu mematikan sambungan teleponnya dengan papanya itu. Mukanya mendadak menjadi kesal.

Ia menatap lelaki di depannya itu sebenarnya tidak suka, tetapi dia masih ingin bersikap sopan kepada orang yang baru pertama kali bertemu.

"Hmm ... oke. Nama aku, Senja. Salam kenal."

Lelaki itu mengangguk. Lalu ia juga berjalan memasuki gedung olahraga itu. Sepertinya ingin mencari Radha.

— Ruang Rindu —

"Jadi nanti diatur sesuai komposisi sebelumnya yang udah pernah kita bahas aja."

Radha mendengarkan penuturan kata dari Nata, anggota tim basket di SMA Radha juga.

Tiba-tiba pundak Radha ditepuk, yang otomatis langsung membuat Radha menoleh. "Eh, elo, Nath. Ngapain lo di mari?"

Fana membenarkan tasnya. "Gue yang anter cewek itu pulang. Bokapnya tuh yang minta."

Radha menautkan alisnya. "Oh, gitu? Ya udah, anter aja. Gue masih banyak urusan sama Nata."

Fana mengangguk lalu meninggalkan Radha dan Nata. Ia menghampiri Senja, dan tanpa banyak basa-basi, Fana langsung menarik ujung tas Senja membuat Senja kesal.

"Ih, jangan ditarik begitu!"

Tetap saja, Fana tidak mendengarkan ocehan Senja yang mengusik telinganya itu. Sampai di motornya, Fana langsung memberikan jaketnya kepada Senja.

"Pasti lo udah denger kan apa yang dibilang sama bokap lo?" tanya Fana to the point.

"Udah. Tapi, kita belum kenal. Eh, kita seangkatan ya?"

"Iya. Gue Fanathan. Terserah lo mau panggil gue apa aja."

"Emang itu namanya kenalan?"

"Yang penting lo tau nama gue, kan? Mood gue lagi hancur, jadi jangan dibuat tambah hancur. Ikut gue aja, gue gak nyulik. Gak doyan yang kayak lo."

Senja mengangguk. Ia memakai saja jaket yang diberikan Fana itu. Fana sepertinya sudah tau arah menuju jalan rumah Senja. Sepertinya papanya sudah memberi tau.

— Ruang Rindu —

Senja menepuk pundak Fana pelan. "Itu yang di kanan."

Tak lama setelah itu, Fana memberhentikan motornya dan Senja langsung turun, setelahnya ia yang  sudah bersiap membuka jaket Fana langsung menghentikkan kegiatannya ketika Fana berkata, "Bawa aja dulu. Gue masih ada di rumah."

"Oh, oke."

Senja mengangguk lalu ia yang melihat Fana ingin segera pergi, langsung menahan motornya. "Eh, masuk dulu, Papa tadi minta ketemu katanya. Mau bilang makasih."

Fana menautkan alisnya. "Pulang aja deh."

"Gak. Papa minta gue bawa lo ketemu dia. Baru katanya lo dibolehin pulang."

"Kok lo maksa?"

"Ya karena itu permintaannya Papa. Lagian ya kalau pun Papa gak minta, ya pasti gue tawarin masuk dulu lah. Gak enak banget main usir-usir gitu aja."

Fana melipat tangannya di depan dada. Ia menyipitkan matanya. Alisnya yang tebal itu ia gerakkan naik turun. "Terus kalo gue gak mau?"

"Ya gue paksa," jawab Senja tidak mau kalah.

Setelah hampir lima menit, Fana akhirnya mematikan motornya. Lelaki itu membuka helm nya. "Ternyata sifat lo nurun dari bokap," gerutunya sambil berjalan memasuki halaman rumah Senja.

Senja menggelengkan kepalanya. "Ih, baru juga kenal, kelakuannya gitu banget."

Senja mengikuti langkah Fana dan ia memang benar-benar langsung disambut oleh Prasetya. Ya seperti kebiasaan pada umumnya, Fana bersalaman dengan pria paruh baya itu. "Halo, Om!"

"Mari masuk, kita ngobrol di ruang tamu aja."

Fana mengangguk dan ketiga orang itu langsung berjalan menuju ruang tamu dan Senja, sebagai tuan rumah yang baik ya sedang sibuk di dapur membuatkan secangkir teh hangat.

Prasetya tersenyum dan ia menatap wajah Fana. "Oh, ini toh yang namanya Nathan?"

Fana mengangguk.

"Oh, ya. Om terima kasih karena kamu udah nganter Senja pulang. Besok-besok kalau emang Senja gak ada yang jemput, Om titip sama Nathan aja, ya? Nggak apa-apa, kan?"

Saat itu juga, Senja yang memang sedang menaruh cangkir di atas meja langsung menoleh dengan Fana satu sama lain.

"Apa?!"

Prasetya menyipitkan matanya menatap Senja.

"Eh, iya, nggak apa-apa kok, Om. Santai aja lah," sahut Fana tertawa pelan.

"Oke. Kalau begitu, maaf Om minta kamu ke sini, ngerepotin sekali buat kamu. Oh, ya, Om minta nomer telepon kamu."

Fana menyebutkan nomornya. Dan setelahnya ia langsung bangkit.

"Kalau begitu sekarang saya pamit pulang, ya, Om. Udah hampir gelap," ucap Fana sambil mencium punggung tangan Prasetya.

Prasetya mengangguk. Ia menepuk punggung Fana pelan sambil tersenyum.

"Pamit, Om," ujar Fana sekali lagi setelah sampai di ambang pintu.

Setelahnya Senja mengantar Fana kembali ke motornya.

"Nyesel anjir gue ngeiyain tadi," kata Fana tiba-tiba membuat Senja terkekeh. "Lagian, suruh siapa ngejawab iya? Kan lo sibuk latihan kalau sore. Ya mana sempet lah," sahut Senja.

"Itu lo tau."

Senja mengedikkan bahunya. Lalu setelah hampir Fana siap menjalankan motornya, Senja membuka kaca helm Fana.

Ia tersenyum. "Makasih, Fana."

Dan setelahnya Fana kembali menurunkan kaca helmnya, tanpa sadar hanya karena panggilan sederhana itu membuat Fana ikut tersenyum.

***

Haii!
Ini bagian ketiga! Ayo terus di share cerita ini ke temen-temen kalian. Astungkara bisa update lancar... udah selesai PAS hahahah (ketawa jahat)😂😂

Jangan lupa vote dan komentarnya... buat visual uhm adain gak ya? Tunggu ajaaa yaaa sayang!❤️❤️
Btw, di Bali lagi mati lampu, barusan aja hidup nih lampunya hehe...

Salam sayang, Kei.

Ruang Rindu [Completed]Where stories live. Discover now