2.4 || Bicara

1.5K 162 19
                                    

Senja tidak berkata satu kata apapun. Begitupun dengan Fana yang hanya diam dengan tatapan kosongnya menatap meja kelas Senja.

Senja meneguk salivanya. Sepertinya Fana sedang berpikir atau merenung menyesali keputusannya tadi.

Tapi sungguh, itu Senja kaget betulan. Sampai Fana ngomong bakalan keluar dari tim basket.

Senja terus mencuri-curi pandang melirik Fana. Ia berpikir mungkin Fana tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya itu. Mana mungkin dia akan keluar dari bidang yang membesarkan bakatnya?

"Gue serius."

Seketika Senja langsung menatapnya. Apa jangan-jangan Fana bisa baca pikiran Senja ya?

"Iya. Gue tau lo pasti ngiranya bohong. Tapi gue serius bakalan keluar."

Senja kembali menatapnya lebih dalam. Senja masih tidak memercayai perkataan Fana itu. Hanya karena Senja dibentak oleh Devo, Fana bisa senekat itu?

"Nja. Gue gak seneng, milik gue dikasarin sama orang lain. Apalagi pelatih gue sendiri."

"Tapi kan—"

"Gue juga udah pernah bilang kalo gak ada satu pun orang yang boleh nyentuh atau megang sehelai rambut lo. Gue gak pernah bercanda soal omongan gue."

"Ya kan gak—"

"Keputusan gue udah bulet, Nja. Toh kayaknya mereka fine-fine aja tanpa gue. Lagian yang paling penting Si Radha."

"Fana tapi kan—"

"Gak ada tapi-tapi, Senja. Gue udah—" Tangan Senja akhirnya menutup mulut Fana yang dari tadi selalu memotong pembicaraannya.

"Dengerin gue dulu, bisa gak sih?"

Dengan polosnya, dengan tampang tidak berdosanya, Fana hanya menggeleng pelan.

"Dengerin!"

Fana menggeleng lagi.

Sementara itu Senja menghela napas, lalu ia memberikan Fana tatapan tajam. Dan saat itu Fana langsung mengangguk.

"Kak Devo gak bikin gue lecet atau nyentuh gue. Dia cuma kasih gue peringatan. Ya menurut gue wajar, gue yang harusnya salah karena—"

"Tapi kan—"

"Ssst!" Senja berteriak. "Bisa diem gak sebentar aja?!"

"Iya iya. Maaf."

"Fana, gak seharusnya lo mutusin keluar. Karena ada di tim basket itu, lo menjadi populer seantero sekolah."

Fana melepas tangan Senja yang menutup mulutnya. Ia menggenggam tangan Senja dengan perlahan. "Nja, apa pentingnya populer kalo ngeliat lo takut atau kesakitan."

"Gak ada artinya kalo gitu, Nja."

Sedetik kemudian Fana menatapnya tajam. "Tadi juga lo bilang apa? Dia gak buat lo lecet dan gak nyentuh lo?"

Fana langsung mengambil siku Senja. "Ini apa kalo gitu? Gak sengaja jatuh? Atau didorong sama yang lain?"

"Itu karena..."

"Karena Devo. Iya. Gue tau itu, Nja. Gue gak bisa lihat lo digituin. Gue malah lebih sakit daripada lo, Nja."

Senja terdiam. Ya. Bagaimana pun Senja ingin membuat Fana kembali lagi kepada timnya, namun Fana tetaplah Fana.

Keputusan yang sudah ia buat tidak akan bisa diubah oleh orang lain. Sekalipun itu Senja.

"Kalo misalnya anak-anak lain pada gak suka sama gue karena mereka pikir lo keluar demi gue, gimana?" tanya Senja. Ia menundukkan kepalanya.

Ruang Rindu [Completed]Where stories live. Discover now