BAB 19.3 : PATAHKAN SIHIRNYA

165 33 0
                                    

Panji kembali ke rumahnya dengan menggunakan sepeda motor milik Ibunya, setelah melewati kantor desa, motornya melintas di area ladang jagung kemudian matanya menatap ke sebuah jalan kecil yang mengarah ke sebuah situs purbakala. Panji membelokkan motornya ke jalan kecil itu lalu turun di depan sebuah pintu gerbang berkawat kemudian masuk ke dalam area situs.

Tak ada satu orang pun yang tampak di situs ini, meski begitu keberadan kolam nila di samping area situs menunjukkan bahwa adanya seorang juru kunci yang merawat kebersihan tempat ini. Panji berjalan masuk ke dalam area utama situs, yakni sebuah area sebesar rumah petak yang penuh dengan batu-batuan arca. Sebagian besar sudah hancur tak berbentuk tapi tampak dua arca masih lumayan utuh. Satu arca menggambarkan sosok Dwarapala sementara arca yang satu lagi menggambarkan sosok badak berukuran kecil.

"Warak!" Panji memanggil Usana partnernya dan sosok Usana mirip badak jawa itupun muncul di tengah-tengah areal situs yang warga setempat sebut Arca Warak tersebut.

"Ada apa, Panji?"

"Apa kamu bisa mendeteksi keberadaan suatu sihir dalam tubuh seseorang?"

"Kamu mau bicara soal lintang merah yang lewat kemarin malam?"

=======
lintang merah = bintang jatuh berwarna merah
=======

"Itu sihir?"

"Ya!"

"Apa Warak bisa tahu ke mana tujuan sihir itu dikirimkan?"

"Kenapa? Kamu mencurigai Ibumu kena guna-guna?" tak perlu waktu lama bagi Warak untuk tahu isi pikiran Panji karena mereka berdua sudah saling berbagi pikiran dan perasaan.

Panji mengangguk dan Warak tampak memberi isyarat pada Panji untuk mengambil sejumlah ranting dahan yang berjatuhan di situs tersebut, "Ambil lima sampai 10 ranting, satukan dengan tali atau karet gelang, kemudian bawa ke depan Ibumu. Setelah itu pakai cara yang diajarkan eyang kakungmu dulu itu."

******

RS Dr. Aliya, 19.00 WIB

Sore tadi Panji kembali mengajukan diri untuk menjaga Ibunya untuk shift malam. Lik Bambang langsung setuju dengan keputusan Panji karena ia juga mau bicara panjang lebar dengan Panji waktu pergantian shift jaga nanti. Singkat cerita, Lik Bambang mengajak Panji mengobrol sembari makan di gerobak nasi goreng di depan RS. Di sana Panji mendengar cerita yang makin memperkuat keyakinannya bahwa ada sesuatu yang ganjil di sini.

"Tadi aku sudah bicara sama Mbakyuku, dan bener Nji, aku kaget dengan perilakune Mbakyu Tari. Kaya cah ABG nandhang wuyung ae! [Seperti anak ABG yang baru jatuh cinta saja!]"

"Ibu ngomong apa aja, Lik?"

"Macem-macem kaga karuan lah, Nji. Masa dia mau nikahin Pak Kamituwo yang namanya Pak Imran Jajuli itu?"

"Kenapa memang dengan Pak Kamituwo itu?"

"Nji! Wong iku bojone wes papat, Nji! [Nji! Orang itu istrinya sudah empat, Nji!]"

******

Panji menengok arlojinya setelah usai menunaikan shalat Isya, pukul 20.00, di Tanjung Paser saat ini masih pukul 21.00, "Oka pasti sudah ada di markas!" gumamnya.

Benar saja, baru tiga nada sambung Oka di seberang sana sudah mengangkat teleponnya, "Met malam Paduka Sersan Mayor, ada yang bisa hamba bantu?"

Panji tidak tahu apakah Oka sedang berusaha melawak atau bagiamana, tapi ia tertawa saja sebelum menyatakan maksudnya, "Aku butuh bantuan, tolong carikan info tentang Haji Imran Jajuli, domisilinya Desa Modangan."

"Baik, silahkan tunggu sebentar, hasilnya nanti akan saya kirimkan ke ponselmu, Nji."

Oka mengirimkan hasil penelusurannya tak sampai lima menit. Dari data penelusuran itu Panji mendapati bahwa Imran Jajuli menikahi anak seorang pemilik kebun durian di Dusun Karanganyar Timur. Ia juga terlibat dalam perencanaan pembangunan kebun durian khusus untuk varietas durian Karanganyar yang sebenarnya proyek bagus-bagus saja sebab durian Karanganyar asli Modangan meskipun hanya durian lokal namun punya rasa yang khas, sedikit pahit tapi rasa manisnya tetap terasa legit. Masalah utamanya ada di bagian yang digarisbawahi Oka : pernah menikah tujuh kali, tiga istrinya mati muda.

Panji tahu sebagai seorang Muslim sebaiknya dia tidak suudzon alias berprasangka buruk, tapi sekarang dia curiga setengah mati dengan Si Pak Haji ini. Tidak mau berlama-lama menunggu jawaban, Panji segera memasuki kamar ibunya. Dilihatnya wanita yang dahulu melahirkannya itu kini tengah tertidur, wajahnya pucat, dan tampaknya beliau semakin kurus – barangkali karena beban hidup membesarkan empat orang anak sendirian sejak 7 tahun yang lalu. Lebih-lebih suaminya gugur dalam tugas kala si kembar masih dalam kandungan.

Panji membacakan ayat kursi sebanyak sembilan kali kemudian mengucapkan, "Audzubillahiminasyaitonirrojim. Bismillahirrahmanirrahim. Bismillahirrahmanirrahim. Bismillahirrahmanirrahim. SAYA PATAHKAN MANTRA DOA APAPUN YANG MENGENAI KELUARGA SAYA!" sembari mematahkan 10 ranting yang ia ikat di situs Arca Warak tadi.

Bersamaan dengan patahnya ranting-ranting itu, timbul sebuah gelombang kejut yang mendorong Panji mundur sampai beberapa langkah diiringi dengan sebuah suara ledakan seperti mercon dari kejauhan. Panji mendekati ranjang Ibunya dan melalui matanya yang kini bisa melihat sesuatu yang tak nampak, Panji bisa menyaksikan sejumlah asap hitam mengepul keluar dari kepala Ibunya.

******

Sementara itu di Dusun Karanganyar Timur, Haji Imran Jajuli dibuat terkejut setengah mati karena ada orang yang berani secara lancang-lancangnya mematahkan mantra pelet yang ia lancarkan kepada wanita yang ia tuju.

"Diamput! Tupai! Balon! Siapa yang berani patahkan mantra peletku ini?! Sialan!" hatinya panas membara karena rencananya gagal.

Hati manusia bernama Imran Jajuli ini selalu dikuasai nafsu berahi. Meski dia sudah punya empat istri dan keempat-empatnya boleh dikata memiliki rupa di atas rata-rata, matanya masih pula jelalatan mencari-cari wanita lain untuk ditiduri atau dinikahi. Ia sama sekali tidak peduli dengan penilaian masyarakat, karena secara umum masyarakat tempatnya berada tidak akan berani mencelanya terang-terangan. Gelar haji di depan namanya jadi tameng ampuh untuk membungkam sebagian besar warga. Ditambah lagi dengan ketergantungan banyak warga kepadanya sebagai tempat untuk meminjam uang, semakin sedikitlah orang-orang yang berani meledek atau mencelanya.

Tapi baru kali ini ia merasa tertantang. Tertantang untuk menjadikan guru taman nak-kanak bernama Utari itu sebagai istri sirinya. Meskipun tubuh ibu guru itu sudah mulai melar karena sudah memiliki empat anak, penampilannya masih mampu membuat nafsu seorang Imran Jajuli naik ke ubun-ubun. Oleh karena itu ia selalu berusaha melakukan pendekatan kepada Si Ibu Guru itu. Namun janda itu lumayan tangguh, ia selalu bisa menolak pendekatan dari seorang Imran Jajuli, mantra pelet yang ia lancarkan tak jua membuahkan hasil sampai akhirnya melalui bantuan seorang paranormal ia bisa memiliki sebuah mantra pengabul segala kehendak, yang juga bisa dipakai memelet seorang wanita.

Sebelum ia coba pada Utari, ia coba lancarkan mantra ini pada dua gadis di tempat lain yang jauh dari desanya. Berhasil! Dua gadis itu mau-mau saja ditiduri dan mau-mau saja ditinggalkan begitu saja tanpa menuntut apa-apa! Merasa berhasil, Imran melancarkan mantra itu dengan satu tujuan : menaklukkan hati Utari dan menjadikan Ibu Guru TK yang masih cantik itu sebagai istri kelimanya. Ya ... itu tujuannya sebelum akhirnya ia bertemu lawan tanding yang sebanding. Siapapun yang mengembalikan mantra peletnya ini pastilah orang yang sakti mandraguna karena kamar ritualnya sekarang tampak berantakan seperti habis diobrak-abrik massa. Arang pedupaan yang masih membara berserakan di lantai, bunga tiga warna yang ia pakai sebagai sarana pelet tampak berhamburan di seluruh ruangan dalam keadaan hangus, lebih menjengkelkannya lagi sarana peletnya yakni *maaf!* celana dalam milik guru TK cantik itu kini tampak terbakar habis.

Imran tahu masalah ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena itu ia segera menelepon guru spiritualnya dan menceritakan masalahnya.

"Imran! Malam ini juga kita harus Saur Sengguruh!"

Lokapala Season 2 : Pahom NarendraWhere stories live. Discover now