BAB 19.1 : IBU SAKIT

191 33 2
                                    


Akademi Kumala Santika, Tanjung Paser, 17.00 WITa

Tampaknya memang tidak akan pernah ada kata libur bagi seorang Lokapala. Setelah dihajar dengan acara hell-week yang nyaris di luar batas kemanusiaan, Panji dan teman-temannya harus memulihkan diri secepat mungkin guna menghadapi Ujian Akhir Semester yang akan dilaksanakan besok lusa selama seminggu. Oleh karena itu meskipun badan serasa hancur tidak karuan, acara belajar bersama akhirnya diintensifkan oleh para Lokapala guna lebih mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi UAS. Dan sekarang setelah UAS hari terakhir selesai, Panji kepikiran untuk santai sejenak. Mungkin jalan-jalan di pantai atau mungkin main futsal melawan tim dari SMA lainnya. Namun ternyata rencananya itu harus jadi berantakan karena sebuah telepon.

"Assalamualaikum," Panji menjawab telepon yang masuk ke ponselnya.

"Assalamualaikum Mas Panji! Iki aku Dega!" terdengar suara seorang remaja lelaki dari seberang sana.

"O Dik Dega! Piye kabare Dik? Ibu karo kembar sehat-sehat to? [O Adik dega! Bagaimana kabarnya? Ibu dan adik kembar sehat kan?]" Dega adalah adik Panji, anak kedua di keluarganya, saat ini usianya masih kelas 2 SMP.

"Lha iku masalahe Mas! Ibu gerah! Mau awan tiba nang pawon! Karo Lik Bambang lan Pak Bayan digawa nang IGD Rumah Sakit Aliya! Aku saiki wes nang IGD RS Mas, nanging Ibu ya dereng sadar ![Nah itu masalahnya Mas! Ibu sakit! Tadi siang jatuh di dapur! Oleh Paklik Bambang dan Pak Bayan dibawa ke IGD RS Aliya! Sekarang aku di IGD tapi Ibu belum juga sadar!] "

======
Paklik = paman, adik dari ibu atau ayah

Pak Bayan / Kabayan = kepala dusun, posisinya di atas Ketua RW tapi masih di bawah Lurah/Kepala Desa. Kabayan juga berstatus pegawai kantor desa.
======

"Lho! Kok isa? Piye ceritane Dek?[Lo, kok bisa? Ceritanya gimana itu?]"

"Aku ya mboten mangertos Mas. Pas aku mulih rumah sek kegembok. Tak pikir ya Ibu dereng rawuh, lha pas aku arep ngampil unjukan nang pawon kok Ibu wes nggletak, pingsan, ora sadar! Piye iki Mas? [Aku ya nggak ngerti Mas, waktu aku pulang pagar rumah masih tergembok, tapi saat aku mau ambil air di dapur Ibu sudah terkapar pingsan! Aku harus gimana Mas?]" dari seberang sana Dega kedengaran sesenggukan, sudah hampir menangis.

"Wes! Wes! Kowe ora usah khawatir. Dongakno ae Ibu ndang waras. Aku mari iki yo arep mulih nang Blitar. Aja susah! Kembar nang endi? [Udah! Kamu nggak usah khawatir. Doakan saja Ibu cepat pulih. Nggak usah sedih! Adik kembar kita ke mana?]"

"Nang daleme Pak Bayan, Mas [Di rumah Pak Bayan, Mas]."

"Nggih Dek, aku tak siap-siap! Mengko bengi aku numpak pesawat, esok awan paling aku wes nang griya! [Dik, aku akan siap-siap. Besok pagi aku akan naik pesawat (ke Jawa), besok siang aku sudah sampai rumah!]"

"Nggih Mas! Mugio selamet wilujeng ngantos Blitar! [Iyas Mas! Semoga selamat sampai di Blitar!]"

******

Nglegok, Blitar, 15.00 WIB

Profesor Denny itu sekilas tampak seperti orang yang sulit diajak berkompromi tapi begitu Panji menyebutkan dirinya hendak ambil cuti karena ibunya sakit, Denny langsung menyetujui cutinya bahkan tanpa ragu-ragu langsung ambil sejumlah uang dari dompetnya dan menyerahkannya pada Panji, "Buat beli obat kalau-kalau ada obat tambahan," begitu kata Si Profesor.

Selain diberi uang saku, Denny ternyata juga membawakan Panji sebuah alat berbentuk persegi panjang sekukuran buku komik fisik, "Bawa ini juga, semisal diperlukan."

Lokapala Season 2 : Pahom NarendraTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon