BAB 17.6 : TELANLAH AKU SAMPAI BATAS KEPALA

345 47 3
                                    

"Siapkan formasi Panca Mukhi Usana!" seru Panji.

"Andi kamu mundur! Ambil pelontar roket ini dan isi ulang lalu tembak dia!" seru Sitanggang sembari melemparkan pelontar roketnya pada Andi.

Lima Lokapala selain Andi langsung memasukkan sel energi yang mampu menyalurkan energi para Usana ke dalam pistol mereka dan mereka semua langsung membidik ke arah Batu Bertangkup itu. Sementara itu Andi langsung berlari ke arah peti amunisi dan mengambil satu dari tiga persediaan roket terakhir dan mulai membidik ke arah makhluk ganjil yang perlahan mulai maju mendekat ke arah Sitanggang dan Panji.

Begitu amunisi sudah terisi, Andi langsung berlutut dan mengarahkan pelontar roketnya ke arah Batu Bertangkup kemudian menarik picu senjatanya. Satu roket melesat dan menghantam bagian dada Batu Bertangkup dan bersamaan dengan itu pula sebuah ledakan susulan timbul sebagai akibat tercapainya titik kritis pertemuan energi Lima Usana. Ledakan itu menghamburkan serpihan-serpihan batu ke segala arah namun yang membuat mereka semua terkejut – tak terkecuali para polisi dan prajurit zeni yang tadi mengambil jarak aman – adalah adanya seseorang yang terjebak dari pinggang ke bawah di sebuah batu nyaris bulat sempurna yang tadinya terdapat dalam makhluk mirip manusia tadi.

"Yahya! Briptu Yahya!" seorang polisi memanggil-manggil nama sosok yang terjebak dalam batu tersebut.

Sosok itu sendiri merespon panggilan itu dengan seulas senyuman sebelum berujar, "Batu bertangkup, batu terbelah ... ."

"Anjay! Hentikan dia! Bungkam mulut dia!" seru Sitanggang ketika menyadari apa yang hendak orang itu ucapkan.

"Telanlah aku sampai batas kepala!" usai Yahya berkata demikian, tubuhnya terperosok seutuhnya ke dalam batu bulat itu, lebih ganjilnya tak ada satupun lubang yang tampak di permukaan batu tersebut meski jelas-jelas tadi tubuh atas Briptu Yahya mencuat dari atas batu tersebut.

"Hancurkan batunya!" seru Regina yang sudah mengisi sel energi pistolnya.

Semua yang ada di sana serempak menembakkan senapan, pistol laser, bahkan pelontar granat ke arah batu bulat besar itu namun tanpa mereka sangka batu itu kemudian menggelinding pergi dengan kecepatan tinggi.

"Kejar! Kejar!" Panji berseru memerintahkan segenap Lokapala untuk mengejar batu bulat itu.

"Mohon dukungan udara untuk memantau target yang lari!" Regina berkomunikasi dengan markas pusat untuk meminta pemantauan via drone.

"Hentikan pengejaran kalian Lokapala," dari markas mereka, Oka memberikan saran, "Batu itu sudah melesat menuju pesisir timur lalu masuk ke dalam laut. Mustahil mengejarnya!"

******

Akademi Kumala Santika, 12.00 WITA

Batu bulat itu menghilang ditelan lautan. Usaha pencarian oleh Angkatan Laut yang dibantu Andi selaku operator Tubarani pun tak membuahkan hasil. Banyak orang yang terguncang dengan keganjilan yang ditampakkan oleh Briptu Yahya di saat-saat terakhirnya. Ia tampak dengan senang hati menerima dirinya ditelan makhluk bernama Batu Bertangkup itu. Sesuatu telah mendorongnya mengambil keputusannya itu dan Sitangang tahu jika ia bisa saja mengetahui latar belakang Briptu Yahya dengan menyentuh benda yang saat ini tersaji di hadapannya.

Benda itu adalah senter yang terakhir kali digunakan oleh Briptu Yahya, ditemukan oleh petugas olah TKP dan diantarkan ke Unit Lima karena Kepolisian penasaran apa yang melatarbelakangi keputusan Briptu Yahya untuk 'bunuh diri'. Profesor Denny pun lantas meminta tolong pada Sitanggang untuk melakukan 'penerawangan' namun jujur saja Sitanggang agak belum siap melakukan ini.

"Apa kamu mau telusur benda ini nanti saja, Nggang?" tanya Oka, "Toh nanti sore kita kan juga bakal diundang ke syukuran kenaikan pangkatnya ajik saya."

Lokapala Season 2 : Pahom NarendraWhere stories live. Discover now