BAB 19.1 : IBU SAKIT

Mulai dari awal
                                    

"Apa ini Prof?"

"Purwarupa zirah portabel. Dengan ini semisal kalian diserang di tengah jalan sekalipun kalian tidak perlu kembali ke markas untuk memakai zirah kalian."

Panji malam itu juga langsung diminta oleh Profesor Denny ikut dalam helikopter Unit Lima yang akan terbang ke Ibukota Baru. Dari Ibukota Baru nanti Panji akan diikutkan pesawat pengangkutan logistik ke Bandara Abdul Rachman Saleh Malang dan dari Malang nantinya Panji dipersilahkan ikut truk Batalyon Perbekalan Angkutan (Yon Bekang) Malang menuju ke Penataran. Dari Penataran sebenarnya Denny sudah merencanakan akan menelepon Koramil setempat guna mengantarkan Panji ke rumahnya tapi Panji menolak dan mengatakan ia bisa mencari sendiri ojek dari Penataran.

Jadi di sinilah Panji sekarang. Setelah diturunkan dari Truk Yon Bekang yang mengantarnya dari Malang, Panji langsung menghampiri pangkalan ojek di depan Candi Penataran dan di sana kebetulan ia bertemu salah satu tetangganya.

"Lho Panji! Kapan tekane?" sapa tukang ojek yang usianya hanya beberapa tahun di atas Panji itu.

"Barusan Mas Mukhlis!"

"Aku wes weruh kabare Ibumu, Nji. Saiki kowe arep nang Rumah Sakit apa balik nang omah dhisik?"

Panji berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan, "Nang rumah sakit ae Mas!"

Tukang ojek bernama Mukhlis itu langsung menyalakan motornya dan mempersilakan Panji untuk naik kemudian motor itu pun langsung meluncur ke arah Rumah Sakit Aliya.

******

Setibanya di RS Mukhlik malah menolak saat Panji hendak membayarnya, "Wes Nji, gawaen ae! Aku ra isa menehi apa-apa, wes anggep ae iki buwuh saka aku lan bojoku. [Bawa saja Nji! Aku nggak bisa beri sumbangan apa-apa, anggap saja itu sumbangan dari aku dan istriku.]"

"Matur nuwun sanget lo Mas!" Panji akhirnya tak lagi memaksa Mukhlis menerima uangnya karena memang begitulah adat desa mereka. Jika ada yang kesulitan maka para tetangga akan mengumpulkan buwuh alias sumbangan. Jika ada warga yang tidak bisa memberikan buwuh, maka warga itu biasanya akan menyumbangkan sesuatu yang lain bisa berupa makanan atau tenaga dan jasa seperti yang Mukhlis lakukan.

Panji mendekat ke arah IGD dan di sana ia melihat adik keduanya tampak berbincang dengan beberapa orang yang Panji lupa-lupa ingat.

"Nah Dega, abas jrowa! Kaka' abâ'na dâpa' [Nah Dega! Lihat itu! Kakak kamu datang]!" ujar seorang dari tamu-tamu itu kepada Dega.

Orang itu memakai bahasa Madura komplit dengan logat-logatnya yang khas. Dega terang saja tidak paham maksudnya tapi Panji paham, "Maaf ya Pak, Dega telok lemak Basa Madura, Pak, kecuali be'en sama iyeh-nya."

======
Maksudnya : Dega nggak ngerti sama sekali bahasa Madura kecuali 'be'en=kamu' dan 'iyeh=iya'.
======

Orang itu tertawa keras-keras dengan nada tinggi, sepertinya ekspresi kebingungan Dega mendengar kata-kata berbahasa Madura itu sangat lucu.

"Siapa itu Dik?" tanya Panji pada Dega, tapi orang itu langsung paham dengan kebingungan Panji.

"Aaa lupa saya perkenalkan diri. Sengko' nyamana Haji Jajuli! Kamituwo è dusun Karanganyar Timur,dhisah Modangan!"

Panji paham betul maksud bicara orang itu. Orang itu namanya Haji Jajuli, dan beliau adalah kamituwo alias tetua di dusun Karanganyar Timur yang masih bagian dari desa Modangan, desa tempat Panji tinggal.

Panji mengucapkan terima kasih atas kunjungan dan perhatian dari warga desa itu. Kemudian setelah melayani basa-basi sedikit ia meminta izin untuk masuk IGD guna melihat kondisi ibunya. Dari dokter jaga IGD yang menemui Panji, Panji akhirnya diberi informasi bahwa ibunya tengah mengalami kondisi yang disebut aneurisma otak, yakni pembuluh darah dalam otak ibunya membengkak.

Lokapala Season 2 : Pahom NarendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang