DUA PULUH ENAM

4.5K 550 9
                                    

Arsyila melangkahkan kakinya sedikit tergesa dari area parkir sebuah kafe. Diliriknya sebentar jam merah berbahan karet di pergelangan tangan kirinya. Terlambat 25 menit, keluhnya dalam hati seraya mendorong pintu kaca kafe yang bergaya minimalis itu. Syila mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruangan. Tak perlu waktu lama, kedua matanya sudah berhasil menangkap sosok perempuan dengan tubuh ramping yang sedang asyik dengan ponselnya.

Syila berjalan mendekat ke arah Amanda—perempuan itu. Ya, malam itu Syila memang bertemu Amanda. Sore tadi gadis berambut panjang itu tiba-tiba saja mengirim sebuah pesan kepada Syila dan mengajak bertemu. Ada yang ingin ia ceritakan katanya. Tentu saja Syila menyambut ajakan tersebut dengan suka cita. Ia berharap masih bisa memperbaiki hubungan pertemanannya dengan Amanda.

"Sorry ya, Nda, gue telat banget. Tadi di kafe lumayan ramai. Jadi gue bantuin anak-anak bentar," ujar Syila sambil menarik kursi lalu duduk.

"It's okay," sahut Amanda singkat. Gadis itu lalu memberi kode kepada seorang pelayan untuk membuat pesanan. Perempuan dengan seragam kafe tersebut lalu menghampiri mereka dengan membawa sebuah buku menu.

"Lo mau pesen apa, Syil?" tanya Amanda.

"Iced Matcha Latte aja, Mbak," ujar Syila pada si pelayan. Ia ingat beberapa waktu lalu pernah menikmati minuman tersebut di kafe ini. And it tasted good. Tidak semua kafe bisa menciptakan rasa yang pas untuk segelas matcha latte.

"Itu aja? Nggak makan?" tawar Amanda. Syila hanya menggeleng.

"Ya udah kalau gitu saya pesen Thai Tea Brown Sugar ya," kata Amanda pada si pelayan yang setelah itu segera beranjak untuk menyiapkan pesanan mereka.

"Nda.." tegur Syila pelan. "I am so sorry."

Amanda hanya terdiam sesaat. Ada suasana canggung yang tidak biasa antara mereka berdua malam itu.

"Udalah, Syil. Gue ngajak lo ke sini bukan buat bahas soal kemarin," kata gadis itu akhirnya.

Kening Syila berkerut. "Trus?"

"Ada yang pengen gue ceritain," kata Amanda pelan. "Soal Rinan," sambungnya lagi.

Syila mendesah. Berarti dugaannya selama ini tepat. Ada sesuatu antara Rinan dan Amanda.

"Oh iya, sebelumnya gue mau nanya, apa lo masih berhubungan sama Rinan?" tanya Amanda.

Syila menggeleng. "Terakhir waktu ketemu sama lo di kafe. Setelah itu bahkan gue whatsapp juga nggak dibales. Dia ngilang gitu aja, nggak ada kabar. Apa jangan-jangan lo tau dia dimana?"

"Nggak, gue juga nggak tau. Memang sih beberapa waktu yang lalu dia sempet nyamperin gue ke kantor. Dia nanyain Kak Sherin, kakak gue."

Kalimat Amanda semakin membuat Syila bingung. Belum sempat ia bertanya, si pelayan datang membawakan pesanan mereka dan meletakkannya di atas meja.

"Lo pasti makin bingung kan," ujar Amanda setelah si pelayan pergi. Ia berbicara sembari tersenyum kecil.

"Rinan sama Kak Sherin.." ujar Syila menggantung.

"Kalau dugaan lo mereka punya hubungan, you're totally right. Maksud gue dulu, bertahun-tahun yang lalu sebelum Kak Sherin pindah ke Melbourne." Amanda lalu menyesap minumannya. Syila hanya bergeming menunggu cerita Syila selanjutnya.

"Gue pernah cerita kan kalo gue sama kakak gue itu dekeeet banget. Sampai-sampai waktu sebelum gue lulus SMA, gue selalu maksa ortu gue supaya dibolehin nyusul Kak Sherin kuliah di Bandung. Ketika akhirnya gue beneran bisa kuliah di sana, kita berdua tuh seneng banget. Ya, kita emang sedekat itu."

"Pas di sana, Kak Sherin selalu bilang sama gue kalau dia pengen jadi model. Menurut gue dia ya emang cocok banget. Nggak lama setelah itu dia mulai ikutan casting di sana sini. Nggak susah buat cewek secantik dia untuk dapetin tawaran foto. Dalam sekejap Kak Sherin udah bisa banyak banget kenal sama orang-orang yang bekerja di dunia itu. Salah satunya Rinan. Mahasiswa tingkat akhir yang nyambi sebagai fotografer freelance. Mereka lumayan sering dipertemukan di suatu kontrak kerja. Kak Sherin juga sering banget nyeritain tentang Rinan ke gue. Di situ gue yakin, ada sesuatu di antara mereka."

"Suatu hari Kak Sherin ngenalin gue sama Rinan. Di situ juga mereka bilang ke gue kalo mereka udah resmi pacaran. They both looked deeply in love to each other and I was that happy. Apalagi selama pacaran sama Rinan, Kak Sherin nggak pernah sedikit pun mengabaikan gue. Gue sering banget jadi obat nyamuknya mereka berdua." Amanda lalu terkekeh.

"Dan malapetaka itu pun terjadi. Suatu hari, mereka pergi jalan-jalan ngerayain anniversary mereka. Kali itu gue nggak ikut. Terus di tengah perjalanan pulang, mereka kecelakaan. Kecelakaan motor yang cukup hebat. Rinan mengalami cedera patah tulang tangan, sementara Kak Sherin kepalanya kebentur parah. Dan itu bikin dia koma selama lebih dari dua minggu. Keluarga gue semuanya panik. Ortu gue marah besar dan parahnya mereka semua nyalahin Rinan sebagai penyebab kecelakaan itu. Kak Sherin lalu dipindah ke rumah sakit di Jakarta. Beruntung Tuhan masih sayang sama dia. Kak Sherin bisa sadar dari koma. Tapi.." Amanda berhenti sejenak.

"Dokter bilang Kak Sherin mengalami kerusakan otak yang bikin dia lupa sama beberapa kejadian dalam hidupnya. Dia bahkan lupa sama kecelakaan itu. Dia inget sama gue, sama ortu kita. Tapi ada beberapa teman-temannya yang dia nggak bisa inget. Dan.."

"Kak Sherin lupa sama Rinan?" tebak Syila cepat.

Amanda menggeleng. "Jujur gue nggak tau pasti. Tapi emang sampai detik ini dia nggak pernah ngomongin soal Rinan. Ya.. karena ortu gue juga udah benci banget sama dia, jadi emang nggak ada seorang pun yang pernah ngomongin Rinan sama Kak Sherin. Gue tau Rinan berusaha banget untuk tau kabarnya Kak Sherin waktu itu. Dia nelponin gue hampir setiap hari. Sampai gue harus ngeblok dia bahkan ganti nomer. Kuliah gue juga akhirnya dipindahin ke Jakarta. Dan beberapa bulan setelah itu, Kak Sherin dibawa ortu gue ke Melbourne ke tempat adiknya Mama. Demi ngehindarin Kak Sherin ketemu lagi sama Rinan. Ortu gue sempet lama banget di sana terus kemudian bolak balik buat ngejengukin Kak Sherin. And after that, everything seems to be normal. Kak Sherin bahkan kuliah lagi di sana. Dia juga mulai nyobain modelling lagi dan akhirnya ketemu sama cowok Indonesia yang juga kuliah di Melbourne yang sekarang jadi suaminya. Mereka menikah setahun yang lalu dan sekarang Kak Sherin lagi hamil anak pertama mereka."

"Yang gue nggak abis pikir, kenapa bisa Rinan muncul tepat di saat Kak Sherin baru aja pulang ke sini. Sekitar sebulan yang lalu Kak Sherin pulang ke Jakarta. Dia pengen ngelahirin anaknya di sini."

Syila hanya bisa mendesah. Ia cukup syok mendengar cerita Amanda tadi. "Rinan tau Kak Sherin udah nikah?"

Amanda mengangguk pelan. "Gue udah bilang."

"Sorry ya, Syil. Gue cerita ini ke lo. Gue yakin Rinan suka sama lo. Cuma mungkin karena ketemu sama gue dia jadi sedikit galau dan sekarang ngejauhin lo."

"Nggak apa-apa, Nda. Seenggaknya gue bisa nebak kenapa Rinan ngejauhin gue," kata Syila mencoba tersenyum.

"Manda.." panggil gadis itu lagi. "Soal Ge, sekali lagi gue minta maaf ya."

"Syil, lo tau kenapa gue akhirnya mutusin buat mau ketemu lo lagi? Karena gue akhirnya sadar lo nggak pantes untuk disalahin. Gue tau lo nggak mungkin ngelakuin itu ke gue. Gue yang harusnya bisa baca sikap Ge sama lo. Mungkin kita berdua sama. Sama-sama ngerasa Ge bersikap baik ke lo karena emang dia sayang sama lo sebagai sahabat." Amanda lantas tertawa.

"Manda, gue pengen lo tetep sama Ge," kata Syila seraya menarik tangan Amanda.

"Gue nggak tau gimana nanti, Syil. Tapi untuk sekarang gue pengen sendiri aja dulu."

Bittersweet Coffee Cake [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt