ENAM

6.4K 626 6
                                    

Hari senin hampir selalu menjadi momok yang menakutkan bagi kebanyakan orang. Setelah menghabiskan akhir pekan yang menyenangkan, banyak orang yang kemudian malah menjadi malas bahkan takut menghadapi hari Senin untuk memulai kembali aktivitas di awal minggu. Bahkan saat ini tercipta sebuah ungkapan Monday is Monster Day yang menggambarkan kengerian hari Senin.

Tapi hal itu sepertinya tidak berlaku untuk Arsyila. Setidaknya untuk Senin ini ia malah menjadi sangat bersemangat. Promosi Exquisito minggu lalu yang cukup memberi pengaruh positif di akhir pekan benar-benar memompa semangat Syila. Sudah sejak pagi hingga menjelang siang ini Syila berkutat dengan berbagai jenis adonan roti dan mesin pemanggang di dapur Exquisito. Wiwin yang baru tiba di kafe pukul 7.45 pagi, berulang kali mengecek arloji di tangannya. Ia khawatir kalau ternyata jam tangannya itu rusak dan sebenarnya ia datang terlambat.

"Mba Syila, tamunya udah datang." tubuh mungil Mutya tiba-tiba muncul dari balik pintu dapur. Syila yang sedang asyik menggulung adonan croissant mengangguk sambil menyelesaikan gulungan adonan yang terakhir. Hampir saja ia lupa kalau hari ini ia ada janji dengan seorang fotografer kenalan Mutya.

"Udah dikasi minum Mut, tamunya? Mas Ge ada di depan?" Syila bertanya sambil melepas apron dan mencuci tangannya. Aroma roti panggang masih melekat kuat di badannya.

"Udah Mba, Mas Ge juga lagi ngobrol tuh sama orangnya." jawab Mutya.

"Win, croissant yang di oven sepuluh menit lagi mateng ya. Butternya jangan lupa satu jam lagi masukin ke chiller."

"Oke, Mba." dengan sigap Wiwin mengambil alih pekerjaan Syila tadi.

Dengan langkah cepat Syila pun keluar meninggalkan dapur menuju meja di sisi kanan ruangan. Dilihatnya Ge sedang berbincang dengan dua sosok lelaki berpenampilan casual.

"Nah ini Syila, partner kerja yang saya ceritain tadi. Kenalin Syil, ini Rinan dan Dimas. Fotografer yang bakal bantu rencana promosi kita."

Setengah terkejut, Syila menatap salah satu di antara mereka. Seorang lelaki yang mengenakan kemeja flanel kotak-kotak berwarna biru gelap dengan lengan yang dilipat hingga ke siku. Spontan ia pun menyapa, "Hai! Aku Syila. Kamu yang di bioskop kemarin, kan?" ujarnya sambil mengulurkan tangan dan memamerkan senyuman yang lebar.

"Rinan." lelaki jangkung bernama Rinan itu pun menyambut uluran tangan Syila. Sambil menyunggingkan senyum tipis, ia mengangguk mengiyakan perkataan Syila tadi. Iris matanya yang hitam kelam menatap Syila dengan sorot yang tajam namun ramah. Wajahnya yang sedikit kecoklatan terbingkai dengan garis rahang yang tegas, hidung mancung dan sepasang alis yang hitam tebal.

"Loh, udah kenal apa gimana nih?" tanya Ge keheranan melihat dua sosok di hadapannya itu seperti sudah saling mengenal satu sama lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Loh, udah kenal apa gimana nih?" tanya Ge keheranan melihat dua sosok di hadapannya itu seperti sudah saling mengenal satu sama lain.

"Nggak kok, cuma kebetulan sebelum ini kita pernah ketemu pas lagi nonton di bioskop." sahut Rinan membuat Ge dan Dimas kompak membulatkan bibir mereka.

"Ini Dimas, rekan satu tim saya yang bakal bantu sesi pemotretan nanti." Lelaki bernama Dimas itu pun tersenyum membuat sebuah lesung pipit tercetak jelas di pipi kirinya. Ia lalu mengulurkan tangannya yang disambut hangat oleh Syila. Pria berambut ikal itu sedikit lebih gemuk jika dibandingkan dengan Rinan.

"Jadi penawaran kerjanya seperti apa nih Mas Rinan, Mas Dimas?" tanya Syila tanpa berbasa-basi. 

"Panggil Rinan dan Dimas aja, biar lebih santai hehe." sahut Dimas yang dibalas Syila dengan sebuah anggukan.

"Jadi hal pertama yang pengen kita tau adalah konsep kafe ini seperti apa? Nanti konsep itu bisa kita munculkan di setiap foto yang kita buat. Selain itu, kita juga minta daftar menu dan bahan-bahan yang digunakan, harga, detail promosinya seperti apa, sama satu lagi target marketnya siapa." Rinan membuka diskusi mereka di pagi menjelang siang itu dengan menjelaskan detail materi yang mereka butuhkan.

"Nah untuk paket harganya sendiri ada beberapa macam. Bisa dilihat di sini nih." sambung Dimas sambil memperlihatkan display brosur penawaran harga lewat iPad berwarna putih miliknya.

"Kalau mau paket yang sama model kita punya beberapa option talent yang biasa kita ajak kerja sama. Bisa juga kalau mau pake karyawan di sini sebagai model atau mungkin ownernya mau? Bebas aja, kita ngikut aja. Nanti tinggal kita atur jadwal pemotretannya." ujar Dimas lagi membuat Syila tertawa geli membayangkan ia dan Ge mendadak menjadi model.

"Nanti bisa sekalian dengan konsep layout instagramnya kan?" tanya Ge sambil melihat-lihat hasil foto Rinan dan Dimas dari layar iPad.

"Iya bisa aja kok. Sekarang kalo brief dari kalian sendiri untuk promosi ini gimana?" Rinan menatap Ge dan Syila bergantian tapi untuk sepersekian detik manik mata itu berhenti lebih lama di kedua bola mata Syila membuat gadis itu sedikit salah tingkah.

"Target market kita sih selain milenials juga orang kantoran ya. Karena kan di sekitaran sini banyak kantor-kantor, jadi kafe ini bisa juga jadi tempat para karyawan untuk beristirahat sejenak dari aktivitas kantor atau bahkan bisa jadi tempat janjian dengan client. Makanya kita berusaha bikin tempat ini senyaman mungkin. Jadi di foto promosi nanti kita juga pengen menunjukkan sisi itu." jawab Ge panjang lebar.

Rinan dan Dimas kompak menganggukan kepala tanda mengerti. Tanpa terasa diskusi itu pun berlanjut hingga dua jam lamanya. Setelah sepakat menentukan konsep yang diinginkan, kedua lelaki itu pun berpamitan dan berjanji akan memberikan detail penawaran yang sesuai lewat email. Mereka juga sepakat untuk melakukan sesi pemotretan di Exquisito dua hari setelahnya.

***
Malam itu, Arsyila sedang duduk menyesap segelas lemon tea segar ditemani setoples nastar. Tangannya asyik menggeser-geser layar ponsel, membaca dengan seksama artikel ulasan yang sudah di unggah oleh food blogger yang datang tempo hari. Isinya cukup membuat Syila senang karena review positif yang disampaikan sang blogger tersebut.

Baru saja Syila hendak mengangkat gelas lemon tea di atas meja, tiba-tiba ponsel yang dipegangnya itu bergetar dengan layar yang berkedip-kedip memantulkan cahaya. Ayah.

"Assalamualaikum halo, Ayah. Kenapa?"

"Kamu masih sibuk, Nak? Belum mau pulang?" sahut sang Ayah di seberang sana dengan suara yang terdengar parau.

"Sebentar lagi, Yah. Ini mau siap-siap. Ayah sakit?"

"Ayah agak kurang enak badan, Syil. Kamu cepat pulang ya."

Tanpa berpikir panjang lagi, Syila langsung berdiri dari duduknya, menutup sambungan telpon lalu mengambil mini backpacknya dari dalam locker. Dengan tergesa-gesa ia mengendarai motornya melaju membelah jalanan agar segera sampai di rumah.

"Ayah!" Betapa terkejutnya Syila melihat Ayahnya terbaring di sofa sambil meringis kesakitan. Segera ia menghampiri sosok pria paruh baya itu sambil berusaha mencari tahu penyebab sakitnya.

"Kita ke rumah sakit ya, Yah!"

Bittersweet Coffee Cake [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang