EMPAT BELAS

5K 554 6
                                    

Siang itu Syila sedang berada di salah satu mall besar di pusat ibu kota. Tepatnya di sebuah restoran mie Jepang berkonsep open kitchen yang terkenal itu. Ia duduk sendiri sambil asyik melahap mie udon favoritnya. Syila memang sudah terbiasa makan siang sendiri. Jadwal istirahat yang tidak selalu tepat waktu dan harus bergantian antar karyawan Exquisito membuat beberapa dari mereka terbiasa untuk membawa bekal dari rumah atau setidaknya memesan lewat ojek online. Begitu pula dengan Geraldi. Pria berkacamata itu hampir setiap hari selalu membawa bekal yang disiapkan oleh mamanya. Sementara Syila lebih memilih untuk makan siang di luar sembari menyegarkan isi kepalanya, meskipun ia harus makan sendirian. Apalagi Syila tipe yang suka tiba-tiba menginginkan satu makanan tertentu. Kalau sudah begitu ia tinggal meluncur dengan kendaraannya atau memesan ojek online walau tanpa teman. Hanya sesekali dalam dua minggu Syila dan Ge pergi makan siang berdua atau bertiga dengan Amanda di tempat makan yang dekat dengan kantor Amanda. Maklum, sebagai seorang customer service, Amanda juga tidak bisa makan siang di luar berlama-lama.

"Syil!" sebuah suara mengalihkan perhatian Syila dari udonnya. Wajahnya mendongak dan seketika histeris melihat sosok wanita yang tadi meneriakkan namanya.

"Num! Ya ampun ketemu di sini kita!" teriak Syila dengan wajah berbinar. Seorang wanita berperut besar dengan sebuah nampan berisi semangkuk udon di tangan berjalan pelan menuju meja Syila.

"Duh, Syila gue kangen deh sama lo!" Setelah jarak mereka sudah dekat kedua wanita itu langsung berpelukan dan bercipika-cipiki.

"Gue jugaaa!! Gila udah lama banget kita nggak ketemu tau-tau udah gede lagi ni perut lo!"

"Iya nih, akibat perbuatan laki gue!" wanita bernama Hanum itu berkelakar membuat keduanya tertawa. Hanum adalah mantan rekan kerja Syila waktu dia masih bekerja di perusahaan otomotif dulu—sebelum ia membuka Exquisito tentunya.

"Udah berapa bulan?" tanya Syila penasaran.

"Udah masuk 7 bulan aunty Syila," jawab Hanum dengan suara yang dibuat-buat sambil mengusap-usap perutnya.

"Widihh.. bentar lagi lahiran donk! Anak lo yang pertama udah sekolah?"

"Ya belom lah. Baru juga tiga taun. Kasian gue kalo kecil-kecil udah disuruh sekolah. Lo sendirian, Syil? Eh kafe lo gimana?" Hanum berkata sambil menghempaskan tubuhnya ke atas kursi dengan napas yang sedikit tersengal menahan beban berat di perutnya.

"Well, so far so good lah. Gue juga masih promosi sana sini. Lo aja nih yang belom mampir," sindir Syila.

"Hahaha.. iya soriii.. Lo liat donk gue udah kayak ikan buntel gini, mau napas aja susah, gimana mau nongkrong di kafe." Syila tertawa kecil mendengar jawaban Hanum.

"By the way, lo udah married belom sih sama sahabat lo itu? Siapa tuh, gue lupa.. Si Geraldi ya? Kok nggak ngundang-ngundang?" Hanum berkata santai sambil menarik-narik mie udonnya dengan sumpit.

"Yee.. kata siapa gue married sama Ge. Kita sahabatan doank kali," sungut Syila. Bahkan sampai saat ini masih banyak orang yang menduga-duga hubungan antara Syila dan Ge sesungguhnya.

"Yakan nggak apa-apa, Syil. Kayak lagu itu loh 'Sahabat Jadi Cinta', iya nggak? Lagian lo kapan mau married sih? Gue tebak lo juga pasti belom punya pacar," tukas Hanum.

"Gue belom kepikiran. Ah lo mah, ketemu malah ngebahas gituan," sungut Syila pura-pura ngambek. Hanum mengulum senyum menahan tawa, mulutnya penuh dengan mie.

"Kantor gimana, Num?" tanya Syila.

"Yah.. gitu deh. Masih sama riweuhnya seperti ketika lo masih di sana. Sekarang sih lo udah enak ya, udah jadi bos," goda Hanum.

"Bos kecil gue mah," balas Syila. Sesaat ia kembali mengenang masa-masa ketika masih bekerja di perusahaan otomotif tersebut, sebelum akhirnya Syila mengajukan resign untuk mewujudkan mimpinya memiliki sebuah toko kue.

"Daru bulan depan married loh. Lo pasti kaget deh kalo tau marriednya sama siapa," senyum kecil tersungging di sudut bibir Hanum. Syila mengerutkan dahinya seolah melempar tanya.

"Sama Mbak Agnes," kata Hanum lalu terkikik geli.

"Serius lo?" tanya Syila kaget mendengar berita yang disampaikan Hanum barusan. Daru adalah service advisor di perusahaan otomotif tersebut. Dulu lelaki itu sempat berkali-kali mencoba mendekati Syila namun tak kunjung mendapat balasan. Syila hanya menganggap Daru sebagai teman biasa. Sementara Mbak Agnes adalah kepala administrasi yang pernah menjadi atasan Syila dulu. Setahu Syila Mbak Agnes memang sudah lama pisah dari suaminya.

"Terus, yang bakal resign siapa donk?" tanya Syila penasaran.

"Ya Daru lah, masa Mbak Agnes," jawab Hanum cepat.

Betul juga, pikir Syila. Posisi Mbak Agnes sebagai kepala administrasi tentu lebih tinggi dibandingkan Daru. Lagipula Daru pasti bisa mencari pekerjaan lain di luar sana.

"Eh, lo bener sendirian, Num? Hati-hati loh bumil," ucap Syila khawatir.

"Laki gue lagi on the way kok. Kita tuh emang janjian maksi di sini. Cuma tadi mendadak ada clientnya yang datang. Ya karena gue udah laper banget, gue duluan deh,"

Syila mengangguk-angguk mengerti.

"Num, sori gue duluan, ya. Mesti balik lagi nih ke kafe," pamit Syila setelah menyelesaikan makan siangnya.

"Yahh.. Syil, cepet banget sih," ucap Hanum dengan wajah memelas.

"Iya nih," jawab Syila, "Ntar kita ketemuan lagi deh. Eh lo ntar lahiran kabarin gue ya," sambungnya lagi.

"Iyaa siap. Lo hati-hati ya, Syil." 

Kedua wanita itu pun kemudian kembali berpelukan dan bercipika-cipiki sebelum kemudian berpisah.

***

Syila berjalan santai menuju lobby depan mall sambil memainkan ponselnya. Ia baru saja hendak memesan taxi online untuk kembali ke Exquisito saat seseorang menegur sambil berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Syila.

"Mbaknya jalan sendirian aja nih?"

Syila menoleh. Suara itu terdengar tidak asing. Sosok lelaki berkaos polo shirt berwarna hitam itu kini sedang tersenyum kepada Syila.

"Hei, Rinan? Sama siapa?" tanya Syila seraya menoleh ke kanan dan ke kiri.

Lelaki itu semakin melebarkan senyumnya. Memperlihatkan deretan giginya yg berbaris rapi. Rambutnya tampak sedikit lebih pendek dari terakhir kali mereka bertemu. Apakah dia habis potong rambut?

"Samalah, sendirian," jawab lelaki itu. "Abis ketemu client," sambungnya lagi seraya mengusap belakang kepalanya.

Syila membulatkan bibirnya sambil mengangguk-angguk.

"Kamu dari mana?"

"Tadi abis makan siang."

"Yah coba bilang deh. Kan bisa aku temenin, daripada makan sendirian."

Syila hanya tersenyum mendengar perkataan Rinan.

"Sekarang mau pulang?" tanya Rinan.

"Eh iya nih. Baru mau order taxol," jawab Syila kikuk. Entah mengapa berdekatan dengan Rinan selalu membuatnya sedikit grogi. Apalagi saat mata hitam kelam itu menatapnya.

"Bareng aku aja, yuk. Kebetulan aku bawa mobil. Kamu pulang ke Exquisito kan?"

"Eh, iya," jawab Syila singkat.

"Ya udah, yuk."

"Tapi, Nan. Kamu memangnya mau kemana? Nggak ngerepotin?"

"Kan aku yang nawarin, ya nggak repot lah. Udah yuk!" Rinan lalu berjalan mendahului Syila menuju basement mall. Syila pun mau tak mau mengikuti langkah lelaki jangkung itu.

Bittersweet Coffee Cake [COMPLETED]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu