Part 11 : Brochures

30 5 0
                                    

"Halo, Kak Vanya!!" sapa Anne manis. Lea melirik Anne. Dasar bocah munafik, batin Lea. Tadi menggosipi dengan panas, setelah bertemu tersenyum manis.

"Hai, duduk! Oke gausah basa-basi. Bentar lagi ada festival dan ya, tugas literasi seperti biasa gak jauh jauh dari pengumuman dan lain lainnya. Jadi kalian bisa bikin pengumuman semenarik mungkin. Cetak, sebarin, udah. Di kertas ini udah ada jadwal, waktu, kegiatan. Kalian tinggal bikin desain semenarik mungkin. Gampang, kan? Tugas kalian gak rumit. Aku mau besok selesai. Kalian bisa dipercaya?" oke, lupakan Anne yang sempat tersenyum manis. Lea juga terlihat speechless. Di detik Vanya bangkit, Anne bertanya.

"Gimana kalo urusan penyebarannya kita kasih ke anak OSIS aja?" Anne berkata santai. Lain hal dengan Lea yang melotot tak percaya kearahnya.

"Terserah kalian aja! Tadi Bu Hida minta kalau bisa besok, jadi kalian juga nggak mau kan tim literasi jadi bahan omongan gara-gara kerja lambat?" halus tapi memaksa, itu yang Anne dan Lea rasakan.

"Oke, Kak! Kita berusaha semaksimal mungkin," ucap Lea sopan dengan senyum manisnya. Tak peduli apa tugasnya benar-benar bisa selesai besok.

"Bagus!! Aku suka tanggapan kalian!" ucap Kak Vanya seraya beranjak. Namun sebelum benar-benar pergi, pertanyaan Anne menggema disana.

"Kak Vanya. Menurut kakak aku keliatan miskin gak?" Lea hanya menepuk wajahnya pelan.

"Kenapa kamu tanya?"

"Gosipnya kakak gak mau deketan sama anak-anak ekonomi rendah?" cari mati memang Anne.

"Kamu ngomong apa, sih?" bisa dilihat Kak Vanya sedang malu karena senyum kecutnya. Anne mengangguk paham dan Lea sedikit menganga tak percaya.

"Ne, pulang sekolah mau ngerjain bareng?" Lea bertanya, lebih tepatnya mengajak Anne.

"Iya dong!! Kalo sendiri-sendiri, apalah jadinya aku tanpamu.." Anne mendramatisir ucapannya layaknya sedang akting.

"Yaudah, aku tadi bawa laptop, jadi kita nanti ke cafe sebrang sekolah aja, ada toko foto copy sama alat tulis juga disana."

"Oke sip!!" mereka berdua memutuskan kembali ke kelas.

■■■

Seharusnya bel pulang bunyi 15 menit yang lalu. Tapi ini kenapa masih belum ada tanda berakhirnya pelajaran? Apa tidak ada satupun yang mengerti keadaan? Tunggu dulu, memang ada yang berniat memberitahu? Tak ada, kecuali Azwa. Sedari tadi keinginan izin kepada guru didepan selalu diurungkan oleh teman sebangkunya yang menyebalkan ini. Apa salahnya sih ketinggalan satu materi?

"Ayolah Le, bisa bahaya kalo nggak diperiksain!!" ucap Azwa masih dengan suara berbisik.

"Udah deh, Wa! Jangan berisik," bisik Lea.

"Lea, ih! Ayo aku anter ke--" detik itu juga suara bel pulang berbunyi memotong ucapan Azwa.

Setelah Bu Mila menutup pelajaran dengan berdo'a bersama, beliau pamit undur diri meninggalkan kelas. Seluruh penghuni kelas mendesah panjang karena berakhirnya pelajaran. Dengan cepat mereka berhamburan keluar kelas meninggalkan sekolah ditengah teriknya matahari yang terlihat sedang semangat memancarkan panasnya. Hanya tersisa beberapa siswa yang masih anteng dibangkunya masing-masing. Memilih untuk menunggu hingga agak sore, agar kulit mereka tidak gosong.

Begitu Lea selesai dengan buku catatannya, ia langsung berdiri hendak menuju kelas sebelah. Sebenarnya ia berniat mampir ke UKS sebelum pulang. Tapi rasanya sungkan jika membuat Anne menunggunya. Disisi lain entah kenapa denyutan di lututnya dua kali lebih terasa daripada kemarin. Padahal diingat-ingat dia tidak pernah mengundang rasa sakit itu. Ah, mungkin dibuat jalan sebentar akan hilang!

Gurl's [Omega High School]Kde žijí příběhy. Začni objevovat