Part 3 : Duty Of Destiny

64 4 0
                                    

Kriiinggg...

Bel sekolah berbunyi begitu lantang. Menimbulkan gelitikan kecil di telinga mereka. Antara rindu bercampur dengan kesal mendengar bunyi itu. Banyak dari mereka yang mulai berkeliling mencari kelas. Banyak pula yang terlihat enggan bangkit dari duduknya di kantin.

Semuanya harus dibalaskan. Liburan kali ini memang terasa tak sepanjang tahun kemarin. Beberapa siswa banyak yang protes perihal kurangnya hari libur. Ada juga yang senang karena tak ingin lama pisah dengan kawan dan pujaan hati. Tapi juga tak sedikit yang bersikap tidak peduli.

Omega High School memiliki cara tersendiri untuk mengatasi segala kelakuan warga yang singgah di dalamnya. Itulah yang menjadi salah satu dari ribuan ciri khas yang membuat sekolah berkualitas tinggi itu banyak diincar oleh kalangan remaja maupun orang tua. Tak hanya urusan hiburan bagi siswa, tingkat akademik di sana tak perlu diragukan. Oleh karena itu, tak jarang OMEHIS sering atau bahkan selalu menjuarai kompetisi hingga tingkat internasional.

Waktu terus berjalan, hingga matahari pun mulai naik. Meskipun begitu, tak sedikit pun keramaian berkurang di setiap penjuru sekolah. Memang hari ini banyak pelajaran kosong, karena beberapa guru juga sedang mengadakan rapat. Alhasil siswa-siswa berhamburan bebas kesana-kemari.

■■■

"Anne, kau dipanggil Bu Dewi di kantor!" ucap gadis yang bernama Desi menghentikan langkah dua gadis yang sedang bercengkrama.

"Aku? Saja? Ngapain?" penyakit Anne kambuh.

"Iya, kau saja, mana aku tau bambang! Sudah cepat sana kalau tidak ingin dimarahi!" ucap Desi sebelum meninggalkan Anne dan Risa.

"Kalau gitu aku duluan ke kelas ya, kau juga dipanggil Bu Dewi, kan?" tanya Risa yang seperti terasa mengusir bagi Anne.

"Emm..baiklah! Terima kasih atas waktunya!"

Kemudian Anne melangkah menjauh dan melambaikan tangan ke arah Risa yang hanya dibalas anggukan.

Anne berjalan melewati kelas-kelas dengan sedikit melompat. Sesekali bernyanyi, menyapa siswa siswi yang berpapasan, hingga tanpa Ia sadari beberapa langkah di depannya ialah lantai yang licin. Kalian pasti tau apa yang terjadi!

Bukk

Nyungsep? Tentu saja.

"Adohh...pake jatuh segala!" Anne meringis merasakan pantatnya nyeri karena mencium lantai.

"Mampuss!!" ucap Anne saat merasakan seragam bawahnya basah. Dia melihat sekelilingnya, hembusan napas lega keluar dari mulutnya.

"Untung tidak ada siapa-siapa!" batinnya.

Baru Anne bernapas lega, suara sepatu melangkah terdengar di telinganya. Saat tatapannya mengarah kearah belokan yang berkisar lima langkah ke depan, saat itulah tiba-tiba datang makhluk bersinar, bak malaikat tak bersayap.

1..
2..
3..

Anne tamatt!!
'Dia' berjalan melewati Anne tanpa sedikit pun menoleh. Bahkan sepertinya Anne dianggap benda tak kasat mata. Tapi berbeda halnya dengan Anne yang seakan jantungnya copot ntah kemana. Napasnya berhenti, tenggorokannya tersekat.

Lebay! Memang!

"My Uri Sunshine!!!" teriak Anne menutupi wajahnya. Kemudian dia berdiri sambil mengibaskan roknya yang basah.

"Aduuh..liat gak ya? Mau ditaroh mana mukakuu?!! Siall!! Kenapa juga sih harus kepleset?!" Anne menghentakkan kakinya kesal lalu melangkah menuju kantor sebelum ada seseorang yang melihatnya. Ntah hari itu ingin sekali Anne menenggelamkan diri di Sungai Amazon.

■■■

Ternyata tujuan Bu Dewi memanggil Anne adalah untuk tugas membuat majalah. Beliau meminta ada wawancara sebagai pendukung tentang acara wisuda kemarin. Yang harus Anne lakukan dengan tim jurnalistik lainnya adalah mewawancarai kepala sekolah, wakil kepala bidang kesiswaan, perwakilan anak OSIS, dan...

Dan..?

Dan siapa lagi? Sial! Anne lupa!

Baiklah, sekarang juga Anne harus menemui ketua tim jurnalistik untuk menyampaikan amanah Bu Dewi. Dengan modal otak yang berjuang mati-matian mengingat siapa saja yang akan diwawancarainya, akhirnya Ia sampai di kelas Kak Noval selaku ketua tim jurnalistik. Tak perlu basa-basi, dengan cepat Anne menjelaskan pada ketuanya itu. Kemudian setelah dirasa cukup berdiskusi, Anne dipersilahkan kembali ke kelasnya dan akan diberi informasi lebih lanjut nanti.

■■■

Lea terlihat tengah menyusuri rak-rak besar di perpustakaan sekolahnya. Jam menunjukkan 09.45, itu tandanya istirahat akan segera tiba. Dia harus segera menemukan buku yang dia cari sebelum perpustakaan ramai dan bukunya berada di tangan orang lain. Baru beberapa langkah dia masuk bagian perpustakaan yang lebih dalam, seseorang menepuknya dari belakang. Lea terkejut, tapi dia segera menutup mulutnya. Jangan sampai suara merdunya keluar begitu saja. Lea membalikkan badannya dan mendapati Kak Zidan, ketua OSIS, berdiri di belakangnya.

"Huuft..aku kira tadi siapa, Kak!" hembusan napas lega keluar dari mulut Lea.

"Lagian dari tadi kupanggil, kau tidak peduli,"

Apa hanya Lea yang merasa cara bicara Kak Zidan seperti orang merajuk?

"Maaf kak aku nggak tau kalo dipanggil," Lea menggaruk tengkuknya merasa bersalah.

"Ada yang mau aku omongin, tugas dari Pak Burhan.."

*fyi : Pak Burhan adalah pembina OSIS Omega High Scool

Lea hanya ber"oh" ria mendengar perkataan lelaki didepannya. Kemudian mereka memilih untuk keluar perpustakaan agar lebih leluasa berbincang. Mereka memilih untuk berdiri di lorong pintu masuk kolam renang yang memang tidak jauh dari perpustakaan. Di sana tempatnya sepi, jarang anak lewat, kalaupun ada pasti anak-anak brandal yang ada.

"Langsung aja, jadi tadi Pak Burhan manggil aku, katanya suruh pilih dua anak OSIS untuk wawancara buat pendukung isi majalah tentang wisuda kemarin. Nah, rencanaku pilih dari anak bidang hubungan masyarakat aja. Jadi kamu bersedia kalo diwawancara?" ucap Kak Zidan panjang lebar tanpa jeda.

"Emm, aku sendiri?" tanya Lea ragu yang saat itu juga ditertawakan oleh Kak Zidan.

"Hahaha tidak lah! Kau kira ini dokumentasi kegiatan OSIS saja! Tentu saja juga perwakilan dari beberapa ekstra yang tampil kemarin! Aku kira kau tidak sebodoh itu!" Kak Zidan masih menertawakan Lea. Fix, Lea sedikit sakit hati mendengarnya. Padahal bukan itu maksud Lea.

"Maaf kak, di sini aku yang bodoh atau kakak yang tidak menangkap jelas omonganku? Maksud pertanyaanku adalah aku sendiri sebagai perwakilan OSIS atau dengan anak OSIS lainnya?" Lea kesal sendiri dibuatnya. Dimana ketua OSIS yang cerdas dan berwibawa?

"Oooh..kukira! Kau nanti akan ditemani Ilyas. Jadi kau nanti temui anak jurnalistik, mungkin di ruangannya atau tidak di kantin, katanya mau wawancara di sana," Lea hanya mengangguk sebagai jawaban. Selanjutnya Kak Zidan pamit undur diri ke kelasnya setelah menepuk kepala Lea pelan. Selalu begitu perlakuannya, Lea tidak suka.

Lea melangkah dengan tujuan menemui Ilyas agar tugasnya cepat selesai. Baru dia akan berbelok dari lorong, dia bertemu dengan gerombolan siswa-siswa berandalan yang jumlahnya lumayan banyak. Siulan-siulan menggoda dan panggilan 'sayang' yang ditujukan pada Lea, hanya dianggap angin lalu olehnya. Lea terus berjalan lurus tanpa menoleh sedikitpun kearah mereka. Bukan Lea takut, tapi Lea tak peduli.

■■■

Enjoy the story..

-OppaThinking-

Gurl's [Omega High School]Kde žijí příběhy. Začni objevovat