Part 5 : XI-MIPA 1

42 5 0
                                    

"Seorang siswi SMA diduga terjangkit virus Corona karna memikirkan dia yang telah pergi dan mungkin tak kan kembali?" Keenan yang costplay menjadi penyiar berita dengan garpu taman sebagai mic. Satu lagi, sejak kapan virus Corona menyeleweng dari yang gejalanya seperti batuk, bersin, dan kawan-kawan menjadi gejala orang patah hati?

Sindiran itu cukup membuat tatapan seperti mengejek. Sampai sang empunya baru menyadari hal itu untuk dirinya. Pelototan mata pun akhirnya keluar sebagai balasan, "Sok tau lu kambing!"

"Itu.. tolong dong.. ternakan abah gue gausah diikutsertakan. Kan kasian tuh makhluk!" elus Roni didadanya mendramatisir ucapan Ziva.

Gadis itu hanya memutar bola matanya malas mendengar bacotan cecunguk-cecunguk kaum adam sialan disekelilingnya.

Pagi yang menyenangkan bukan bagi Ziva?

Bel masuk sudah lewat 10 menit. Tetapi mereka lebih memilih berkumpul dulu di halaman belakang sekolah.

Kalian pasti berpikir,
"Murahan banget sih.."
"Dihh.. gapunya temen cewe apa?"
"Jablay!!"
"Sok cantik!"

Ziva mendengar semua. Dia tidak peduli omong kosong mereka, kecuali yang terakhir, dia memang cantik! Yang jalani itu dirinya, kenapa harus peduli hidup orang lain. Pernah dirinya ditanya sama Gladis-teman yang pernah dekat dengan Ziva.

"Lo kenapa sih maennya sama cowok mulu?! Lo tu cewek kalo lupa, dan nggak wajar lo deket sama cowok-cowok gitu.."

"Cewek tuh bacot digedein dibelakang doang! Giliran disamperin, suruh ngomong langsung, sembunyi diketek emak!"

Dan setelah tau jawabannya. Si Gladis ini hilang ditelan bumi. See?

Tapi bukannya Ziva juga cewek? Engga dia sebenernya transgender. Nggak percaya? Emang nggak!

"Lagian ngapain dah lu? Masih pagi bengong bae.. kesambet tau rasa!" tanya Abil melihat sobatnya itu bengong tak berkesudahan.

"Noh.. lo pada liat gak cowok yang lagi diri di bawah pohon tuh! Tinggi.. lagi pegang kamera?" tunjuk Ziva yang diangguki semua kaum adam yang ada disana.

"Agra? Emang napa njir? Suka lo?! Bentar, kenangan yang kemarin dah lu kemanain?" Keenan dengan muka sotoynya.

"Bacot njing! Gapernah liat gua. Manis juga.. oke boleh!" Ziva bangkit dari duduknya dan diakhiri smirk andalannya. "Kelas berapa btw?"

"XI-MIPA 1 kalo gak bener?" tebak Lio sembarangan.

"Kalo gak salah bego!" betul Roni disampingnya. Lio hanya mengedikkan bahunya.

"Murid teladan dong!! Ehh bentar, kek nya gue kenal anak kelas sana! Cabut dulu yakk?!" Setelah berpamitan? Ziva pergi dengan berlari lumayan cepat.

"Pepet terroossss bukkk!! Jangan kasih kendor!!" teriak Keenan dan hanya diacungi jempol oleh Ziva.

Sekarang Ziva harus menemui seseorang yang baru dikenalnya minggu lalu. Kegiatan dadakan yang menyelamatkannya dari amukan singa putih. Mengingat itu membuat Ziva terkekeh disela perjalanannya. Konyol!

"Btw apa kabar ama mereka? Majalahnya dah jadi belom yak?" batinnya.

Tunggu? Tumben Ziva peduli?

"Peduli setan gue anjir!" umpatan untuk dirinya sendiri.

Sampai kakinya berhenti karena mellihat papan kelas "XI-MIPA 1"

Ziva mengatur napasnya yang tersenggal setelah berlari. Ternyata jarak halaman belakang dan gedung kelas XI tidaklah dekat. Sedekat jarak antara aku dan dia, eh kok bucin!

Gurl's [Omega High School]Where stories live. Discover now