Jano's Wedding (Bonus)

Start from the beginning
                                    

Gue, Wildan dan Darren kaget juga awalnya, ini Bang Jano gokil juga. Tapi suatu hari dia bilang kenapa lebih suka beli di warung-warung pinggir jalan,

"Gue lebih suka ngasih uang gue ke pedagang kaki lima karena gue mau memperkaya mereka aja. Itung-itung bantuin mereka ngasih makan keluarga dan pegawainya. Kalau orang yang punya restoran atau usaha franchise kan rata-rata udah tajir, gue beli atau enggak gak ngaruh juga."

Anjir gue langsung malu sendiri dengernya. Malu sama diri sendiri lebih tepatnya.

"Sensasi makan di warung tenda atau trotoar jalan itu beda, kadang lo bisa ngobrol sama strangers dan sharing cerita-cerita gak penting yang kadang malah bikin kita jadi tau, disisi lain lingkungan kita yang cenderung berkecukupan ada banyak cerita yang gak kita tau."

Keren sih, Bang Jano.

"Eh? Apakabar bang?" Gue mendekat dengan motor gue ke dua orang itu.

"Hoi, apakabar lo?" sapa Bang Jano dengan tampilan casual nya.

"Eh? Sama pacarnya?" tebak gue, perempuan disampingnya tersenyum ramah.

Bau-bau mau nikah nih, udah ngajak pacarnya main kerumah barunya soalnya.

"Hahaha, kenalin dia Refa."

"Hai Kak, gue Jaerend." Gue melambaikan tangan

"Gue pamit dulu ya bang."

Bukannya gak mau lama-lama, gue udah janji jam lima sampai rumah Putri soalnya.

"Mau kemana lo? Keluyuran mulu perasaan," tanya Bang Jano sambil melipat tangannya didada.

"Malem minggu ngapain lagi?" kata gue sambil menstater sepeda motor.

"Haduh, dasar bucin. Ati-ati lo."

"Yoi, duluan bang. Mari kak," pamit gue sambil sedikit menudukkan badan kemereka.

"Put, tau gak. Pengacara yang beli rumah, depan rumah aku. Dia kayaknya mau nikah deh?"

"Kamu dapet undangan?" tanya Putri yang sebenernya lagi sibuk sama laptopnya tapi malah gue gangguin.

Malem minggu mending liatin gue daripada liatin layar laptop Put.

"Nebak doang sih, soalnya tadi dia bawa pacarnya kerumah barunya."

"Sok tau banget kamu, mungkin mbaknya mau liat rumahnya Mas nya."

"Kamu jangan manggil dia mas!"

"Hah? Terus? Manggil apa? Bapak depan rumah kamu?"

"Panggil aja Bapak Jano," jawab gue sambil tiduran di sebelah Putri.

"Kata kamu dia masih dibawah tiga puluh? Masa bapak?"

"Yaudah Kak aja, gausah mas-mas-an."

"Manggil Masnya ke Mas Jaerend aja, hahaha," gue ketawa sambil liatin Putri yang udah siap mau nabok gue.

"Seriusan yang, 'Mas' sounds lovely and I feel softer than 'kak' or 'bang'. Aku suka dipanggil mas, apalagi pas KKN, mas Jaerend..."

"Ribet kamu tuh."














Dugaan gue bener dong, gak sampai dua bulan, gue dapet undangan nikahan dari Bang Jano. Udah gitu gue dapet screen time buat ngasih greeting ke mereka.

Wah, gue gak nyangka. Soalnya gue kan cuma tetangga ingusan doang. Makasih Bang Jano, besok kalau nempatin rumah baru gue gorengin singkong deh.

"Tuh? Percaya sama Jaerend. Dibilang mereka bakalan nikah," gue berbangga hati nunjukin undangan itu.

"Iya deh iya, tapi kan mendahului Tuhan itu dosa," Putri ketawa pelan sambil ngebuka undangan itu.

"Iya deh iya, tapi kan mendahului Tuhan itu dosa," Putri ketawa pelan sambil ngebuka undangan itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Temenin kondangan dong Put,"

"Hah? Aku banget?"

"Ya iya? Siapa lagi? Masa sama Mbak Tini?"

"Kalau kamu mau gapapa kok. Mbak Tini besok sabtu longgar."

Gue memincingkan mata, kayak gini nih nyebelinnya Putri. Gak pernah mau kalau gue ajakin keacara-acara ramai.

"Please? Dia kan bukan temen kampus aku. Ya? Masak aku pergi sendiri, ngenes banget."

Putri melipat bibirnya, rautnya terlihat memikirkan ajakan gue.

"Enggak nyaman aja Jeje," jawabnya halus.

"Kenapa? Kan ada aku?"

"Ntar ketemu Wildan sama Darrem juga kok," gue memancing.

Biasanya kalau ada temennya yang lain, Putri agak lunak.

"Yaudah bertiga aja kalian, aku gak bisa dandan Jeje. Ntar bikin malu kamu."

"Yaaaang."

"Udah cantik seriusan, kayak biasanya juga udah cantik. Jaerend ganteng Putri juga cantik oke?"

"Apa aku ganti nama jadi pangeran aja? Atau tambah nama? Pangeran Jaerend Viscaeno, nanti sama Putri Zhalia?"

Dia menggeleng, "Sendiri aja ya?" pintanya.

Gantian kini gue yang menggelengkan kepala, "Sama Putri, atau gak dateng."

"Eh? Kok ngancem?"

"Gimana kamu bisa bilang gak dateng? Itu masnya udah ngasih screen time buat kamu katanya?"

"Kok mas?"

"Bapaknya, iya maaf," koreksinya.

"Hargai dia yang udah kasih kamu undangan dong."

"Hargai Jaerend juga dong," tembakku balik.

"Gatau pokoknya sama kamu. Kalau kamu gak mau yaudah aku skip aja."

"Ngancem banget ih? Kesel," Putri mencubit lenganku pelan.

"Biar kamu mau hahaha," kata gue sambil memeluknya erat.

US - Untold Story (Spin Off "45 Days Of KKN") Where stories live. Discover now