Bab 25 - Masalah Selesai

56.9K 3.2K 39
                                    

"Menurut kamu ini nggak kecepetan?"

Aldi menyampingkan tidurnya menghadap Aulia sambil mengeratkan pelukannya di perut Aulia.

"Aku... Aku belum siap, Di. Aku takut nggak bisa jadi ibu yang baik." lanjut Aulia sambil menatap langit-langit kamarnya.

"Memangnya kalau kamu belum siap, kamu mau apakan anakku? Gugurkan?" tanya Aldi lembut. Tangannya ia gunakan mengelus pipi Aulia.

"Ih, mulutnya! Ya nggak lah!" sergah Aulia cepat.

"Kita belajar jadi orang tua yang baik sama-sama. Kita belajar menjadi seperti Ibu, Ayah, Mama, dan Papa kamu. Asal kita mau belajar sama-sama, semua nggak akan kerasa berat."

"Kamu janji akan selalu sama aku?" tanya Aulia. Entah, sejak sejam lalu, sejak Aldi ingin mengelus perut Aulia sambil tiduran, Aulia terus berbicara tentang ia yang belum yakin akan menjadi ibu.

"Udah ah, bobo aja yuk," ajak Aldi. Ia sudah gemas menenangkan Aulia dengan segala kecemasannya.

"Di aku tu takut. Ini pertama kalinya buat aku."

"Emangnya aku pernah ngalamin ini sebelumnya? Kamu aneh," gurau Aldi.

"Ih kamu tu diajak serius juga!"

"Loh? Aku serius, Ya!"

"Ya ya ya, kamu serius. Aku bobo dulu. Kamu elus-elus perutku ya? Tapi tangannya nggak usah naik naik ke puncak gunung." Aulia menaruh tangan Aldi yang semula di pipinya ke perutnya seperti tadi.

"Kalo turun-turun boleh?"

Ck! Mesum! Aulia berdecih. Modus. Mencari kesempatan dalam kesempitan.

"Turun sana kamu ke jurang."

"Kan jurang kamu, ya," Aldi tergelak melihat Aulia dari belakang sedang menutup telinganya.

OoO

Aldi berangkat ke kampus seperti biasa. Hanya sedikit terlambat karena tadi ia diminta mengelus perut Aulia oleh si calon ibu baru. Permintaan si bayi katanya. Alasan klise. Bilang saja kalau aulia suka disentuh oleh Aldi.

"Pak Aldi, ada kabar baik!" suara senang pak Zaka menggema setelah Aldi duduk di kursinya.

"Apa, pak?" tanya Aldi.

"Katanya Bu Jia akan ngajar di sini lagi. Bukan sebagai pengganti Bu Atik." jawabnya. Aldi tersedak liurnya sendiri. Ia tak bisa bayangkan akan secanggung apa nanti dia dan Jia. Mengingat hubungan keduanya kurang baik di pertemuan terakhir mereka.

"kata siapa?"

"Relasi saya kan banyak,"

"Oo-ooh," Aldi tergagap, matanya melihat meja Jia yang kosong. Jangan bilang kalau Jia satu ruangan lagi dengannya.

"Baiknya lagi, Bu Jia akan kembali ke kursi kebesarannya." Pak Zaka terus menyunggingkan senyum.

"Jangan CLBK ya, Pak. Kasian Aulia nanti," canda pak Zaka lagi. Semakin memperkeruh batin Aldi.

OoO

Sudah dua bulan Aulia mengandung. Selama itu pula Aldi kembali bekerja satu ruangan dengan Jia. Saat Aldi bercerita pada Aulia, Aulia hanya bilang, "Aku percaya sama kamu kalau kamu nggak akan macem-macem sama Bu Jia." Gimana Aldi tidak tambah sayang.

Ketukan pintu membuat Aldi dan Aulia yang sedang makan menghentikan kegiatannya.

"Aku aja yang buka," kata Aulia sambil beranjak.

"Nggak usah, aku aja. Kamu makan duluan," sergah Aldi. Aulia menurut.

Lama Aldi tak kunjung kembali, Aulia belum menyentuh makanannya. Ia menunggu Aldi. Rasanya tak sopan jika makan mendahului Aldi. Aulia memutuskan menyusul Aldi, melihat siapa yang bertamu pagi pagi.

"Siapa, Di?" tanya Aulia sembari melangkahkan kakinya ke ruang tamu.

Aulia membelalakkan matanya. Ada Jia di rumahnya. Ia menelan ludah gugup. Dilihatnya Jia tersenyum manis. Aulia membalasnya walau bingung. Awas saja kalau Jia masih mengejar-ngejar Aldi.

"Ada yang pengen saya bicarakan," jelas Jia. Aulia bergantian memandangi Jia dan Aldi. Aldi menepuk sofa disebelahnya, menyuruh Aulia duduk.

"Saya, saya ingin-"

"Assalamualaikum," Elvano tiba-tiba masuk, memotong ucapan Jia.

"Mas Elvano?" kaget Aulia. Begitupun Aldi. Elvano memasang senyumnya.

"ehm," Jia berdehem, mengalihkan perhatian Aulia dan Aldi dari Elvano.

"Saya ingin minta maaf. Maaf kalau saya banyak salah sama kalian. Saya egois. Saya minta maaf."

"Bu Jia?" Aulia terperangah mendapat permintaan maaf dari Jia. "Sa—saya, saya nggak merasa ibu nggak ada salah," 

"Nggak, Ya. Saya salah sama kamu. Saya dulu berusaha mendapatkan apa yang bukan hak saya." Jia melirik Aldi.

"Saya minta maaf. Saya menyesal. Saya bahkan pernah dorong kamu. Pernah maki kamu. Pernah bentak kamu." lanjutnya.

"Saya nggak—"

"Udah Ya, terima aja permintaan maaf calon istriku,"

"Hah?!" Aulia dan Aldi berteriak kaget.

"Kalian?" Aldi yang daritadi diam, menunjuk Jia dan Elvano.

"Iya. Orang dia udah nabung duluan!" Jia pura-pura kesal. Elvano tergelak dan Aldi geleng-geleng.

"Bagus, dong! Berarti mas Elvano punya modal tabungan buat nikahin Bu Jia." celetuk Aulia yang tak paham.

"Bukan nabung itu, Ya. Tapi—"

"Udah, kamu belum cukup umur buat denger ini!" Aldi menutup kedua telinga Aulia. Tidak mau polosnya Aulia ternodai. Hanya dia yang boleh menodai Aulia.

"Apasih, Di?!" Aulia tak terima.

"Jadi gimana? Permintaan maafnya diterima, nggak?" Jia masih berharap. Andai dia tak mengajak Elvano. Pasti akan cepat mendapat maaf dari Aldi dan Aulia.

"E-eh? I iya, bu. Iya! Saya juga minta maaf sama ibu kalau saya ada salah,"

Jia tersenyum mendengar kaliamat Aulia. Ia akan berubah. Ia akan berusaha menjadi Jia yang lebih baik.

"Oh ya, Bu Jia kemana aja kok tiba-tiba ngilang?" tanya Aulia.

"Kaya temen yang mau ditagih utangnya, ya?" canda Elvano.

"Saya depresi." jawab Jia santai.

"beneran, bu?"

"Iya! Gara-gara ketemu lagi sama Elvano. Parah, kan?"

"Jahat banget ya, Bu?" Jia mengangguk semangat. Hilang sudah rasa canggung yang ada. Keduanya asik berbincang hingga lupa ada Aldi dan Elvano.

OoO

Dahlah...

MADOS [TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora