Bab 24 - Kejutan

58K 3.5K 180
                                    

"Bu Jia kok nggak pernah ke sini lagi? Emang Pak Aldi nggak punya kabarnya? Kan kalian berdua deket," tanya pak Zaka pada Aldi saat sedang berdua di ruangannya. Sejak pertemuannya dengan Elvano, Jia memang tak pernah muncul lagi.

Dekat dari mana?!

"Bapak kok nanyain Bu Jia terus? Kangen ya?" goda Aldi. Pak Zaka terkekeh.

"Enggak deh, bisa dibakar sama istri nanti. Pak Aldi tau sendiri kan, istri saya galaknya kaya apa? Nggak kaya Aulia yang kelihatannya kalem,"

Apa? Aulia kalem?

Aldi tertawa mendengar ada yang bilang Aulia kalem. "Saking kalemnya capung aja kalah, Pak,"

"Aulia kalo pas bimbingan sama saya diem terus. Kalo saya tanyain ngangguk-ngangguk. Emang Indonesia itu butuh manusia kaya Aulia, yang dijelasin sekali langsung paham," kata pak Zaka panjang.

"Iya, Pak." Aldi tersenyum. Apa pak Zaka tidak paham, kalau Aulia hanya diam dan mengangguk-angguk pas bimbingan supaya cepat pulang?

"Ya walaupun Aulia itu rada pecicilan, tapi dia pasti nggak pernah marah," ujar pak Zaka lebih menyerupai pernyataan.

"Eh siapa bilang?" Kalo yang ini Aldi tak terima. "Aulia itu sensian. Apalagi kalo PMS," 

"Hahaha, namanya juga perempuan," balas pak Zaka. Aldi ikut terkekeh.

"Yasudah, saya mau keluar dulu sebentar," pamit pak Zaka meninggalkan Aldi. Tapi kesendirian Aldi tak bertahan lama. Juna tiba-tiba datang sambil membawa sebuket besar bunga.

"WOI ANJRIT! GUE SENENG, KAMBING!" teriaknya sembari meletakkan bunga itu ke meja Aldi. Aldi menatap dengan penuh heran.

"Gue belum mati,"

"Gila lo! Buat Riska ini,"

"Oh,"

"Oh doang??" tanya Juna tak percaya. Ia sudah membawa sekebun bunga mawar merah yang indah, sudak teriak-teriak kegirangan, tidak bekerja tapi malah di sini. Harus apa coba biar Adi dan penasaran.

"Ya gue harus gimana, kampret?"

"Tanya dong, gue kenapa." Juna tak henti menebar senyum.

"Lo kenapa?" Aldi mematuhi ucapan Juna. Enggan jadi ipar durhaka, nanti masuk neraka.

"Coba lo tebak!" balas Juna. Kadang Aldi tak habis pikir, manusia segesrek Juna bisa jadi tenaga medis utama.

"Lo lagi seneng." Lo lagi gila!

"Yup! Tanya lagi dong, kenapa gue seneng."

"Kenapa gue seneng?"

"Goblok," Juna reflek mengumpat pelan.

"Kenapa lo seneng?"

"Bayangin dong, gue bakal jadi ayah!!" heboh Juna. Aldi yang tadinya acuh duduk di kursi kini berdiri, memutari meja menghampiri sahabatnya itu.

"Riska hamil?!" Aldi tak percaya. Juna senyum kemenangan. Senyum sombong yang membuat Aldi dari dulu muak berteman dengan Juna. Tapi Aldi ikut berbahagia atas kehamilan Riska.

"Widihh,,, selamet ya bro! Sisi iblisnya dikurangi, kasian anak lo nanti." Aldi memberi wejangan pada Juna sambil tersenyum bahagia.

"Kalo bisa diilangin deh! Soalnya gue bakal jadi ayah sekaligus unkel."

"Hah?!" Aldi kaget. Ia salah dengar apa bagaimana? "Unkel apaan, bangke?"

"Unkel! UN-KEL. Paman artinya, Di. Lo dosen apa sih? Kagak tau begituan?" Juna menekan setiap kata di sana.

"Hah? Uncle kali. Bacanya angkel. Sekolah mana sih lo?" cibir Aldi. Ia kembali duduk ke kursinya dengan cuek karena ketololan Juna yang tak kunjung hilang, mengabaikan mata Juna yang terus menatapnya penuh binar.

"Lo nggak sadar?" tanya Juna masih sambil tersenyum. "Gue mau jadi uncle lho," sambungnya.

Aldi menatap Juna penuh selidik. Satu detik, dua detik, BRAK! Aldi menggebrak mejanya sendiri.

"Kalo lo jadi om, gue???" Aldi seperti menyadari sesuatu. Juna mengangguk senang. "Gue juga jadi om, dong?"

"Anj!" umpatan Juna tertahan. "Lo bapaknya, mbing. Kan sodara gue cuma Aulia," Juna menjelaskan dengan gemas. Sudah ia duga, kedongoan Aldi dengan dirinya sebelas-dua belas.

"Aulia.... Aulia hamil??!!!"

"Iye!"

"Gue jadi bapak?" tanya Aldi antusias.

"Iye!"

"Gue bakal punya anak?"

"Auk. Eh, tapi lo pura-pura nggak tahu kalo Aulia hamil, ya?? Dia udah nyiapin surprise buat lo." pinta Juna.

"Terus kenapa lu kasih tau gue??" tanya Aldi. Juna itu aneh juga. Seharusnya dia itu tetap diam si rumah, menemani Riska, tidak kelayapan lalu merusak kejutan Aulia.

"Serah gue," jawab Juna enteng.

"mati, lo!"

OoO

Aldi masuk ke rumahnya. Ia pulang seperti biasa, tapi dengan rasa bahagia diatas rata-rata.

"Assalamualaikum," salam Aldi. Tak lama, Aulia membuka pintu sambil menjawab salamnya.

Aldi memandang lekat aulia. Matanya mengikuti pergerakan Aulia. Ditambah senyum yang terus merekah. Aulia jadi salah tingkah sendiri.

"Kamu mau kopi apa teh? Aku buatin," tawar Aulia.

Keluarga yang indah, batin Aldi. Kepalanya serasa dijatuhi berkilo-kilo bunga saat mendengar suara Aulia.

"Teh," jawab Aldi singkat tanpa memudarkan senyumnya.

"Oke," Aulia meninggalkan Aldi menuju dapur. Aldi mengamati Aulia dari tempatnya karena tidak adanya pembatas antara ruang tengah dan dapur. Aulia kembali dengan segelas teh.

"ini," aulia meletakkan tehnya di atas meja, lalu ikut duduk bersama aldi.

"Kamu kenapa? Ada yang mau diomongin sama aku?" pancing Aldi. Aulia mengangguk. Mengabaikan sifat aneh Aldi.

Ia menyodorkan tiga lembar persegi panjang. Dua garis merah terdapat di ketiganya. POSITIF! kalau bisa Aldi ingin berguling-guling dari Gurun Sahara saking senangnya. Tapi ia ingat pesan Juna, pura-pura tidak tahu saja.

"Ini punya kamu??" Aldi tidak percaya. Senyumnya merekah tambah lebar. Aulia mengangguk.

"Bukan punya tetangga?" selidik Aldi. Aulia menggeleng.

"Beneran punya kamu?"

"Ish, tau ah!" sebal Aulia. Ia berdiri, hendak pergi. Tapi sebelum ia melangkah Aldi buru-buru mengangkatnya, Memutar-mutarnya. "Aaa..." kaget Aulia.

"Makasihh..." ujar Aldi seraya menurunkan Aulia. Menghadapkannya. "Allhamdulillah.... Makasih, Ya... Makasih..." Aldi memeluk Aulia erat. Menangis haru di cekukan leher Aulia.

"Iya," lirih Aulia. Ia membalas pelukan Aldi. Satu tangannya mengelus rambut Aldi. Ia juga sangat senang.

OoO

Nulis jam setengah 2. Maap kalo gada rasa. Efek doi bales chat singkat-singkat nggak ikhlas.

MADOS [TERBIT]Where stories live. Discover now