Bab 14 - Karena Mama

59.8K 3.7K 118
                                    

Aulia keluar dari kamarnya, ia mencium aroma wangi masakan dari dapur. Ia melangkahkan kakinya ke sana, lalu melihat Attha sedang memasak di sana.

"Aulia bantu ya, Ma?" Aulia mendekati ibunya, ia menumpukan kedua tangannya di meja.

Aulia memandangi wajah Attha. Wajah itu tetap cantik walau sudah ada sedikit kerutan yang muncul. Hidung mancung, kulit kuning langsat, alis yang rapi, bibir dengan polesan lipstik rose, dan rambut yang tak kunjung memutih itu dikucir satu.

Keringat di dahinya akibat panas kompor, menggambarkan kerjanya yang sangat keras untuk menghidupi keluarga kecilnya setelah kematian suaminya delapan tahun lalu.

"Yaya siapin piring aja," jawab Attha, Aulua langsung menurut.

Saat sedang menata piring di meja makan, Juna datang dengan kemeja merah maroon dan snelli kebesarannya.

"Widih, sejak kapan Mama mau punya bibi baru?" tanya Juna pada Attha. Aulia menoleh, ia menatap sinis Juna. Pasti Juna sedang mengejeknya.

"Siapa?" Attha bertanya balik.

"Itu yang siapin piring," Juna mengarahkan dagunya ke Aulia. Dahi Attha berkerut sambil memandang Aulia dari atas sampai bawah.

"Kok bibi sih? Tukang kebon, dong!" katanya cepat. Aulia berdecak, mama dan kakaknya itu sama saja suka membullynya.

"Udah, bully aja terus. Bully sampe kenyang!" Aulia menyindir.

"Dih, gitu aja marah," goda Attha. Ia berjalan ke arah meja makan dengan lauk pauk ditangannya. Juna membantu membawakan,  sedang Aulia sudah duduk.

Mereka mulai makan dengan tenang, tanpa suara. Attha melihat kedua anaknya. Dua-duanya tumbuh menjadi seorang yang tampan dan cantik. Juna terlihat dewasa walau Juna selalu manja kepadanya.

Aulia. Ia pintar dan berprestasi. Saking berprestasinya, ia memenangi hati dosennya sendiri.

"Masakan Mama enak banget. Juna minta bekel dong, Ma." pinta Juna.

"Makanya cepet nikah biar tahu ada masakan enak selain punya Mama," kata Attha. Ia gemas sendiri dengan Juna yang tampan dan mapan tapi tak punya pasangan.

"Eits... Mama nggak tahu ya, Juna kemarin udah ngajak Riska nikah?" Juna menyombongkan diri. Aulia mulai bosan, soalnya Juna sudah bercerita ini kepadanya lebih dari sepuluh kali.

"Nggak gantle kamu! Harusnya kamu minta Riska ke orang tuanya. Bukannya tiba-tiba ngajak nikah Riskanya!"

"Hehe, kalau itu Mama aja deh yang urus. Juna ikut," Juna terkekeh.

"Emang kamu pengen banget, nikah sama Riska? Emang Riska mau?" ejek Attha. Aulia hanya terkekeh, enggan ikut dalam percakapan. Ia lebih nyaman melihat keluarganya ramai sebelum nanti tidak akan ada lagi momen seperti ini.

"Ya mau, lah! Kita kan saling mencintai. Asek," jawab Juna. Attha terkekeh.

"Yaudah, kapan-kapan Mama mintain,"

"Emang Riska jajanan, bisa diminta-minta," cibir Juna. Attha dan Aulia terkekeh lagi. Juna mulai merapikan bajunya. Ia berdiri dan memeluk Attha.

"Juna berangkat ya, Ma. Assalamualaikum," Juna menyalami Attha lalu bergerak ke Aulia dengan enggan. Hanya pencitraan supaya terlihat sebagai kakak yang baik di depan Attha. Aulia juga membalas dengan sedikit jijik. Aulia alergi buaya darat.

"Kamu nggak kuliah?" tanya Attha setelah Juna pergi.

"Nggak ada jadwal. Pengen rebahan, hehe,"
Aulia berdiri sambil terkekeh, keluarga bahagia ini terlihat suka terkekeh. Ia membawa piring kotor ke wastafel dan muali mencucinya.

"Mending ikut Mama ke Pandawa," Aulia menoleh, tumben sekali mamanya mengajak pergi.

"Ngapain?"

"Ditraining jadi bibi,"

"Tuh kan, Mama mulai lagi... Males, ah. Padahal tadi udah mau diiyain." kesal Aulia.

"Kan bercanda... Nanti Mama beliin baju deh, di serba 35,"

"Deal!" Aulia menjawab cepat.  Harga diri Aulia memang hanya seharga baju tiga lima. Miris!

OoO

Tyas membawakan tiga jus jeruk ke meja tempat Aulia dan Attha. Letaknya di pojok ruangan dan jauh dengan meja lainnya. Lebih privat.

"Kok minumnya banyak banget? Emang aku onta, apa?" tanya Aulia setelah Tyas pergi.

"Enak aja dapet dobel. Beli kamu tuh, kalau mau dobel," Jiwa-jiwa pelit Attha mulai keluar.

"Lah? Terus buat siapa?"

"Buat Juna,"

"Ha?" Aulia menganga. Otaknya sedang tidak bekerja.

"Buat Juna," Attha mengulang lagi saat melihat wajah anaknya seperti orang dongo.

"Maksudnya?" Aulia masih belum mengerti kata Attha. Buat Juna. Apa Juna akan ke sini?

"Lailahailallah, Alluhu Akbar, Jangan budek mendadak gitu, dong!"

Aulia diam, tidak menghiraukan Attha dan segala gerakan dari bibirnya.

"Pagi Tan,"

Aulia masih membeku di tempatnya. Apalagi dengan suara itu. Suara yang menggodanya beberapa hari lalu, suara yang sudah lama tidak didebatnya, suara milik putra Ibu Ditha yang terhormat, suara yang ia rindu.

Aulia tersadar saat Aldi sudah duduk di depannya. Aldi melemparkan cengiran tanpa dosanya.

"Ma?" Aulia terbata, ia menatap Attha dengan pandangan tak percaya. Aulia mencoba mencari kejelasan atas datangnya Juna ke sini.

"Mama udah tau cerita dari kamu. Tapi Mama belum tau cerita dari Juna. Mama mau kalian lurusin masalah kalian. Mama nggak mau lihat Yaya galau melulu," ujar Attha.

Aulia diam, tak tahu harus berbuat apa. Ia sudah memaafkan Aldi sejak bertemu dengannya beberapa hari lalu.

"Kamu cuma salah paham, Ya," ujar Aldi. Entah sudah berapa kali Aldi berkata seperti itu pada Aulia.

"Saya dan Jia nggak ada apa-apa," lanjutnya.

"Tunggu!" Attha memajukan tangannya, Aldi yang sudah hendak berbicara lagi berhenti. "Kok pake saya-kamu? Formal banget. Ganti, ulangi."

Aldi dan Aulia saling melempar pandang, bingung harus bagaimana.

"Ayo, cepet!" ujar Attha saat merasa Aldi tak kunjung mengulangi kalimatnya.

"A a a-aku rasa ka-mu cuma salah paham. A-aku nggak ada apa-apa sama Jia. Waktu itu Jia tiba-tiba peluk aku, karena dia dikejar-kejar sama pria nggak dikenal. Kamu mau maafin aku?" Aldi terbata. Ia masih kaku saat menggunakan aku-kamu dengan Aulia.

Aulia hanya mengangguk tanpa melepas pandangannya dari Aldi. Aulia merasa bersalah, ia sudah egois. Ia hanya peduli pada keadaan hatinya. Ia melupakan fakta Jia yang terlihat sangat terguncang. Ia tak menghiraukan Aldi saat itu.

Aulia menyesal pernah melepas Aldi begitu saja. Aulia menyesal.

OoO

Segini aja berantemnya.

MADOS [TERBIT]Where stories live. Discover now