Awal yang Sepele

2.3K 473 55
                                    

▪️9 Hari Lagi

"Kamu yang bilang akan bayar tiket saya. Jangan pura-pura lupa, ya."

Yeriana mengusap pelipis dengan gusar. Suara Revel di sambungan telepon bak peluru  yang membuatnya semakin kelimpungan menghadapi hari baru.

Beberapa menit lalu, ia baru saja sampai di depan gerbang sekolah. Tahu-tahu ponselnya berdering dan nama Revel muncul di layar. Begitu diangkat, cowok kerempeng itu tiba-tiba menagih tiket pulang. Katanya ia akan check out siang ini dan tidak punya uang untuk menambah hari. Dengan kata lain, kalau tidak pulang hari ini, ia bakalan menggembel di Kota Pelajar.

"Lo datenginlah Dahlia. Minta duit sama dia," jawab Yeriana.

"Jangan paksa saya mengancam, Yeriana." Suara Revel terdengar geram. "Cepat belikan saya tiket pulang!"

"Kalau gue nggak mau?"

"Video waktu itu akan saya sebar ke teman-teman kamu."

Meski mulai gentar, Yeriana masih berusaha menunjukkan keteguhan. "Lakukanlah."

"Oke."

Revel kemudian menyebutkan nama sekolah Yeriana. Seketika sekujur badan gadis itu menggigil. Kenapa Revel tahu sekolahnya? Jangan-jangan dia memang berniat mencoreng namanya. Menurut cerita Wendy, Revel ini sulit diterka. Siapapun tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan, apa yang akan ia lakukan. Lelaki itu seperti buku. Tidak bisa dibaca tanpa dibuka.

Ah, sial! Rutuk Yeriana sambil menggerak-gerakkan kaki. Bagaimana kalau dia memang nekat? Dia akan menyebarkan video itu!

Yeriana masih berpikir, berusaha mencari celah. Tetapi naas. Kehadiran salah satu Trio Lampir membuatnya terdistrak. Tiba-tiba saja ia merasa buntu. Ketakutan. Panik. Terdesak.

"Rev ... "

Panggilan berakhir tepat ketika Sania tersenyum ke arahnya. Dada Yeriana berguncang hebat. Bulu romanya berdiri. Ia semakin kelabakan ketika Sania sampai di sampingnya. Tepat pada saat itu Revel memberi screenshot pemesanan ojek daring. Dari motel ke sekolah Yeriana. Oh, sial! Dia serius.

"Pagi, Nyet." Sania langsung merangkul leher Yeriana. Gaetannya yang kasar nyaris membuat Yeriana tersungkur. "Sudah belajar, kan?"

Yeriana diam membisu. Kakinya mengikuti langkah Sania. Perempuan itu disapa beberapa orang. Well, siapa yang tidak kenal Sania. Dia termasuk siswi hits di sekolah. Ayahnya donatur tetap, pacarnya kapten basket, dan ia sering membanggakan sekolah lewat ekskulnya——cheerleader. Belum lagi lidahnya bagus dalam berucap. Di depan semua orang, sikapnya sopan dan tutur katanya manis.

"Kalau gue ngomong itu dijawab, Monyet." Sania memberi kekuatan lebih pada rangkulannya. Yeriana merasa dicapit.

"Ss... Ss... sudah."

"Good job." Sania mengusap-usap kepala Yeriana. Agak kasar sehingga justru mengacak-acak rambut gadis itu. "Hari ini strategi duduknya tergantung tipe soal Bu Sukma. Lo tinggal menyesuaikan. Ngerti?"

Yeriana memalingkan muka namun lagi-lagi Sania memberinya tekanan. Terpaksa iapun mengangguk.

*
*
*

"Kerjakan dan jangan protes," ujar seorang guru sambil berdiri di depan kelas.

Wanita ini tahu, puluhan muridnya sedang misuh-misuh ketika menerima kertas yang dibagikannya. Mereka kesal lantaran pertemuan pertama langsung diberi ulangan. KM sempat menyampaikan keberatan para murid. Alih-alih memberi kompensasi, guru ini tetap teguh di keputusannya.

Aku dan Sang Pemusnah MasalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang