KITA TIDAK SALING KENAL

1.5K 137 2
                                    

BR interior studio, merupakan studio pembuatan perkakas yang sebelumnya telah di design oleh tim design interior maupun tim yang membutuhkannya. Termasuk furniture yang akan diproduksi massal untuk brand Dream Design, awal mulanya juga dari studio ini.

Studio ini bukan milik Breathing Room. Awalnya adalah dari keluarga pengrajin furniture kecil di ujung kota yang tidak terkenal, tetapi pemilik firma Breathing Room ketika masih merintis usaha menemukan pengrajin ini dan sangat menyukai hasil pekerjaan mereka. Lambat laun seiring berkembangnya Breathing Room akhirnya mereka bekerja sama, dan mereka juga satu satunya.

Adit menyambut Haura begitu melihat Haura masuk.

"Siapa dia?" Bisik Adit yang telah menarik Haura beberapa meter dari Tama.

"Bos baru dari jepang" jawab Haura ikutan berbisik.

"Selamat datang pak Tama" sambut pak Parto kepala Studio sekaligus pemilik, begitu melihat Tama.

Pak Parto dan Tama berjabat tangan dan adit cepat cepat menyusul ayahnya untuk ikut menyambut bos baru.

"Pak tama dan mbak Haura mau minum teh?" Tanya pak Parto.

"Tentu pak" jawab Haura bersemangat.

Lebih baik Tama berbicara dengan pak Parto daripada harus mengikuti setiap langkahnya saat ini.

Pak Parto mempersilahkan mereka duduk di sudut ruangan, tempat menerima tamu. Terdapat sebuah sofa panjang dengan kerangka dari kayu solid bertipe minimalis berwarna hitam, sebuah meja oval dan beberapa kursi bulat kayu yang senada. Di pojok tembok terdapat kitchen island kecil dengan segala macam peralatan memasak sederhana. begitupun dengan termos berisi teh dan kopi dan setumpuk gelas enamel buatan studio.

Studio ini lebih mirip pabrik daripada disebut sebuah Studio. Sebuah ruangan super besar dengan berbagai macam peralatan, mesin mesin dan tumpukan bahan bahan yang diperlukan untuk pembuatan Furniture atau apapun yang diperlukan dalam firma arsitektur.

Pak Parto melepas sarung tangan kain tebal dan celemeknya kemudian mempersilahkan mereka berdua duduk. Ia dan tama tama duduk berhadapan di ujung meja, sementara Haura duduk berdekatan dengan Adit di ujung lain yang lebih dekat dengan dapur. Dengan cekatan Adit menuang kopi dari termos kedalam tiga mug enamel dan sebuah mug berisi teh panas.

Tanpa waktu lama Pak Parto langsung terlibat percakapan serius dengan Tama. Sementara Haura justru ikut nimbrung menghabiskan makan malam Adit yang hanya sebungkus nasi goreng dengan percakapan tidak begitu penting.

"ada kue kiriman mbak Selvi, kalo lo mau ambil aja di kulkas" ucap Adit menawari Haura kue.

"sekarang lo jadi idola Selvi juga, sampai dia ngirimin lo makanan?" tanya Haura yang masih terus menyendok nasi goreng adit.

Adit hanya mengangkat bahu.

"karena kelihatannya lo laper, gue makan sesuap lo udah dua suap" ucap Adit memprotes Haura.

Alih alih marah, Haura justru tertawa. "Gue emang laper banget" jawab Haura setengah berbisik.

"ya udah abisin aja tuh" ucap Adit akhirnya mengalah untuk Haura.

Bagi Adit, Haura sudah seperti kakak dan temannya yang sebaya meskipun usia mereka terpaut cukup jauh. Usia Adit saat ini hampir dua puluh tahun. Dia anak pak Parto, lulusan SMK Teknik Furnitur, kemahiran dan pengetahuannya tentang Furniture meskipun hanya lulusan sekolah menengah tidak bisa dipandang remeh, dia sangat mumpuni di bidangnya, seringkali justru pelanggan Breathing Room mengerti tentang konsep furniture yang sedang dibuat justru dari penjelasan Adit. Dia memang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dia lebih memilih membantu ayahnya dan langsung terjun mengurus studio.

IN YOUR ATMOSPHEREWhere stories live. Discover now