01| Tiga Wanita Misterius

95 22 60
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Aku tidak punya banyak waktu untuk memikirkan fisik. Yang membuat hidupku hancur bukan itu. Tapi kehadiran kasih sayang yang menurutku kurang. Di rumah, aku dibesarkan Bibi Anna. Dia wanita garang, tapi aku jauh lebih garang. Ketika dia mengomel, aku tidak akan segan melempar barang kepadanya. Walau, setidaknya harus meraba beberapa detik untuk menemukan barang yang bisa kulempar.

Wanita yang menyebalkan. Namun, seharusnya aku sedikit bersyukur karena wanita itu masih mau memberiku makan. Meskipun, aku lebih sering kelaparan.

Malam ini hujan badai. Aku harap wanita itu tidak perlu pulang. Pekerjaannya hanya melayani sekumpulan pria mesum. Aku duduk di sofa ruang tamu. Menonton. Bukan bukan, maksudnya mendengar. Mendengar berita. Aku, kan buta. Pembawa berita di stasiun televisi memberitahuku, kalau baru-baru ini ada pembunuh yang berkeliaran.

Apa tidak ada yang mau bertanya, kenapa aku buta? Dengan begitu aku bisa menyibukkan diri, membuang jauh rasa takut. Baiklah, akan 'ku jawab. Penglihatanku hilang saat taman kanak-kanak. Kecelakaan itu merenggut orang tua, dan juga mataku.

Cukup, aku tidak mau mengingat itu. Ah, panggil saja aku idiot. Aku ini pria besar, mereka bilang begitu. Tak sepantasnya berderai air mata. Daripada itu, jika ingin menangis. Aku melampiaskannya dengan kemarahan. Sialnya, sekarang aku tidak sedang ingin menangis. Aku ketakutan, dan bingung mau cara apa melampiaskannya.

Hujan badai membuat imajinasiku berterbangan. Derit jendela, mengundang otakku untuk berfantasi lebih liar. Bagaimana kalau pembunuh itu mencongkel jendela rumah? Hujan badai membuat si pembunuh ingin berteduh sebentar. Bonus besar, jika pembunuh tahu kalau rumah yang dia kunjungi dihuni makhluk tanpa pengelihatan sepertiku.

Lupakan derit. Seseorang mengetuk pintu. Suara ketukannya nyaring dan sangat cepat. Aku bingung. Apakah itu Bibi Anna? Karena Bibi Anna memang suka mengetuk kasar, tanpa memanggil. Apa tadi? Aku bilang Bibi Anna? Tentu, aku sedikit memiliki rasa hormat jika dalam keadaan seperti ini. Bibi Anna, aku harap yang di luar itu benar kau.


"Siapa di luar!"

Sial. Aku tidak mendapat balasan. Mungkin suaraku terendam oleh bisingnya rintik hujan. Tak ada pilihan. Aku harus membuka pintu. Kalau yang di luar sana pembunuh. Aku harus pasrah, lagi pula aku sudah bosan dengan hidupku. Kenapa aku tidak bunuh diri saja? Aku tidak cukup keberanian. Lagi pun, itu dosa dan aku tidak mau digiring ke neraka.

Aku turun perlahan dari sofa. Mulai berjalan pelan menuju pintu. Biasanya aku tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana. Karena aku yang buta sudah benar hapal seluk beluk rumah ini. Kecuali, jika ada barang di lantai yang menghalangi jalanku. Meski tidak merasa kakiku tersenggol apa pun. Jalanku tetap lambat. Aneh, mungkin rasa takut benar-benar menguasaiku.

Saving Mosquito [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now