Chapter 14 || Let's End It

98 34 0
                                    

"Hanya satu harapanku, yaitu kamu yang akan menyadari bahwa aku ada dari mereka, bahwa aku juga bagian dari mereka."

Clara menatap daun yang mulai berguguran, cuaca yang ada juga mulai terasa dingin, seragam yang semula hanya berupa lengan pendek kini sudah diperbolehkam menggunakan menggunakan jas

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Clara menatap daun yang mulai berguguran, cuaca yang ada juga mulai terasa dingin, seragam yang semula hanya berupa lengan pendek kini sudah diperbolehkam menggunakan menggunakan jas. Rambut yang biasa diikat karena hawa panas, sekarang sudah bisa digerai untuk menghalau rasa dingin menggelitik lehernya. Namun hal yang tidak pernah luput darinya, memperhatikan detak jantungnya.

Clara tidak pernah tahu kapan detak jantungnya itu akan berhenti, dan dia selalu berharap bukan dalam waktu yang dekat. Meski dia berharap, ada sesuatu dalam dirinya yang seperti ingin mengatakan kalau perasaannya itu benar, perasaan bahwa dia akan pergi selamanya dalam waktu yang bisa dibilang dekat. Masih menatap daun yang gugur, tiba-tiba saja napasnya menjadi sesak.

"Clara! Kau di mana? Samcheon mencarimu!" Clara dapat mendengar suara panggilan Elia. Sebuah senyum kecil terukir di bibirnya, mengetahui ada orang yang mengkhawatirkan dirinya. "Clara! Clara Ki-"

"Annyeong, Elia." Elia menatap Clara dengan sebal sebelum memutuskan untuk ikut duduk di kursi yang ada. "Kira-kira, butuh berapa lama hingga daun itu rontok semua?"

Elia menatap Clara dengan anehnya sebelum menatap pohon yang berada di hadapan mereka. "Entahlah, bulan November baru akan datang, mungkin seminggu atau dua minggu? Yang pasti akhir November semua daun sudah akan hilang."

"Apa menurutmu ini menakjubkan?"

"Ada apa dengan omonganmu? Berhenti melantur, kau dicari, untuk check up."

Clara hanya terkekeh kecil mendengar jawaban dari Elia. Dia sudah menduga respon seperti itu dari sepupunya yang sudah terasa seperti kembarannya itu. Mereka selalu menempel ke mana pun mereka akan pergi, kecuali rumah sakit. Sedari kecil, Clara sudah terbiasa untuk bersama dengan Elia, begitu pula sebaliknya. Karena itu, Clara tidak bisa membayangkan hidup Elia tanpanya. Apa dia akan baik-baik saja?

Perasaan Clara gundah, dia tidak tahu bagaimana caranya untuk berkata kepada Elia. Kemungkinan Clara harus dioperasi, kapan pastinya, belum ada yang tahu. Clara tidak ingin kembali ke rumah sakit karena dia merasa lelah, lelah harus keluar masuk dan tidak dapat melakukan apa yang dia inginkan sesuka hatinya. Lelah harus menjadi anak yang diistimewakan secara tidak adil.

"Kau ini, kebiasaan." Elia melepaskan jaketnya dan memberikannya kepada Clara. "Kalau ingin mati cepat, kau lihat saja abs para idol, dengan begitu jantungmu pasti akan berdegup dengan sangat kencang hingga kau sesak." Clara tersenyum kecil, beginilah Elia, sering marah tanpa alasan yang jelas.

"Apa kau tidak kedinginan?"

"Kalau kau sadar, makanya ayo kita masuk!" Elia melipat tangannya di depan dada sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam. Clara dengan terpaksa ikut masuk ke dalam.

"Tidak bisakah kau datang sekali saja?"

"Tidak," jawab Elia dingin. Dia berjalan mendahului Clara, takut dia akan merasakan ketakutan yang dia pancarkan. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena dingin, namun juga rasa merinding yang membuat bulu kuduk berdiri.

Just Fans {COMPLETED}Donde viven las historias. Descúbrelo ahora