4. Orang Pertama

97 8 0
                                    

Kali ini Meisha menepati janjinya untuk mengunjungi kafe milik Daniel yang esok akan resmi dibuka.

Setiap berpapasan dengan Daniel saat di sekolah, Meisha tak henti-hentinya mengucapkan permintaan maaf karena keteledorannya kemarin, yang membuat Daniel membuang waktu percuma.
Tapi Daniel dengan mudahnya memaafkan kesalahan besar Meisha, ia masih bisa menampilkan senyum terhangatnya. Entah Meisha merasa tenang dengan hal itu, atau semakin merasa bersalah.
Ia lebih mengharapkan Daniel marah kepadanya dan mengungkapkan kekesalannya, daripada tersenyum tanpa ada perasaan kecewa yang ditutupi.

Bel waktu pulang baru saja berbunyi, Gadis itu langsung buru-buru menunggu diparkiran tanpa berpamitan dengan kedua temannya yang biasa pulang bersamanya. Ia tidak ingin membuat Daniel menunggu lagi sedetikpun, Meisha tidak mau. Biar kali ini ia yang menunggu.

"Mei! Ayo pu-" ucap Malvin langsung menutup mulutnya, menghentikan kalimatnya saat otaknya mengingatkan sesuatu yang hanya ia seorang ketahui. Kemudian Malvin melewati Meisha untuk mengambil motor maticnya tanpa mengatakan sepatah katapun.

Meisha tidak bodoh, ia tahu bahwa Malvin ingin mengajaknya pulang, entah pulang atau kembali menculiknya untuk menemaninya makan ditempat makan yang akhir-akhir ini sering mereka kunjungi bersama.
Perasaan Meisha tiba-tiba sedih, andai hari ini dirinya tidak membuat janji pada Daniel mungkin ia sudah duduk di jok belakang Malvin, berpegangan pada tasnya karena merasa tak biasa menyentuh lawan jenis. Meisha gadis yang lugu, tidak mudah membuat hatinya luluh.
Anehnya, Malvin tak melakukan hal manis pada Meisha yang kebanyakan orang dambakan, tapi gadis itu merasa bahwa Malvin telah melakukan banyak hal yang membuat hatinya luluh tanpa diharapkan.

Iya, Meisha tak mengharapkan hatinya jatuh pada teman sejak kecilnya. Tapi semesta dengan seenaknya melakukan hal itu, membuat Meisha terjebak dalam perasaan yang ia buat sendiri.
Tapi Meisha harap Malvin akan terjebak bersamanya, merasakan perasaan sama seperti apa yang ia rasakan.

"Mei! Nunggu lama ya?" ucap Daniel yang sedang berjalan kearahnya.

"Engga kok," balas Meisha dengan senyuman yang ia paksakan. Entah tiba-tiba untuk tersenyum tulus sangat sulit kali ini.

"Niel, duluan ya!" Malvin mengendarai motornya kembali melewati Meisha yang hanya diam menatap kearahnya tanpa dipedulikan sedikitpun.
Lagi dan lagi hal itu membuat Meisha semakin sedih dan tak bersemangat. Namun untuk menghargai Daniel, Meisha dengan sekuat tenaga berpura-pura bahagia, merasa tidak ada yang salah.

Dirinya sadar, kali ini ia sudah jatuh terlalu dalam pada sahabat kecilnya.

Meisha tidak siap menghadapi penolakan,dan tak siap menyambut kehadiran sebuah jarak.

Ia masih ingin berada di samping Malvin tanpa perasaan canggung.

"Ayo Mei!" ucap Daniel menyadarkan Meisha dengan lamunannya. Lalu gadis itu segera duduk dibelakang Daniel.

Hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke rumah Daniel.
Dihalaman yang luas terdapat kafe sederhana yang terlihat nyaman dan menarik. Tanpa disuruh Meisha mendekati salah satu pajangan di kafe tersebut.

"Lo inget ini kan?" tanya Daniel saat menyadari apa yang sedang dilihat oleh Meisha.

Pot kecil di atas meja dengan bentuk kuda nil berwarna biru yang Meisha beli saat study tour tahun kemarin untuk Daniel. Meisha sering mempelesetkan nama temannya itu dengan kuda Nil, sebenarnya bukan hanya Meisha saja yang mengubah nama Daniel. Anggota Orbit,Ratu,dan Fida juga sering memanggil Daniel dengan sebutan kuda Nil. Sang pemilik nama tak ada perasaan marah atau tersinggung, ia malah membenarkan namanya yang hampir dengan hewan bermulut lebar tersebut.

Terlanjur Mencinta [On Going]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora