34 || Kilasan memori

990 103 3
                                    

     
Selamat membaca kisah Avner dan Maura

|chapter thirty four|







     

        Ares berdiri di depan cerminnya dengan wajah tenang. Menatap pantulan dirinya sendiri dengan bangga. Ia tersenyum merapikan jubahnya yang tersampir di belakang. Ares sungguh tak sabar, ia sudah mempersiapkan segalanya dengan matang. Hanya tinggal beberapa hal lagi, lalu setelahnya ia bisa kembali mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya. Loucy.

"Wah, wah, lihatlah wajah penuh percaya diri itu!"

Ares berbalik menatap tenang pada Axel yang duduk di atas peraduannya. Mata pria itu menatap Ares dengan seksama. Kemudian berdecih kecil.

"Lucu sekali, kau seperti anak-anak yang di mabuk Asmara," ledeknya melihat tatapan berseri dari Ares.

Ares tertawa kecil. "Cih, apa kau iri padaku, Axel?"

"Untuk apa iri pada kisah Cinta menyedihkan milikmu itu?"

Ares mendelik kesal, melemparkan buku tebal yang berada di dekatnya ke arah Axel. Beruntung ia segera menyingkirkan sehingga terhindar dari lemparan dahsyat milik Ares.

"Kau lupa, nak? Kisah cintamu lah yang paling menyedihkan disini."

Ares duduk si sudut ruangan, sofa besar kebanggaan nya itu menghadap langsung pada peraduan dimana ada Axel disana. Pria itu nampak tenang, namun raut wajahnya tampak begitu dingin. Ucapan Ares sepertinya mempengaruhi Axel saat ini.

"Sebaiknya kau jaga mulutmu, pria tua!" desis Axel geram.

Ares terkekeh, ia tahu betul jika Axel lemah saat membahas hal seperti ini. "Ada apa? Kau tersinggung? Memang benarkan kisah cintamu menyedihkan, bahkan sepertinya akan semakin menyedihkan."

Axel berdecak, ia bangkit berdiri dengan mata menatap pada Ares dengan tajam. Axel merapihkan jubahnya, menoleh sebentar ke arah pintu megah tak jauh di depannya ini.

"Berterimakasih lah padaku yang membantumu menyelamatkan kisah Cinta menyedihkan milikmu itu," desis Axel. "Kau berhutang padaku, Paman."

Ares tersenyum miring, ia mengangguk kemudian ikut berdiri bersama dengan Axel. Ares menepuk pundak pria itu, ia kembali tersenyum. Kali ini senyuman yang lebih tulus.

"Kau bebas meminta apapun, Axel. Aku akan membayarnya dengan setimpal."

"Apapun? Kau yakin, Paman?"

Ares mengangguk yakin. "Ya, apapun."

Axel diam, matanya memandang ke arah balkon kamar Ares. Sayup-sayup ia dapat mendengar suara tawa dengan nada lembut memasuki indera pendengaran nya, Axel mematung di tempat. Tawa itu sama. Tawa yang terdengar sama dengan ratusan tahun lalu. Axel masih ingat dengan jelas.

Pria itu berbalik, membuat Ares bingung sendiri. Langkah Axel kian mendekat, seiring suara tawa yang kian redup. Axel berhenti di depan pembatas balkon, matanya menelisik ke arah taman istana yang dapat ia lihat dengan jelas dari sini.

Kedua mata Axel membola, tubuhnya seperti mati rasa, kedua kakinya melemas. Ia hampir tumbang, ketika melihat gadis bergaun biru itu tertawa lepas, kemudian melihat ke arahnya. Menatap kearah Axel sambil tersenyum.

"Laura..."



|BINDING DESTINY|




       Maura tertawa begitu lepas, ia sampai memukul-mukul kursi yang di duduki olehnya. Sudut mata Maura bahkan mengeluarkan air sedikit, ini sangat lucu. Maura tertawa sampai perutnya terasa sakit.

Binding destinyWhere stories live. Discover now