plage🏖 - [Eric - Nancy]

18 3 2
                                    

Eric Sohn as Alden Prawira

Nancy Jowel McDonie as Flèya Patricia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nancy Jowel McDonie as Flèya Patricia

Nancy Jowel McDonie as Flèya Patricia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

" selamat membaca "

"Al, ayoo sini udahan dulu mainnya ntar basah lagi pakaiannya dan juga ini udah sore banget." teriakku pada laki-laki yang kembali asik bermain pasir pantai.

"Bentar Eyaa" balasnya berteriak dan kembali sibuk dengan kegiatannya. Karena penasaran aku pun memilih untuk mendekatinya dan melihat apa yang dia lakukan. Setelah melihat apa yang dilakukannya, aku pun tertawa kecil sambil memotret Alden yang sedang asik dengan dunianya sendiri.

"Astaga dasar bocah haha. Kelakuannya saha seperti ini, tapi dia enggan dipanggil babyboy" gumamku seraya melihat hasil jepretan dari ponselku.

"Eya ayo pulang" ujarnya mengagetkanku, ia pun meraih tanganku untuk menautkan dengan tangannya.

"Terima kasih" ujarnya tiba-tiba saat kami berjalan menjauhi pantai. Jangan lupakan senyumnya yang terpasang diwajah rupawannya.

"Terima kasih kembali, babyboy" ujarku seraya tersenyum. Ia pun langsung mencubit pipiku dengan keras saat aku menyebutnya babyboy. Aku pun tertawa saat melihat wajah kesalnya.

"Haha.. maafkan aku, tapi itu lucu sekalii"

"Sama sekali tak lucu, Eyaa." kesalnya.

"Haha baiklah aku ulangi ya.
Terima kasih baby!" ujarku dengan keras lalu mencuri kecupan di pipinya dan setelah itu aku pun berlari meninggalkan Alden dibelakang sana yang sedang mematung. Dan tak lama setelah ia tersadar, ia pun ikut berlari untuk mengejarku.

"Kena kau." Ujarnya sembari memelukku dari belakang. Aku pun berusaha melepaskan diri dari pelukan Alden, namun nyatanya itu tak semudah yang dibayangkan karena ia memelukku cukup erat.

"Al, lepas ih.." berontakku seraya merengek memohon agar Alden melepaskanku. Ia pun membalikkan tubuhku agar menghadapnya. Melihatnya yang tampak semakin mendekatkan dirinya, hingga tanpa sadar aku pun menutup mataku.

"Kenapa menutup mata hm? Kita tak sedang bermain petak umpat, Eya." Dapat kurasakan hembusan nafasnya menerpa wajahku, tak dapat ku bayangkan lagi seberapa dekat kami saat ini. Aku pun memberanikan diri untuk membuka mata dan setelahnya secara otomatis kepalaku pun tertarik kebelakang.

"A-apa yang k-kau lakukan. Ini t-terlalu d-dekat Al." Ujarnya dengan terbata-bata seraya mencoba menjauhkan Alden dariku.

"Kalau aku tak mau, memang apa yang akan kamu lakukan, Eya?"

"Eya-" ucapannya pun terputus karena serangan tiba-tiba dari Fleya. Dan dapat ku lihat wajahnya memerah akibat kenekatannya.

"Dua kali. Dua kali kamu mencurinya dariku, Eya. Boleh aku membalasnya?" Tanya nya seraya menatapku seolah meminta persetujuan. Dan tanpa sadar aku pun menganggukan kepalaku. Dan gerakan itu tak luput dari pandangan Alden, sehingga ia pun tersenyum setelahnya.

"Hukuman macam apa yang pantas untuk bibir nakal ini hm?" Ujarnya seraya memainkan jarinya diatas bibirku.

"Jangan digigit, bibirmu akan terluka jika kau masih melakukan hak ini, sayang." ujarnya menghentikanku saat tanpa sadar aku menggigit bibirku. Ia pun mendekatkan wajahnya padaku dan dapat kurasakan bagaimana benda tak bertulang itu menyentuh bibirku.

"Manis meskipun bibirmu sedang terluka, sayang." Ujarnya lalu kembali mempertemukan kembali benda kenyal tersebut. Setelah itu, ia pun menjauhkan sedikit dirinya dariku. Ia menatapku dengan lekat dengan tangan membelai wajahku.

"Mau jadi kekasihku?" Tanyanya dengan lembut. Aku pun yang tadinya memejam menikmati belaian diwajahku seketika membelalak mendengar pertanyaan Alden.

"Haha.. jadi selama ini apa kau tak menyadarinya?" Mendengar hal ini semakin membuatku bingung. Gila, kebenaran apa yang mempermainkanku seperti ini.

"Aku sudah menyukaimu sejak awal kita berjumpa di lapangan ketika upacara penerimaan siswa baru. Mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya."

"Jadi, bersedia untuk menjadi kekasihku Fleya Patricia?" Tanyanya lagi seraya menatapku. Aku bingung hendak menjawab apa, aku takut jika semua ini hanya sebuah lelucon. Namun saat menyelami pandangan matanya, sama sekali aku tak menemukan kebohongan disana.
Sejujurnya aku senang akan hal ini. Bagaimana tidak, jadi perasaanku selama ini terbalaskan, namun tetap saja masih banyak keraguan yang menghinggapiku.

"Maaf aku mengejutkanmu. Tak usah terburu-buru untuk menjawabnya. Aku akan menunggumu. Ayo pulang, sebelum bertambah gelap serta orang tuamu mencarimu." Ujarnya saat melihat gelagat anehku. Ia pun menggenggam tanganku dan mengajakku untuk kembali melanjutkan perjalanan kita yang sempat terhenti.

"Aku mau." Gumamanku mampu membuat Alden terhenti.

"Mau apa? Kamu mau es-" ucapanya terhenti saat aku memeluknya dengan erat.

"Aku mau menjadi kekasihmu Alden Prawira."

"Kau tau, perasaanku akhirnya terbalaskan dan aku tak mengalami cinta bertepuk sebelah tangan." Ujarku bahagia hingga tanpa sadar airmata itu menetes membahasi pipiku.

"Terima kasih, Eya." Ujarnya sembari ngusap pipiku yang ternodai airmata.
Ia pun mendekatkan kembali wajahnya dan mempertemukan kembali bibir tebalnya dengan bibirku. Ia pun menjauhkan wajahnya dariku dan kembali menatapku dengan tersenyum.

"Aku mencintaimu, Fleya."

Dengan berlatarbelakang matahari terbenam, kedua sepasang kekasih yang baru saja bersatu itu kembali berciuman dengan tangan saling bertaut.


-- END --

Le MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang