Angkasa - Part 27 : Percaya

1.2K 71 0
                                    

Hari ini adalah hari dimana Pentas Seni resmi diadakan. Kondisi lapangan saat ini sedang sangat ramai dengan berbagai stand makanan yang sudah ramai antrian para siswa. Disini aku, diruangan musik, berusaha untuk menenangkan diri agar tidak gugup saat penampilan kami tiba. Di lapangan hanyalah sebuah pertunjukan-pertunjukan kecil, seperti kuis, perlombaan, dan semacamnya, sedangkan pertunjukan besar dan utamanya ada di aula.

Untuk penampilan ini, aku memakai sebuah dress brokat berwarna peach dengan kombinasi atasan bermodel blazer dan bagian rok yang berbahan kain tile yang dibelikan oleh Angkasa untukku dua bulan yang lalu dan rambut yang tercepol rapi dengan anak rambut yang dibiarkan begitu saja, kata Vania supaya kelihatan lebih feminim.

Aku jadi ingat kalau gaun ini adalah gaun kesukaan pacarnya Angkasa yang sampai sekarang tidak ku ketahui siapa dia dan dimana dia sekarang. Aku jadi sangat penasaran, bayangkan saja, Angkasa yang sangat tampan sudah pasti pacarnya juga sangat cantik. Eh, mungkin sepertinya sudah menjadi mantan. Ah, aku tidak boleh merasa insecure. Cantik itu relatif, bukan? Aku tidak boleh kehilangan kepercayaan diri.

Untungnya diruangan ini disediakan AC, jadi, meskipun memakai gaun ini dalam waktu yang lama sembari menunggu penampilan pun tak akan terasa panas dan mengeluarkan keringat.

Sembari mengingat-ngingat kunci gitar, aku melihat kearah luar jendela. Saat ini masih penampilan yang entah kesekian dari ekstra tari tradisional melalui siaran langsung dari seorang siswi. Gerakan, tata rias, dan properti mereka begitu indah. Dari banyaknya jenis penampilan yang ditampilkan, aku lebih menyukai penampilan tari tradisional sejak duduk dibangku SMP.

Terdengar suara pintu terbuka di indra pendengaranku, namun aku tak menghiraukannya karena sudah pasti itu adalah Vania. Dia memang aku mintai tolong untuk membantuku bersiap-siap, sekaligus menemaniku sendirian disini selama Angkasa sedang dalam tugasnya. Vania sendiri tidak keberatan karena dia lebih memilih menonton dari sini, selain karena lebih jelas kelihatan, alasan dingin dan tidak ingin panas-panasan dilapangan adalah alasan yang terbesar.

Tiba-tiba saja tangan seseorang melingkari bagian pinggangku, itu kelihatan seperti tangan pria bukan wanita. Dagu seseorang menumpu pada bahu sebelah kananku, aroma maskulin yang sudah sangat aku hafal ini tercium begitu saja dan berhasil membuatku merasa terbuai. Aku menoleh, melihat ukiran wajahnya yang begitu sempurna, Angkasa, ia memejamkan matanya. Merilekskan tubuhnya yang mungkin lelah karena seharian ada di luar ruangan. Meskipun keringat mengucur dipelipisnya, membasahi kaus putih polos dibalik jaket hitamnya, aroma tubuhnya tetap tak menghilang tergantikan bau keringat. Padahal, jika aku berada di posisi Angkasa, mungkin aku sudah tak ingin dekat-dekat dengan orang lain karena sudah jelas bau keringat mungkin akan membuat banyak orang tidak nyaman. Aku jadi heran, apa yang membuat para pria remaja tetap wangi padahal keringat sudah membasahi tubuh mereka, apa sih rahasia terbesar mereka? Aku jadi penasaran.

"Angkasa? Udah waktunya istirahat ya buat panitia?"

Angkasa mengangguk, ia masih setia dengan posisinya. Aku jadi merasa gugup sendiri karenanya, tapi di sepersekian detik kemudian, ia membuka matanya perlahan dan menegakkan tubuhnya. Ia duduk dikursi piano dan memainkannya. Terlihat sangat gentle.

"Bentar lagi penampilan dance ya?"

"Iya"

"Aku ga sabar mau liat penampilan Shania"

"Aku ga sabar dengan penampilan kita berdua"

Aku tersenyum, ku senderkan kepalaku pada sisi jendela, memperhatikan dirinya yang sedang memainkan piano dengan begitu indahnya. Dari belakang, ia terlihat seperti seorang malaikat yang menjelma sebagai manusia. Siapapun, tolong selamatkan aku yang telah tenggelam dalam pesonanya yang luar biasa!

ANGKASA [ #1 PWR Series ]Where stories live. Discover now