Rahasia

78 5 0
                                    

Apa yang harus kulakukan?
- Jie -

Jie berdiri di samping Aqilla yang sibuk melihat ke arah jam tangannya berulang kali. Ia belum berani menyapa wanita manis itu sejak kejadian kemarin. Wajah manisnya tiba-tiba berubah menjadi masam dan kalaupun wanita itu menatapnya, Aqilla hanya menatap sinis dan kesal.

"Masih marah?"

Aqilla hanya terdiam, ia lalu melempar pandangannya ke arah kaca besar bandara dan memilih melihat pesawat terbang yang sedang terparkir dengan rapi.

"Aqilla, weishenme bu shuohua (Mengapa tidak bicara)?"

Terdengar helaan napas Aqilla yang cukup berat, ia memutar tubuhnya pelan dan menoleh ke arah Jie.

"Xiangxin wo (percayalah pada saya)," Jie merajuk, ia menatap Aqilla dengan binar mata iba dan sendunya.

Leo yang melihat pemandangan itu dari kejauhan hanya berusaha menahan tawanya sendiri. Ini pertama kalinya ia melihat Jie kalut dan cemas seperti orang yang sedang putus asa. Siapa sangka, pria bebas yang keras kepala itu bisa tunduk dengan seorang wanita macam Aqilla.

"Wo xiang ni (Saya percaya padamu)," Aqilla menundukkan kepalanya sebentar lalu menatap Jie dengan tatapan penuh keyakinan. Jie yang mendengar jawaban Aqilla seketika langsung menghela napas lega, ia tersenyum lebar bahagia. Wajahnya yang semula kalut dan muram langsung berubah menjadi sumringah.

"Saya kenal kamu, Jie. Tidak mungkin kamu melakukan hal-hal buruk dengan wanita," ujar Aqilla sambil tersenyum simpul.

"Kamu memang urakan, bebas, sulit diatur. Tapi, kamu tahu aturan dan batas. Iya, kan?"

Jie mengangkat kedua jempol tangannya, "kamu mengenal saya dengan sangat baik."

"Oh! Ke ai de xiao hai (anak yang manis)!" Leo tiba-tiba datang sambil mengacak-acak rambut Jie. Jie balas menendang kaki Leo dengan wajah kesal dan kedua daun telinganya yang sudah memerah.

"Kalau kalian sudah saling mengenal dengan baik. Kenapa tidak menikah saja? Kalian sudah bertahun-tahun bersama. Aqilla mengenal baik Jie, dan Jie mengenal baik Aqilla," ceplos Leo dengan pandangan menggoda yang ia tujukan pada Jie lalu Aqilla secara bergantian.

"Kami terlalu berbeda, mungkin jiwa kami memang sama. Tujuan dan harapan kami pun sama. Tapi, kami berbeda," jawab Aqilla tiba-tiba membuat Jie dan Leo terkejut.

Jie menatap wajah Aqilla yang sudah memerah, ini pertama kalinya Aqilla mau meladeni candaan Leo yang menggodanya bersama Jie.

"Aiqing bushi xunzhao gongtong dian, er shi xuehui zunzhong butong dian (cinta bukan mencari yang berpandangan sama, tetapi belajar menghargai perbedaan pandangan)," ucap Leo bijak sambil merangkul pundak Jie dengan senyum lebar.

"Berbeda? Maksud kamu, karena saya? Kita berbeda budaya? Dan lain ... nya?" Jie menatap Aqilla dengan tatapan heran.

"Bukan itu, saya ada di titik bawah. Kamu sudah di atas. Kita terlalu berbeda. Saya....,"

Jie menghela napas, "tunggu, memangnya kamu mau menikah dengan saya?"

Aqilla dan Leo saling melempar pandangan. Aqilla terbatuk, ia memukul-mukul dadanya. Lalu duduk di kursi dan mengambil sebotol air mineral di dalam tasnya.

Terlihat semburat merah di kedua pipi wanita berjilbab peach itu, ia lalu menarik napas panjang, "bisa kita ganti topik pembicaraan yang lain saja?"

Jie tertawa kecil, untuk kali ini ia berterima kasih pada Leo. Mulut embernya ternyata ada gunanya juga.

"Kamu tertarik dengan saya? Begitu? Sebagai pria?" Tanya Jie membuat Leo membuka mulutnya bulat seperti bentuk donat.

Aqilla pun tak kalah terkejutnya, ia tertawa kecil, lalu, "sebentar lagi kita akan kembali ke Indonesia. Saya harap sakitmu segera sembuh. Dan, nanti jangan lupa datang. Kak Reza akan datang ke rumah saya. Kamu dan Leo saya undang."

Wajah Jie langsung berubah menjadi suram, "si brengsek itu lagi? Kenapa dia bisa sampai ke Indonesia? Ke rumahmu? Untuk apa?"

"Kami berdua sudah merencanakan sesuatu nanti. Dan saya harap kalian pun ikut berbahagia. Tentu saja, ia akan pulang ke Indonesia di hari spesialnya," Aqilla tersenyum polos ke arah Jie dan Leo.

Jie memijat keningnya, sepertinya ia kalah start. Semoga saja hal itu tidak benar-benar terjadi. Jie harus mencegahnya. Walau bagaimanapun. Tidak boleh ada yang namanya ikatan di antara Aqilla dan si brengsek itu.

☔☔☔

Jie berdiri dengan cemas di persimpangan rumah Aqilla. Ia berjalan ke sana ke mari tak jelas. Sambil sesekali memandang ke arah jalan aspal yang ada di seberangnya. Ini adalah rencana rahasianya, ia bahkan tidak memberitahu Leo.

Hari ini adalah hari dimana Reza akan pergi ke rumah Aqilla. Aqilla sendiri tidak mau memberitahu pada Jie, tentang rahasia apa yang mereka tutupi. Alhasil Jie, menunggu di persimpangan jalan lebih awal sebelum Reza datang. Jie masih hapal betul plat nomer mobil Reza selama di Indonesia.

Sorot mata Jie langsung berubah menjadi serius dan tajam begitu melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam itu lewat. Tanpa berpikir panjang ia segera berlari dan berdiri tepat di depan mobil itu dengan berani. Reza yang kenal dengan orang bodoh yang tiba-tiba mencegat nya itu hanya tersenyum tipis sambil membuka pintu mobil.

"Pahlawan kesiangan. Lagi-lagi, katanya mau melindungi Aqilla. Katanya, sudah bersiap perang," ujar Reza sambil melepas kacamata hitam yang ia kenakan.

Jie menatap Reza dengan tatapan penuh emosi.

"Kamu benar-benar brengsek, Reza. Orang gila!" bentak Jie sambil berjalan menghampiri Reza dan menarik kerah kemeja putihnya.

Reza hanya tertawa, "saya menang. Kamu sudah jelas-jelas kalah. Untuk apa berjuang lagi? Sudah tidak ada harapan."

Jie menahan emosinya sekuat tenaga. Jujur saja ia ingin sekali memukul wajah pria jalang di hadapannya ini. Tapi, ia memikirkan perasaan Aqilla. Ia akhirnya melepaskan cengkeramannya dan memilih berdiri menyingkir. Reza menatap Jie dengan senyuman licik dan kembali masuk ke dalam mobilnya.

Reza benar, Jie sepertinya sudah kalah. Apa yang harus ia perbuat setelah ini? Mengacaukan pernikahan Aqilla? Haruskah? Tapi, bagaimana nanti perasaan Aqilla? Lagi-lagi Jie dibuat bingung, ia berdiri lemas sambil menyender di pagar rumah dengan deruan napas yang berantakan. Tak henti-hentinya ia membuang napas kasar sambil sesekali menahan emosinya yang belum juga reda.

Seharusnya Jie sudah curiga sejak di China waktu itu, Aqilla tak henti-hentinya melihat ke layar ponsel. Ia selalu membawa ponselnya dan menjaga ponselnya agar selalu dekat dengannya. Jie mengerti, pasti Reza menggunakan trik yang sama lagi untuk menjebak wanita seperti waktu itu ia menjebak Me Yi. Bedanya, ini jauh lebih parah. Ia menjadikan sebuah permainannya dalam sebuah keseriusan. Karena ia tahu betul, Aqilla bukanlah wanita yang mudah luluh dan senang menghabiskan waktu untuk hubungan yang tidak jelas.

Jie sudah kehabisan akal, ia tidak tahu harus bagaimana lagi setelah ini. Ia langsung berjongkok lemas sambil menarik rambut ikalnya ke belakang dengan frustasi, menarik napas panjang. Lalu, ia menundukkan kepalanya dalam. Ia nampak sedang berusaha mengumpulkan tenaganya. Pandangan Jie langsung teralihkan begitu mendengar suara adzan Dzuhur berkumandang. Ia pun segera bangkit dan berjalan menuju masjid terdekat dengan gontai. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada ia tak henti-hentinya berdoa di sepanjang jalan.









Bersambung

The Smell After Rain | TELAH TERBITWhere stories live. Discover now