Cemas

67 6 0
                                    

Apa salahku?
- Aqilla -

Jie melihat ke arah pria klimis yang berdiri dengan tegap di hadapannya beberapa meter. Ia menatap pria itu dengan tatapan dingin dan tajam, seperti seorang pemburu yang akan menangkap hewan buruan. Pria yang ditatapnya itu hanya tersenyum simpul sambil berjalan mendekat.

"Assalamualaikum, Aqilla!" sapa pria klimis bernama Reza itu. Ia melempar senyum termanis pada seorang wanita berkerudung merah maroon di samping Jie seolah ia adalah pria 'baik-baik.'

"Cih," tanpa sadar Jie mencibir sambil membuang mukanya dan tersenyum sinis. Leo yang melihat pemandangan itu karena baru kembali dari toilet langsung tertahan di tempatnya. Kedua kakinya terasa berat untuk mendekat ke tempat dimana Jie, Aqilla dan Reza berdiri. Alhasil, ia hanya mampu memperhatikan dari kejauhan.

"Wa'alaikumusallam, kak Reza? Kok, kakak bisa ada di sini?" tanya Aqilla dengan kedua mata yang berbinar. Ia pun membalas senyum manis Reza dengan senyum lebarnya. Ia tak menyangka bisa bertemu seseorang yang ia kagumi selama ini.

"Kakak pemilik penginapan ini. Selamat datang! Semoga kamu betah, ya?" Reza terkekeh sambil menundukkan kepalanya ramah. Ia sama sekali tak menghiraukan Jie, seolah pria berambut bergelombang itu hanyalah properti dan semacamnya.

"Wah, Masyaallah! Kebetulan banget, kakak bukannya lagi di Turki, ya?" Aqilla mengernyitkan alisnya. Perbincangan ini terasa begitu menarik bagi Aqilla, karena selama ini ia hanya bisa berbincang dengan kak Reza via aplikasi chat.

Alih-alih merasa bersemangat seperti Aqilla, Jie malah mendengar percakapan itu dengan malas. Hah, jadi obat nyamuk. Pikirnya, kesal.

"Sengaja hari ini kemari, karena ada rapat evaluasi setiap bulannya. Untuk meningkatkan kinerja karyawan dan manajemen," Reza akhirnya menoleh ke arah Jie, "ah, kamu Jie, kan?"

Jie terdiam, ia menatap kedua mata Reza sedikit sinis, lalu tatapannya berubah menjadi dingin, "Yo!" Jie mengangkat sebelah tangannya sambil tersenyum simpul.

"Apa kabar?" Reza berjalan menghampiri Jie sambil merangkul pundaknya sok akrab. Jie dengan wajah kesalㅡdan terpaksa menyambut rangkulan itu. Apa-apaan? Tumben sekali, pikir Jie. Terakhir kali mereka bertemu enam bulan yang lalu itu Reza bahkan membuang wajahnya dan bersikap seolah mereka tidak pernah saling mengenal satu sama lain. Menyebalkan. Jie masih ingat kejadian itu, karena amat menyakitkan baginya. Sampai-sampai detail pertemuan mereka pun Jie ingat.

"Baik," jawab Jie singkat tanpa basa-basi.

"Gue tahu, lu bisa jaga rahasia, kan?" bisik Reza tepat di telinga Jie. Lalu Reza segera melepas rangkulannya itu sambil tersenyum lebar ke arah Jie.

Jie yang melihat senyum palsu itu hanya mampu terdiam sambil menunduk dan membuang muka. Tangannya mengepal dengan cukup keras. Dan dadanya yang bidang naik turun menahan letupan emosi yang tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhnya.

Aqilla yang melihat reaksi Jie itu menjadi heran sendiri. Tidak biasanya Jie bereaksi berlebihan seperti itu pada orang lain. Biasanya ia bersikap apa adanya. Tapi, kenapa Jie terlihat cemas, gelisah dan sedikit takut? Aqilla jadi kepikiran sendiri. Ketika ia berniat menghampiri Jie untuk memastikan apakah pria penyuka parfum cokelat itu baik-baik saja atau tidak, Reza dengan cepat mengajak Aqilla untuk berkeliling penginapan. Alhasil, Aqilla memilih ajakan Reza dan pergi meninggalkan Jie yang terlihat tidak jelas itu.

Setelah melihat Reza dan Aqilla  pergi, Leo buru-buru berlari menghampiri Jie, "cepat! Ikutin mereka!"

Jie menggeleng lesu, "percuma,"

Leo mendesah kesal, "kamu kenapa, sih? Kamu kan, tahu Reza itu brengsek! Tega gitu? Wanita sebaik Aqilla dekat-dekat sama pria macam Reza?!"

"Leo! Kamu tahu, dulu dia berjasa banget sama kita. Dia yang udah jadi manajer kita di dunia modeling. Dan dia, susah payah waktu itu mencari donor darah untuk ibu saya," kilah Jie sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

The Smell After Rain | TELAH TERBITWhere stories live. Discover now