Kejutan Yang Tertunda

174 21 39
                                    

Tawa itu memang bahagia.
Tawa bersamamu jauh lebih bahagia.
Apalagi, aku tidak perlu teleskop tua usang untuk melihatnya.

- Jie -

Aqilla berjalan memasuki kawasan surya kencana, sehabis sepulang mengajar di sekolah dan melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu ia segera bergegas pergi dengan menggunakan jasa ojek online siang itu.

Beruntungnya cuaca hari ini tidak begitu panas atau pun mendung, ditambah dengan jalanan yang cukup lengang. Tidak ada kemacetan panjang yang mengganggu. Bogor yang sekarang jauh berbeda dengan Bogor yang dulu, setiap hari apalagi di akhir pekan macet selalu saja datang silih berganti. Baik di jalan-jalan utama kota Bogor atau pun jalanan biasa.

Aqilla berdiri menunggu di depan sebuah klinik pengobatan china sambil sesekali melihat ke layar ponsel. Ini sudah pesannya yang ketiga kali pada Jie, namun pria itu belum juga membalasnya. Kedua mata bulat Aqilla mulai melihat mengamati keadaan sekitar.

Tempat ini selalu saja ramai, tidak pernah sepi. Banyak para penjual dan pembeli yang sedang bertransaksi jual-beli. Ada yang menjual hasil kebunnya, berupa sayur mayur dan buah-buahan. Ada yang menjual kebutuhan dan peralatan rumah tangga seperti pakaian, ember dan lain sebagainya.

Bangunan-bangunan di daerah surya kencana terbilang sudah tua. Bahkan pasar modern seperti toserba saja bangunannya sudah tua dan usang. Apalagi jajaran toko-toko di sepanjang pinggir jalan yang bangunannya pun sudah tua, tidak mengalami banyak perubahan.

Masih seperti arsitektur zaman dahulu yang banyak menggunakan ornamen kayu di tiap sisi bangunannya. Baik itu penyangga, jendela atau pun bagian pintu.

"Assalamu'alaikum," ucap suara dari belakang tubuh Aqilla.

Aqilla segera memutar tubuhnya ke belakang dan melihat Jie sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum ramah dan menundukkan kepalanya sopan. Hari ini pria berambut ikal gondrong itu menggunakan kaos lengan pendek berwarna hitam dan celana jeans berwarna biru dongker. Dengan rambut yang masih acak-acakan, Jie tetap saja terlihat stylish.

Aqilla benar-benar heran, kenapa dengan berpakaian sesimpel ini saja Jie terlihat menarik. Mungkin karena wajah dan postur tubuhnya itu. Namun, ketika Aqilla melihat ke arah kaki Jie ia langsung tertawa kecil. Lagi-lagi pria itu mengenakan sendal jepit lokal andalannya yang berwarna hijau.

"Wa'alaikumusallam, kamu tipe setia, ya?" ejek Aqilla sambil melihat ke arah sendal jepit Jie. Jie pun melihat ke arah sendal jepitnya yang ia kenakan. Bukannya marah atau merasa tersinggung dengan ejekan Aqilla ia hanya menanggapinya dengan senyum simpul.

"Tentu saja! Tanyakan saja pada Madona. Betapa setianya saya, kita selalu bersama menghadapi suka maupun duka. Dan, kita juga saling mencintai," jawab Jie ikut terlarut dalam candaan Aqilla. Sambil berkata seperti itu ia menunjuk-nunjuk ke arah sendal jepit hijau kesayangannya.

"Apa kepalamu barusan terbentur? Lagipula, siapa itu Madona?" tanya Aqilla sambil menahan tawa kencangnya.

"Tidak terbentur, hanya saja tadi saya yang membenturkannya sendiri. Madona itu nama sendal ini. Saya tahu kamu pasti penasaran, kan? Atau jangan-jangan kamu cemburu?" tanya Jie sambil di iringi kekehannya yang seperti anak kecil.

"Yang benar saja? Buat apa saya cemburu pada Madona?" balas Aqilla semakin ikut terlarut dalam candaan ngaco mereka berdua yang terus mengalir.

"Ah, saya kira kamu cemburu!" ceplos Jie sambil berkacak pinggang dan menggelengkan kepalanya dengan ekspresi wajah kecewanya yang dibuat-buat.

Tawa Aqilla pecah, begitu pun dengan Jie yang mengikutinya tertawa. Alhasil beberapa orang yang melewati mereka berdua melihat dan memperhatikan dengan tatapan heran. Apakah ada sesuatu yang sangat lucu hingga membuat dua orang anak muda itu tertawa sangat kencang.

The Smell After Rain | TELAH TERBITWhere stories live. Discover now