Bodoh

73 6 0
                                    

Ada apa denganku?
- Aqilla -

Ritual minum teh adalah salah satu ritual wajib di negeri tirai bambu. Malam ini, Aqilla, Jie, Leo dan paman juga bibi Jie pergi menuju kedai minum teh yang biasa disebut Cha Guan. Di china untuk mendapatkan air panas benar-benar mudah. Di mall maupun di stasiun kereta api selalu tersedia air panas secara gratis.

Di Cha Guan tempat duduk dan meja terbuat dari kayu dengan sentuhan arsitektur china. Benar-benar rapi dan sederhana. Gaya arsitektur kuno yang unik.

Ketika ingin menyajikan teh, air yang digunakan untuk menyeduh haruslah panas mendidih. Sambil mendidihkan air, sejumput kecil daun teh dimasukkan ke dalam teko, karena jika terlalu banyak hanya akan memberikan rasa pahit. Teko yang digunakan adalah teko kecil yang terbuat dari tanah liat yang berpori rapat. Gelasnya pun kecil hanya bisa untuk sekali teguk.

Ketika air telah mendidih, teh terlebih dahulu dituangkan ke atas cawan. Cawan yang sudah dicuci diambil dengan capit kecil untuk dikeringkan airnya. Sisa air yang mendidih dituangkan ke dalam pot yang berisi teh. Setelah kurang lebih dua menit, teh dalam pot baru dituang ke cawan dan siap untuk diminum.

Aqilla tersenyum ramah ke arah paman dan bibi Jie yang duduk dihadapannya. Hari ini adalah hari pertamanya menginap di kota Xuanwu. Aqilla, Jie dan Leo menginap di rumah bibi Jie Yen yang memang menyediakan tempat penginapan dengan konsep muslim friendly.

Jie bilang, meminum teh paling pas jika malam hari. Karena suasana sepi dan damai, juga dinginnya udara malam semakin membuat teh rasanya semakin manis dan hangat.

"Ni xihuan chi shenme shiwu? (Kamu suka makan makanan apa?)"

Aqilla menaruh segelas cangkir tehnya pelan-pelan, lalu menatap wajah bibi Jie Yen.

"Apa saja, yang penting halal dan enak," jawab Aqilla sambil terkekeh.

"Kamu ini! Wanita baik memang begitu, tidak merepotkan dan manja, ya. Bibi akan buatkan soup terenak untuk besok pagi. Bagaimana? Apa kamu suka?"

"Tentu saja saya suka!" Aqilla mengacungkan kedua jempol tangannya antusias.

"Kanqilai jiu yao xia yu le, (kelihatannya akan turun hujan)" ucap Jie sambil melihat ke arah jendela kedai teh.

"Semua orang membawa payung Jie, jadi tidak perlu khawatir," jawab Leo sambil terus menulis catatan di buku berwarna hitam miliknya.

"Kamu tahu? Ini pertama kalinya Jie memperkenalkan wanita pada keluarganya. Kalian sedekat itu?" Tanya Bibi Jie Yen.

Aqilla hampir tersedak kue yang ia makan, "bibi mungkin memang belum mengenal saya. Tapi, kedua orangtua Jie sudah mengenal saya dengan baik. Saya Aqilla, teman Jie sejak kecil. Dulu, kami bertetangga dan akrab. Dan kami baru saja bertemu kembali beberapa Minggu yang lalu."

"Ta, momo de qu likai wo ziji (Dia, dengan diam-diam, pergi meninggalkan saya sendirian)," ujar Jie sambil tersenyum tipis dan melihat ke arah jendela yang menyuguhkan pemandangan gerimis.

"Ta shi shenme ren ?(Siapakah dia?)" Tanya Leo penasaran.

"Me Yi," begitu menyebut nama itu Jie langsung menundukkan kepalanya lalu tersenyum getir.

"Tai guo fen (Keterlaluan)," Leo menggelengkan kepalanya lalu duduk mendekat di sebelah Jie.

"Jadi, sekarang bagaimana? Kapan kamu siap untuk memberitahu Aqilla semuanya? Soal, Me Yi, Reza dan kamu," Leo sedikit memelankan suaranya agar tak terdengar Aqilla.

Jie hanya menghela napas berat, ia memijat-mijat keningnya dan lalu, "wo bu zhi dao (Saya tidak tahu)."

"Lho, kenapa?"

The Smell After Rain | TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang