1 | worst video call ever

Start from the beginning
                                    

Setiap kali lelah sepulang kerja, cuma Milo pelipur laranya karena mereka hanya tinggal berdua.

Sabrina mengelus-elus anjingnya sambil berjalan ke salah satu kabinet dapur, mengambilkan kotak sereal makanan anjing yang isinya tinggal sedikit dan menuangkannya ke piring Milo yang tergeletak di lantai, lalu mengembalikannya ke kabinet sambil membuat catatan di otaknya bahwa besok harus restock sereal itu sebelum kehabisan.

Milo segera melompat turun dari pelukan Sabrina dan makan dengan lahap. Sabrina tertawa. Tapi hanya sebentar. Segera dibereskannya pecahan beling di lantai, takut mengenai kaki Milo, karena dia harus segera mandi juga. Badannya sudah terlalu lengket.

Sabrina lalu memunguti dan menyapu pecahan beling, membungkusnya dengan selembar koran dan membuangnya ke tong sampah dapur. "Mami mandi dulu ya, Milo sayang. Jangan nakal."

Ditinggalkannya anak angkat tercintanya dan segera kembali ke kamar, mengisi jacuzzi di kamar mandinya dengan air panas. Dia perlu merilekskan otot-ototnya yang kaku karena terlalu diforsir untuk bekerja seharian.

Lalu dia mencopot pakaian dan membiarkannya terjatuh begitu saja ke lantai kamar tidur, dekat kasur. Malam ini saatnya mencuci semua pakaian kotor karena laundry boxnya sudah penuh. Dia akan membereskannya nanti setelah mandi.

Tiba-tiba Milo menerjang masuk ke kamarnya melaui pintu yang tidak tertutup rapat, langsung berlari ke pelukannya. Sabrina terjatuh ke lantai sambil tertawa geli saat gumpalan bulu halus itu mulai menjilat-jilat mukanya.

"Mama mau mandi. Kamu nakal banget sih, Nak!"

Dilepaskannya Milo dari pelukan, dan dia bawa keluar, kali ini tidak lupa memastikan pintunya tidak bisa didorong terbuka dari luar. Milo menggonggong dan dia abaikan, segera menuju kamar mandi untuk menunaikan ritual sakralnya.


~


Zane kembali ke meja kerjanya setelah selesai membuat kopi.

Dia terpaksa membuat kopi sendiri karena semua staf sudah pulang. Stafnya memang tidak banyak. Hanya delapan orang, dan sebagian besar merupakan teman-teman kuliahnya sendiri yang baru saja lulus. Perusahaan EOnya juga terbilang masih seumur jagung. Baru jalan beberapa bulan, dan baru mengerjakan dua event besar. Kantornya juga cuma berupa satu unit ruko tiga lantai yang tidak seberapa besar, namun nyaman karena interiornya bergaya industrial.

Didudukkannya pantatnya di kursi kerjanya, baru sadar kalau pantatnya juga sudah lelah. Sekarang sudah lewat pukul dua belas malam.

Matanya terpaku pada map biru yang belum lama berhasil ditemukannya, berisi katalog paket wedding mereka. Sabrina yang mendesain. Kemampuan dan selera gadis itu sebenarnya tidak perlu diragukan meski dia lulusan akuntansi yang tidak ada hubungannya dengan desain-mendesain. Tapi meski begitu, Zane belum akan bisa pulang jika belum mengeceknya sendiri.

Dan ternyata pekerjaan Sabrina memang sudah sempurna, tepat seperti yang ada di kepalanya. Tidak butuh revisi sama sekali.

Zane mendengus pada diri sendiri.

Tidak seharusnya tadi dia buang-buang waktu mencari map itu. Tidak mempercayai kinerja karyawannya sendiri memang hanya akan buang-buang waktu dan tenaga. Padahal dia jelas menerima mereka semua berdasarkan skill yang mereka miliki, bukan mentang-mentang teman atau punya koneksi dengannya.

Disesapnya kopinya yang masih panas di meja, kemudian meraih ponsel. Kepalanya terkulai di sandaran sofa. Ini sebenarnya malam minggu. Tapi bahkan dia tidak sempat mencari pacar karena sibuk bekerja.

Holy shit!

Tampilan di layar ponselnya seketika membuat Zane duduk tegak dengan mulut ternganga.

Sabrina pasti sudah gila.

Tapi mata Zane tidak bisa lepas dari layar ponsel yang mempertontonkan gadis muda itu melucuti rok spannya, sementara blus yang tadi dikenakannya untuk bekerja sudah jatuh ke lantai, menyisakan lace bra warna dusty pink yang terlihat serasi dengan warna kulitnya yang putih bersih.

Sabrina melompat keluar dari rok ketatnya, dan dengan sigap tangannya meraih strap bra di punggung. Zane tercekat, sampai lupa bernapas saat melihat bra itu lolos dan terjatuh ke lantai.

Oh, shit!

Gadis itu tidak pernah berpakaian seksi, dan selama ini Zane bahkan tidak pernah sedikitpun menaruh perhatian pada penampilan karyawannya yang satu itu.

Sabrina itu juniornya di kampus. Sebelum bekerja sama, mereka pernah beberapa kali bertemu karena perempuan itu dulu berpacaran dengan salah satu teman sejurusannya dan mereka hobi nongkrong di kantin yang sama. Tentu tidak pernah terlintas di benak Zane kalau suatu saat dia akan melihat Sabrina ... ah, gila!

Dan ketika tangan ramping gadis itu turun untuk melepas lace pantynya, Zane tanpa sadar membungkam mulutnya sendiri.

Sabrina benar-benar gila.

Bagaimana bisa dia menelanjangi diri tanpa memeriksa panggilan video mereka sudah terputus atau belum? Apalagi dia meletakkan ponselnya di tempat yang begitu strategis, hingga Zane bisa melihatnya dengan jelas. Dari ujung kakinya yang beralas sandal rumah kebesaran, hingga ujung rambutnya yang dicepol asal-asalan, serta seluruh lekukan sempurna yang dia miliki, yang tentu bisa membuat semua pria normal di muka bumi bertekuk lutut.

Kain terakhir yang menempel di kulitnya akhirnya terlepas. Shit! Shit! Shit! Seluruh tubuh Zane sudah terasa menegang di kursinya. Segera diputusnya sambungan video call mereka sebelum gadis itu menyadari perbuatannya dan mereka tidak akan pernah bisa bekerja sama lagi. Diputuskannya untuk pulang saat ini juga, sebelum kewarasannya hilang dan berujung dia tidak akan bisa pulang sama sekali.

Zane menyetir dengan hati-hati. Berusaha mengenyahkan Sabrina dengan semua lekuk sempurna yang ... shit! Kenapa dia bisa seterganggu ini? Dia bukan ABG bau kencur!

Tapi Zane tetap tidak bisa mengenyahkan potongan-potongan adegan tadi dari kepalanya.

Mungkin karena yang dilihatnya tadi adalah salah satu perempuan di dunia yang paling tidak menarik perhatiannya selama ini. Karena dia Sabrina, bukan Karen atau Timothy yang doyan pakai baju seksi ke kantor. Dan bukan Rachel yang dari jauh sudah tercium wanginya.

Zane mendengus.

Besok pagi setelah bangun tidur juga pasti dia akan melupakan segalanya.





... to be continued

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now