#16

223 16 2
                                    

Kita bahkan belum memulai, tapi semua terlihat akan berakhir.

***

Ada banyak hal yang menganggu pikiran Afra. Tubuh dan hatinya tidak selaras. Saat Afra ingin mencoba baik-baik saja, hatinya malah memberontak dan menangis.

Afra tau, ia dibuat kecewa dengan sikap Arta malam itu. Untuk pembatalan janji, Afra masih bisa memaafkan Arta, namun sikap Arta yang bahkan melupakan kehadirannya tidak bisa Afra lupakan begitu saja.

Memang Afra terdengar egois jika tidak dapat mengerti situasi yang Arta alami, namun setidaknya bukankah Arta seharusnya memperdulikan Afra juga?

Nanti, saat ia bertemu Arta, apakah Afra harus berpura-pura tidak peduli atau harus mengungkapkan semuanya?

Setelah selesai mengerjakan ulangan dadakannya, Afra segera menuju kantin meninggalkan kedua temannya yang masih berkutat dengan soal. Baru beberapa langkah berjalan di koridor, sosok Ali muncul dari arah berlawanan sembari tersenyum padanya.

"Hai ra." Sapa Ali. "Dari mana kak?" Afra membalas senyuman Ali dan beralih bertanya saat melihat Ali membawa sebuah kardus.

"Ohh ini aku lagi bantu pak Rahmat bersihin gudang." Ujarnya. "Jam segini?" Kaget Afra tidak percaya.

"Iya ra, soalnya udah janji juga." Afra memangut, "Ya udah deh, sini biar aku bantu." Afra membantu Aki dengan mengambil beberapa buku didalam kardus.

"Bawa kemana?"

Ali memberikan petunjuk dengan dagu, "ke ruang OSIS." Jawabnya dan berjalan beriringan.

Mau tidak mau, Afra harus bertemu Arta hari ini, dan tidak bisa menghindar saat matanya dan Arta bertemu. Arta berdiri dipinggir lapangan menghadap kearahnya dengan kedua tangan yang tertompang di pinggang.

Berpura-pura tidak terjadi apa-apa, Afra terus berjalan tanpa menghiraukan dan melanjutkan perbincangan dengan Ali sembari tersenyum.

Saat hampir melewati lapangan, tiba-tiba sebuah bola tergiring didepan Afra hingga memberhentikan Afra dan Ali.

Afra menoleh kearah lapangan begitupun Ali, dari lapangan Arta terlihat berlari mendekati keduanya dan mengambil bola yang tergeletak tak jauh dari Afra.

"Mau kemana?" Tanya Arta dan memperhatikan keduanya. "Ke ruang OSIS." Jawab Afra dan berusaha untuk bersikap tenang.

"Ngapain bawa ginian?"

Ali yang berada diantara keduanya hanya diam dan menunggu Afra selesai berbicara dengan Arta. "Bantuin pak Rahmat bersihin gudang."

"Cuman berdua?" Tanya Arta lagi tanpa berhenti. "Ya menurut lo?" Afra mulai kesal, "Yuk kak." Lanjut Afra mengajak Ali untuk melanjutkan perjalanan mereka.

Arta melihat punggung Afra yang kian menjauh. Dan sosok Ali cukup menganggu pikiran Arta. "Ada aja yang buat gue susah deketin lo ra," Lirihnya dan berlari kembali ke lapangan.

***

Gilang, haikal dan Reno menggurutu kesal saat Arta menyeret mereka menuju gudang dengan berbagai ancaman. Mulai dari membeberkan rahasia kepada pacar mereka, hingga orangtua akan siap Arta lakukan jika mereka tidak membantunya.

Baru tiba di depan gudang, kehadiran ketiganya disambut dengan hangat oleh pak Rahmat yang terlihat sudah berkeringat. "Nah anak-anak bapak mau bantuin juga ya?"

"Iya ni pak," sahut Arta dengan semangat. "Ya kan?" Tanyanya pada ketiganya.

Gilang membuang wajah sedangkan Bagas dan Reno melempari Arta dengan tatapan kesal. "Ya udah pak biar kita bantuin ya."

Arta mendorong tubuh mereka dengan paksa hingga masuk kedalam gudang dan mau tidak mau, turut membantu pak Rahmat membersihkan gudang.

Tak lama semenjak mereka tiba, Ali dan Afra kembali berjalan bersamaan
menuju gudang. Saat tiba, mereka disambut oleh keempat pria yang terlihat sudah memegang beberapa benda untuk dikeluarkan.

"Ngapain disini?" Kaget Afra melihat kehadiran Arta. "Ya bantuin lah." Jawabnya enteng dan kembali masuk ke gudang.

Beralih dari Arta, Afra menatap Rebo dengan tanda tanya. "Gara-gara lo ni ya?!" Kesal Reno menyadari alasan Arta memaksa mereka untuk melakukan hal ini.

Ali ikut masuk, sedangkan Afra hanya mengikuti Ali dari belakang. Baru beberapa langkah, tangannya segera diraih oleh Arta dan membawanya keluar dari gudang.

"Gak usah masuk. Lo tunggu disini aja." Perintahnya. "Gue juga mau bantu." Ucap Afra dan menepis lengan Arta darinya.

"Udah ada gue sama yang lain. Kalo lo ikutan yang ada tambah repot."

Afra yang tidak terlalu ambil pusing, hanya mengangguk, dan memilih untuk pergi ke kantin daripada harus berlama-lama berhadapan dengan Arta

***

Gilang dan Bagas terlihat bersama berjalan di koridor dan hendak menuruni tangga, baru selangkah turun, Afra sudah lebih dahulu memanggil dan menghentikan keduanya.

"Kak," panggil Afra. "Eh Afra," sapa Gilang dan memberikan senyumannya.

"Bang Reno mana?" Tanyanya karena memang sedari tadi ia mencari Reno agar bisa pulang. "Lah, motornya gak ada diparkiran?"

Afra mengangguk, "Ada,tapi aku udah cariin satu sekolah orangnya gakada," Gilang dan Bagas saling melirik. "Berarti pergi bareng Arta tadi."

"Berdua?"

Gilang mengangguk. "Motor Reno rusak, mungkin panggil orang bengkel." Lanjutnya.

Afra mengangguk pelan, "oke deh, makasih ya." Ujar Afra sebelum melangkah mendahului keduanya.

Setelah 10 menit berlalu, sebuah motor masuk kedalam perkarangan sekolah menuju tempat parkir tempat Afra berdiri.

"Udah lama ra?" Tanya Reno dan turun dari motor Arta. "30 menit ada," jawab Afra dan tersenyum paksa.

Tak lama, sebuah motor kembali muncul dengan membawa tas besar. "Itu orang bengkel?" Tanya Afra pada Reno yang membalas dengan anggukan.

"Kalo gak lo pulang bareng Arta aja, gue harus tunggu ini dulu." Ujar Reno membuat Afra langsung terdiam.

Arta menoleh kearah Afra, dan cukup jelas bahwa Afra terlihat ingin menolaknya. Dan sebelum itu semua terjadi, Arta sudah dulu memasang kembali helm dan memberikan Afra isyarat untuk segera naik.

Afra menggeleng dengan cepat. "Gak papa, gue tunggu bang Reno aja."

Arta memberikan tatapan tajam dan untuk kedua kalinya Arta menyuruh Afra untuk naik. "Naik." Tutur Arta dengan nada mengancam.

"Iyaiya," Afra menyerah, mau seberapa langkah ia menjauh, Arta tetap mendekat.

***

Kenapa menjauh menjadi lebih susah dibandingkan mendekat?

Dalam perjalanan, hanya ada keheningan. Arta bahkan mencoba mengajak bicara namun Afra hanya membalasnya dengan singkat dan mengakhiri pembicaraan

"Malam ini gue jemput,"

Afra menoleh, "Gak bisa," jawab Afra segera. "Malam ini, jam 7." Lanjut Arta seakan tidak mendengarkan penolakan Afra.

Yah, Afra menghentakkan kakinya dengan kesal, melempar tatapan sinis dan berjalan masuk kedalam rumah tanpa mengucapkan apapun.

***

Next?
Jangan lupa vote dan komen kalau kalian suka ya:) biar aku semangat buat up:)

Its Over ? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang