[16] :: Sang Penulis Surat

1.2K 211 28
                                    

Irvia
Ki, nggak ada balasan surat buat gue?

Reyki
Belum, vi
Dia nggak ada nitipin apa2 ke gue

Irvia
Gitu ya?
Yaudah deh
Thanks ki

Reyki
Lo masih di kampus?

Irvia
Baru beres kelas nih
Kenapa ki?

Reyki
Ke alaska sini
Lagi ada promo setengah harga buat produk kopi

Irvia
Wah tau aja lo gue paling semangat kalo ada promoan haha
Oke gue otw

Reyki
Wkwk oke gue tunggu!

---

"DIS, nongkrong yuk?" ajak Irvi pada Disa yang tengah memasukkan binder serta beberapa alat tulis ke dalam tote bag. Tawaran dari Reyki begitu menarik. Disa yang tak jauh berbeda dengannya pun pasti akan setuju. "Lagi ada potongan setengah harga buat produk kopi di Kafe Alaska. Lumayan banget, 'kan?"

Disa menoleh sekilas lalu mendecak. "Produk kopi doang?" tanyanya memastikan. "Lo kan tau sendiri gue nggak doyan kopi, Vi. Kalau khusus boba drink kayak pertama kali kita ke sana, gue maju paling depan!"

"Dasar," Irvi mencibir. "Jadi gimana, dong? Masa gue ngopi sendiri?"

"Kan biasanya juga sendiri, Vi? Kan elo jomblo, udah biasa ke mana-mana sendiri dong?"

Irvi kontan melotot. "Nggak perlu diperjelas kali, Dis!"

Tawa Disa pun mengudara. "Santuy, Vi. Bercanda doang," akunya. Ia menyampirkan tote bag ke bahu kanan. "Gue duluan kalo gitu. Ada latihan perdana buat pementasan teater. Nanti kabari gue kalau terjadi sesuatu, oke?"

Dahi Irvi tampak mengerut bingung. Sesuatu apa yang dimaksud Disa? "Memangnya bakal terjadi apaan?"

Alih-alih menjawab, Disa hanya tersenyum penuh arti, lalu beranjak dari kursi dan berlalu sambil berkata, "Duluan, Vi!"

Perkataan Disa serta kepergiannya tanpa meninggalkan jawaban menimbulkan tanda tanya besar dalam kepalanya. Memang apa yang akan terjadi saat Irvi datang ke Kafe Alaska? Irvi mendapatkan potongan harga sesuai uang diinginkannya? Atau justru Irvi tidak kebagian promo yang mungkin jumlahnya terbatas?

Dan Irvi pun tersadar ia takkan segera menemukan jawabannya kalau hanya terus menerka-nerka. Maka cewek itu pun lekas beranjak ke luar kelas untuk menuju Kafe Alaska.

Sempat terlintas di pikiran Irvi untuk mengajak Dhika--yang akhir-akhir ini jarang kelihatan, pun jarang bertemu dengannya. Mungkin Dhika sibuk, karena setahu Irvi, Dhika cukup aktif di himpunan jurusan cowok itu. Irvi pun mengeluarkan ponsel dari dalam tote bag. Tapi benda itu rupanya sudah mati total dan Irvi lupa membawa charger. Yah, mungkin lain kali saja ia akan mengajak Dhika.

Setelah menempuh perjalanan yang tidak lebih dari lima menit, Irvi akhirnya sampai di tempat tujuan.

Saat kakinya melangkah masuk, Irvi melihat punggung seorang cowok yang mengenakan kemeja kotak-kotak biru tengah berbincang serius dengan dua orang pegawai di kafe tersebut. Irvi seperti mengenali orang itu meski hanya tampak dari belakang saja. Rambutnya yang agak gondrong dan diikat satu, menyisakan beberapa jumput rambut jatuh menutupi telinga. Senyum Irvi mengembang. Ia yakin tidak salah orang. Irvi pun mempercepat langkah untuk segera menghampirinya.

Namun, langkahnya semakin melambat kala ia tak sengaja mendengar apa yang cowok itu ucapkan pada pegawai kafe.

"Bokap gue minta sampein itu aja, sih. Kalau dari gue sendiri, ya itu tadi, bikin feeds semenarik mungkin dan jangan explore tentang menu semua." Tubuh Irvi kontan menegang dan berhenti di tempat. Pikirannya langsung melayang pada satu pembahasan bersama Reyki beberapa waktu silam. "Mungkin suasana kafe, pelanggan yang lagi nikmatin kopi, atau kalau perlu minta testimoni langsung aja dari pelanggan. Nanti gue juga pasti bantu tingkatin promosi, tapi gue nggak bisa sering-sering kontrol ke sini."

Nggak mungkin dia orangnya..., batin Irvi, menolak untuk percaya pada kebenaran yang berada tepat di depan mata. Untuk memastikan langsung, Irvi menghela napas berat lalu disebutnya nama cowok itu, "Dhika."

Dua orang pegawai di sana menoleh, membuat Irvi yakin ia tidak salah orang.

Cowok itu benar-benar seorang Mahardhika.

Dhika sendiri tampak membeku. Dengan perlahan ia menoleh pada Irvi dengan ekspresi yang tak terbaca. Ia berkata sesuatu pada dua pegawai yang menjadi lawan bicaranya sebelum akhirnya menghampiri Irvi.

Irvi menahan napas ketika Dhika telah berdiri menjulang tepat di hadapannya.

Dengan senyum kecil Dhika berkata, "Halo, Irvia."

---

A/n

Pernah kepikiran kalau penulis surat itu adalah Dhika? Kalau nggak, berarti aku sukses membuat kalian terkecoh heuheu 👀

Kalo kalian baca lagi, beberapa clue yang udah aku kasih memang cuma merujuk pada Dhika sebenernya lho 😂

Penjelasan selengkapnya ada di bab selanjutnya, oke!

With love,

dindaarula.

(20 Februari 2020)

Special Customer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang