[06] :: Dhika Menagih Janji

1.4K 248 2
                                    

IRVI akhirnya bisa bernapas dengan lega. Kesibukannya telah berakhir dan acaranya sukses besar. Meski bukan sang ketua pelaksana, sebagai salah satu kepala divisi nyatanya sukses membuat Irvi frustasi. Tapi beruntung ia bisa melewati semuanya dengan baik. Dan kini, Irvi hanya butuh waktu untuk dirinya sendiri.

Sepertinya, kopi tidak buruk juga. Untuk yang satu itu, tentu Irvi sudah menentukan tempat yang tepat. Kafe Alaska. Irvi juga sudah membulatkan tekadnya untuk bertanya langsung pada Reyki perihal surat yang selalu ia dapat. Irvi sudah lelah menerka-nerka.

Selepas pulang kuliah, Irvi ingin langsung menuju kafe tanpa mampir kemana-mana dulu. Berhubung tujuan lainnya adalah untuk mengajak Reyki bicara, cewek itu tidak mengajak Disa. Lagi pula, Disa memang susah diajak main jika sudah akhir bulan seperti ini.

"Heh."

Irvi kontan terperanjat, nyaris saja memekik kaget kalau saja ia tidak sadar sedang berada di mana dan buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangan. Irvi menoleh dengan sebal. Memangnya tidak ada kata sapaan yang lebih enak didengar apa?

Di belakangnya, Irvi mendapati Dhika yang berjarak beberapa meter darinya. Lagi-lagi cowok menyebalkan itu. Niat Irvi untuk mengomel pun seketika ia urungkan. Mau bagaimana pun juga, Dhika sudah berbuat baik padanya tempo hari dengan membayar makanannya dan mengantarnya pulang.

"Mau pulang?" tanya Dhika dengan wajah tak berdosa ketika sudah berhasil menyejajarkan langkah dengan Irvi.

Selalu saja to the point, pikir Irvi. "Nggak," balas Irvi tanpa ekspresi. "Mau ngopi."

Dhika mengerutkan dahi. "Sendirian?"

"Emang yang lo lihat gue lagi jalan sama siapa?"

"Yah, kan bisa aja lo udah janjian sama teman atau pacar lo."

"Gue nggak punya pacar."

"Nggak nanya juga."

Irvi mendelik dengan sebal. Bicara dengan seseorang bernama Mahardhika ini memang terkadang bikin emosi, sampai membuat Irvi ingin mengacak-acak rambut gondrong milik cowok itu.

Ucapan Dhika selanjutnya sukses membuat Irvi melongo.

"Gue ikut."

"Hah? Kok tiba-tiba, sih?" tanya Irvi dengan kedua alisnya yang tertaut.

"Waktu itu lo bilang mau gantian traktir gue?" Dhika mengingatkan Irvi soal apa yang cewek itu ucapkan beberapa awaktu lalu, ketika Dhika bersikeras untuk membayar semua makanan mereka. "Ya udah sekarang aja. Gue juga suka ngopi."

Benar juga. Apa yang sudah Irvi utarakan pada Dhika sudah menjadi sebuah janji, dan janji tentu harus ditepati. Maka, Irvi pun mengangguk pasrah seraya berkata, "Ya deh, terserah."

Di sinilah mereka sekarang. Kafe Alaska, yang hari ini sedikit ramai pengunjung. Untungnya masih ada meja kosong yang tersisa, dan Dhika memilih meja di dekat dinding kaca. Irvi pun memesan Caffe Latte untuk dirinya dan Caramel Macchiato untuk Dhika setelah seorang pelayan menghampiri.

"Udah sering ke sini?" Dhika memulai percakapan setelah ia baru kembali dari toilet.

"Baru dua kali, sih," jawab Irvi seraya memperhatikan sekitar. Diam-diam, ia mencari keberadaan Reyki yang sejak tadi belum kelihatan batang hidungnya. "Ini yang ketiga."

Dhika manggut-manggut, setelahnya melontarkan pertanyaan lain, "Yakin bakal enak?"

"Ya mana gue tau, emangnya gue udah nyobain semua menunya apa? Tanya aja sama baristanya sana!" Irvi menjawab dengan nada kesal. Lama-lama mengobrol dengan Dhika sepertinya akan menyebabkan darah tinggi. Apa lagi melihat ekspresi tak berdosanya, bikin Irvi harus menahan diri untuk tidak mencakar wajahnya.

Tanpa Irvi sangka, Dhika malah terkekeh mendengarnya. "Nggak usah ngegas kali."

"Udah deh, jangan bikin gue nyesel udah biarin lo ikut ke sini."

Usai Irvi mengatakan hal tersebut, pesanan mereka akhirnya datang. Diantar oleh Reyki. Lagi. Pas sekali, Irvi memang ada keperluan dengannya. Biarlah ada Dhika di sana, paling-paling cowok itu tidak akan peduli dengan apa yang akan Irvi lakukan.

"Silakan menikmati, saya permisi."

Baru saja Reyki akan meninggalkan meja mereka, Irvi buru-buru mencegahnya. "Hei," panggil Irvi.

Reyki menoleh, begitu pun dengan Dhika. Namun, pandangan Irvi hanya fokus pada Reyki yang menatapnya dengan bingung, lalu bertanya, "Iya, ada apa, Kak?"

Setelah menarik napas, akhirnya Irvi memberanikan diri untuk berujar, "Kalau masnya lagi nggak sibuk, bisa ngobrol sebentar?"

Keadaan di sekitar mereka mendadak hening. Reyki dan Irvi saling tatap, sementara Dhika di hadapan Irvi mengerutkan kening, lalu matanya memicing ke arah Reyki. Tapi akhirnya keadaan kembali normal ketika Reyki akhirnya memberi balasan, "Bisa, nanti saya kembali ke sini kalau luang."

Irvi tersenyum lega, sebab sudah selangkah lebih dekat menuju kebenaran.

Selepas kepergian Reyki, Dhika tiba-tiba menyeletuk, "Lo mau PDKT sama pelayan kafe itu?"

Irvi sontak memutar kedua mata. Tangannya segera bergerak untuk meraih selembar tisu di atas meja, mengambil kertas yang--untungnya--terselip di sana seperti yang sudah-sudah. Kemudian, Irvi berikan kertas tersebut pada Dhika, membiarkannya menjadi yang pertama kali membaca rentetan kalimat yang tertulis di sana.

🔹

Halo, Irvia.

Saya kira kamu nggak akan datang lagi setelah dua minggu sejak terakhir kali kamu ke sini. Mungkin karena akhir-akhir ini kamu lagi sibuk dengan tugas dan kegiatan di kampus? Tapi saya senang akhirnya bisa lihat kamu lagi.

Semoga harimu menyenangkan Irvia. Enjoy your coffee!

- E -

🔹

---

(6 Februari 2020)

Special Customer [END]Where stories live. Discover now