[08] :: Mungkin Semesta Berkonspirasi

1.3K 236 6
                                    

"DIS, seandainya lo dapat surat cinta dari seseorang, terus lo cari tahu orangnya sampai akhirnya ketemu, habis itu lo bakal ngapain?" Irvi bertanya pada Disa sebelum memasukkan sesendok mi ayam ke dalam mulutnya.

Disa yang tengah menyedot es jeruk bergumam panjang, memikirkan sejenak jawaban dari pertanyaan kawannya itu. "Kalau ganteng, langsung gue jadiin pacar. Kalau jelek, buang aja ke laut," jawab Disa enteng.

Mendadak Irvi menyesal telah bertanya pada Disa. "Yeh, serius dikit kek, Dis," dengusnya sebal.

"Ya emang apa lagi yang bakal gue lakuin, Vi? Udah syukur masih ada yang suka sama gue." Disa terdiam sejenak. Ia sudah tahu arah pembicaraan ini. "Tapi kalau dalam kasus lo, gue sendiri bingung harus ngapain. Surat yang lo dapat emang nggak jelas maksud isinya mengarah ke mana."

"Nah! Lo sendiri ngerasanya gitu, 'kan? Jadi wajar kan, kalau gue belum tau apa yang harus gue lakuin setelah nemu siapa orangnya?" Irvi merasa lega karena Disa sepemikiran dengannya yang berarti ia tidak sepenuhnya salah.

Irvi jadi ingin cepat-cepat bertemu Dhika dan memberikan jawaban paling jujurnya itu. Sebab, kemarin Irvi hanya mampu menjawab tidak tahu, dan Dhika tampak tidak puas dengan jawaban tersebut.

Ah, ngomong-ngomong soal Dhika, Irvi belum melihatnya di kampus hari ini. Berada di jurusan serta fakultas yang berbeda membuat Irvi jarang bertemu dengannya saat di jam perkuliahan seperti ini. Dan sekarang Irvi jadi bingung. Kenapa juga dirinya tiba-tiba memikirkan Dhika?

"Eh, lo bilang, pelayan kafe yang ganteng itu kuliah di sini juga, 'kan?" Disa tiba-tiba bertanya demikian dengan wajah antusias. "Jurusan apa dia? Semester berapa?"

"Semester lima, tapi nggak tahu jurusan apa, dia nggak ngasih tahu," jawab Irvi, kemudian ia memicingkan matanya. "Naksir ya lo sama tuh cowok?"

"Emang kenapa kalau gue naksir?" Disa malah balik bertanya. Kedua alisnya bertautan. "Kan berarti gue masih normal, Vi!"

Tawa Irvi mengudara, lalu cewek itu pun segera menghabiskan makanannya yang tinggal sedikit lagi. Teringat bahwa dirinya belum membeli minuman, Irvi pun beranjak ke salah satu kedai untuk membeli sebotol air mineral setelah mi ayamnya habis.

Setelah mendapatkan apa yang ia butuhkan dan membayarnya, Irvi pun berbalik untuk kembali ke mejanya karena Disa masih berada di sana untuk menjaga barang-barangnya. Namun, langkah Irvi kontan terhenti sebab ia nyaris menabrak seseorang yang akan menuju kedai.

Irvi mundur selangkah, lalu berniat untuk meminta maaf pada orang tersebut. Tapi kata-katanya seolah tersangkut di tenggorokan saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya.

"Lho, Reyki?" ujar Irvi masih dengan raut tak percayanya. Apa mungkin Reyki satu fakultas dengannya? Atau justru satu jurusan juga? "Anak FIKOM juga?"

Reyki yang awalnya tampak terkejut sudah kembali menormalkan wajahnya. Ia pun memasang senyum khasnya. "Iya, nih," kata Reyki.

"Apa jangan-jangan kita sejurusan juga? Wah, gila sih kalau sampai sejurusan juga. Semesta berkonspirasi namanya." Irvi menampakkan cengirannya. "Coba kita sebutin bareng-bareng."

Reyki mengangguk, kemudian keduanya menghitung sampai tiga lalu menyebutkan jurusan masing-masing.

"Ilmu Komunikasi."

"Ilmu Komunikasi."

Reyki serta Irvi langsung tergeming sambil saling menatap, kemudian Irvi tertawa canggung. Ini sih betulan gila, pikir Irvi. Bagaimana mungkin Irvi tidak pernah melihat Reyki yang ternyata adalah kakak tingkat dari jurusannya sendiri? Apakah semesta mempunyai rencana atas semua ini?

"Eh, sori nih, gue mau beli air terus langsung ke kafe," tukas Reyki yang pertama menormalkan keadaan tersebut. "Lo ... mau ke sana juga?"

Irvi berpikir sejenak, kemudian menggeleng pelan. "Nggak dulu deh Ki, gue mau langsung pulang." Irvi menatap Reyki ragu-ragu. Lebih tepatnya, ragu untuk mengatakan sesuatu pada cowok itu. Tapi akhirnya Irvi kembali melanjutkan perkataannya, "Ki, titip salam buat penulis surat itu, siapapun orangnya."

Reyki diam, tak menyangka Irvi akan mengatakan hal tersebut padanya. Tanpa memberi jawaban, Reyki hanya senyum tanpa Irvi ketahui apa makna di baliknya.

---

(8 Februari 2020)

Special Customer [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu