26. Interogasi Ala Thalia

98 8 0
                                    

Selamat membaca!

***

Kemarin langit hitam menghampar
Tapi tetap menghantarkan senang
Pagi ini cahaya matahari memancar
Tapi aku harus menelan bulatnya kesedihan.

***

Thalia benar-benar melakukan rencananya semalam, untuk menangis saat mengingat perkataan Alif yang begitu menyakiti hatinya. Bahkan sekarang, ia merasa menjadi penjahat. Padahal semua yang ia lakukan untuk menyenangkan sahabatnya. Untuk memberikan kemudahan bagi Tasya. Memang dasar pikiran manusia berbeda, sehingga bantuan dan rencana yang dirinya susun dianggap penghianatan oleh orang lain. Oleh kepala yang isi pikirannya berbeda dengan Thalia.

Pagi ini tidak seperti biasanya. Sorotan cahaya matahari biasanya menjadi penghantar senyum Thalia ketika melihat ke luar jendela. Seakan mengiringi rasa sakit yang Thalia alami, hari ini sorotan itu meredup. Terhalang satu dan dua hal. Persis seperti hidupnya saat ini. Kantung mata yang membengkak dan suara yang sedikit serak menandakan bahwa Thalia menangis semalaman.

"Kamu baik-baik aja 'kan, sayang?" Tiba-tiba Bundanya masuk ke dalam kamar Thalia. Di saat gadis itu mencabut ponsel yang dichargernya semalam.

"Lia baik, Bun. Lia berangkat ya, assalamualaikum..." pamitnya pada sang Bunda. Setelah itu turun. Menggoes sepedanya.

Sekuat apapun Thalia mengayuh sepedanya. Namun ia rasa kakinya malah semakin melemas. Detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Rasa sakit itu menelusup. Pikirannya teringat pada kata-kata Alif semalam. Sakiiiiit, sangat sakit. Pelupuk matanya tak lagi menahan lelehan air mata. Tersadar, Thalia segera mengapusnya. Jangan gara-gara masalah ini dirinya jadi tidak fokus belajar.

"Aw!" lagi, dirinya terjatuh. Sepertinya ada sebuah motor yang tidak sengaja menyenggolnya. Membuat gadis itu terjerembab ke aspal. Siku kirinya terluka. Membuat dirinya mengaduh merasakan perih.

Ya Tuhaaaaan, belum pulih rasa sakit hatinya, kini ditambah sakit fisiknya. Thalia menutup matanya. Ini benar-benar ... membuat air matanya keluar lebih deras.

"Thalia, so-sori, gue nggak sengaja," ujar seseorang dengan nada khawatir. Thalia tidak tau bahwa yang menyenggolnya itu adalah Atha. Laki-laki yang akan Thalia hindari mulai saat ini.

Gadis itu menatap sinis ke arah Atha. Sementara yang ditatap malah memancarkan kekhawatiran yang begitu tulus. Persetan dengan kata tulus! Thalia tidak membutuhkannya saat ini!

Dengan segera Thalia bangun dan menaiki sepedanya kembali. Mengayuh sepedanya sekuat mungkin, secepat mungkin. Meninggalkan Atha yang sejak tadi memanggil nama gadis itu karena heran.

"Thalia kenapa, sih?"

**

Sejak Thalia berteman dengan Tasya, sebelumnya tidak ada perseteruan perihal cowok. Sampai Thalia tau bahwa temannya itu menyukai Atha. Atha yang katanya merupakan pangeran masa kecilnya. Entah Tasya memang sejak kecil berteman baik dengan Atha atau memang sebenarnya Atha bukan asli sini, dalam artian bertetangga dan mengenal baik Tasya. Ya Tuhan ... semua ini begitu rumit.

"Sya..." panggil Thalia saat dirinya sudah sampai di sekolah. Di koridor ia melihat Tasya yang sedang berjalan sendirian. Tanpa Dino dan ... Alif. Melihatnya membuat Thalia bernapas lega.

Comblang! Where stories live. Discover now