25. Benar-benar Ketahuan

95 7 0
                                    

Selamat membaca!

***

"Eh, tapi kayaknya, kemarin gue kenal sama mobil yang parkir depan rumah lo itu deh, Ra!" ujar Dino masih dengan ekspresi wajah yang terlihat sedang mengingat-ingat.

Tasya dan Alif dibuat penasaran oleh pembahasan yang diucapkan Dino. Sedangkan Thalia ... tamatlah sudah riwayatmu, wahai Thalia.

"Ah, gue inget! Yang kemarin datang ke rumah lo itu, pasti Atha 'kan?" tebak Dino dengan tepatnya.

Kini Thalia hanya memasang wajah lugunya. Ia berpura-pura tidak tahu.

"Kok, lo bisa yakin sih, kalo yang datang ke rumah Ara itu, Atha?" tanya Alif.

Sedangkan Tasya hanya terdiam. Tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Thalia tahu, Tasya tengah menyimak semua perbincangan ini. Sehingga ia dapat menarik kesimpulan, nantinya.

"Bu-bukan kok. Mana ada Atha ke rumah gue, ngapain coba?" elak Thalia. Tangannya tidak berhenti bertautan satu sama lain. Sekarang yang ia takutkan hanya satu, kemarahan Tasya.

"Ara, bener semalam Kak Atha itu ke rumah lo?" tanya Tasya dengan tiba-tiba.

Thalia hanya menundukkan kepala, ia harus bagaimana sekarang? Harus jujur atau berbohong? Memang Atha ke rumahnya bukanlah hal besar, namun tetap saja, Tasya akan merasa cemburu.

"Nggak, Sya. Gue masih inget janji ke lo. Nggak akan gue berduaan sama dia di rumah," ujar Thalia.

Semoga, semoga saja Tasya percaya pada dirinya.

Thalia mengangkat pandangannya ke arah Tasya. Ia melihat ekspresi Tasya yang hanya acuh, mulutnya membentuk huruf 'O'. "Gue percaya, lo nggak akan lupa sama kesepakatan kita," ujar Tasya seraya memberikan dua jempolnya ke hadapan wajah Thalia. Di wajahnya tercetak sebuah senyuman. Senyuman yang membuat Thalia merasa bersalah.

Satu kebohongan sudah dilakukannya. Bahkan ini merupakan kebohongan yang kesekian kalinya. Kebohongan yang akan menimbulkan kebohongan lainnya. Ia seperti sedang menghianati temannya sendiri. Padahal apa yang ia lakukan untuk membantu Tasya agar bisa dekat dengan Atha. Tapi kenapa ia merasa bahwa semakin ke sini, ia semakin merasa berat untuk menjalankan misinya.

Thalia tersenyum kecut. Gadis itu yakin, bahwa Alif dan Dino tidak akan percaya begitu saja dengan apa yang telah ia ucapkan kepada Tasya.

"Lo yakin nggak lagi bohong?" Alif bertanya seraya menatap tajam ke arah Thalia.

"Udahlah, masa iya Thalia bohongin gue," jawab Tasya membela temannya.

Sekarang, rasa bersalah itu tumbuh semakin besar.

Harusnya sedari awal, Thalia tidak perlu setuju dengan permintaan Tasya.

"Gue ke toilet dulu, ya," pamit Thalia.

***

Bukannya Thalia tidak mengetahui bahwa sebenarnya Alif menyukai dirinya saat pertama kali mereka berteman. Bahkan Alif selalu terang-terangan menggodanya. Tapi memang dasar Thalia, gadis itu hanya menganggap bahwa apa yang dikatakan Alif, terkait perasaannya, hanya dianggap angin lalu dan candaan oleh Thalia.

Kini Thalia sedang bersantai di kamarnya. Waktu masih menunjukkan pukul 19.00, masih cukup sore untuk sekedar bersantai di kamarnya.

Hari ini tidak ada jadwal belajar bersama Atha. Entah kenapa, Thalia merasakan kelegaan yang luar biasa. Ia berpikir untuk beberapa hari ini ingin menjauhi Atha. Ia butuh ketenangan untuk saat ini. Tanpa memikirkan misinya dan tanpa memikirkan rasa bersalahnya pada Tasya.

Comblang! Where stories live. Discover now