PROLOG

4.1K 159 1
                                    


"Thanks Haura, Nice to meet you" ucap Tama diakhir pertemuan mereka, dia mengulurkan tangannya.

Perempuan dihadapannya hanya terdiam. Mengenakan a-line dress dengan kerah berpotongan halter berwarna hitam dia terus terdiam. Menatap Tama tanpa ekspresi. Dia terlihat cantik, seperti biasanya. Seperti saat pertama kali mereka bertemu. Mata hitam yang jernih, berkilat menarik siapapun yang memandangnya.

Paris sedang cantik cantiknya, langit belum gelap, kilau lampu menara Eiffel sudah mulai menyala diikuti lampu lampu jalan dan kedai kedai kopi dan makanan disekelilingnya. Romantis dengan caranya sendiri.

Hawa dingin mulai menyapa, sialnya jaket yang pagi tadi ia bawa tertinggal di mobil Tama. Beruntung dompet serta ponsel yang berada di tas kecilnya ia bawa. Karena dia tidak akan lagi kembali ke mobil itu.

Haura terus menatap mata Tama, ia berjalan kearahnya memangkas jarak diantara mereka. Hingga dia dapat merasakan hembusan nafas Tama di wajahnya.

"Jabat tangan perpisahan? I'm not doing that. " bisik Haura dihadapan Tama.

Meskipun sudah mengenakan heels, ternyata tinggi Haura masih tidak sepadan dengan laki-laki dihadapannya saat ini. Haura mencengkeram erat lengan Tama, dengan sedikit berjinjit dikecupnya bibir laki laki itu. Untuk sepersekian detik Tama masih terdiam, hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas kecupan Haura. Mereka berciuman, dalam. Dihadapan kilau menara Eiffel dan di kota Paris, mereka berciuman.

Tama meraih pinggul Haura, semakin merapatkan jarak dengan perempuan yang hampir membuatnya gila beberapa minggu ini. Mereka masih berciuman, tanpa memedulikan lalu lalang orang orang, bahkan mungkin saja ada turis yang diam diam memfoto mereka. Mereka tidak peduli.

Haura melepaskan cengkraman tanngannya dari lengan Tama meninggalkan kerutan pada jas Armani yang ia kenakan. Dia mundur beberapa langkah, kehabisan nafas, dan otaknya telah menyadarkannya untuk berhenti. Dia memang harus berhenti.

"Dan itu adalah ciuman perpisahan Tama. Sampai jumpa" ucapnya seraya berbalik meninggalkan Tama yang masih berdiri disana sendiri, memandang nanar kepergiannya.

Dengan langkah gontai Haura terus berjalan menyusuri jalanan kota paris yang semakin sesak oleh para turis dan warga lokal yang mulai keluar untuk makan malam. Dia tidak menginginkan makanan apapun, Haura hanya ingin segera pulang dan tidur di kamarnya, kemudian terbangun keesokan harinya dan ini semua hanyalah sebuah mimpi.

IN YOUR ATMOSPHERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang